BaW#40 Help her

57.6K 3K 131
                                    

"Li, gimana?!" Tanya Nadin panik. Wanita itu berjalan bolak-balik di depan Malia yang tengah duduk di tepi kasur sambil meremas kepalanya.

Malia mengangkat kepala. "Kita ke club sekarang. Masih ada waktu."

"No. No!" Nadin menggeleng kepalanya. "Darel gak boleh tau kalau kita ada di sana buat gagalin rencana dia."

"What? Lo gila apa?" Malia menghardiknya dengan mata melebar.

"Li, kalau sampai Darel liat kita, Saka dalam bahaya. Saka sepupu gue, dan otomatis Darel bakal tau kalau Saka yang bocorin rencananya ke gue. Gue gak mau ngorbanin orang lain."

"Trus, mau lo apa? Kita bakal diem aja? Gitu?"

"Pasti ada cara lain." Nadin berkata. Tangannya bertengger di atas pinggang.

Malia meremas-remas jarinya sambil berpikir. Dua puluh detik kemudian, Malia langsung berdiri dan mengambil ponsel Nadin.

"Lo masih ada nomornya Fathir?" Tanyanya menatap wanita itu.

"Buat apa?"

"Lo tau Logan kan? Nah, dia sekarang lagi pacaran sama Jeni. Dan Logan adalah saudara tirinya Fathir."

"Wait... Jeni pacaran sama Logan? Logan saudara tirinya Fathir?" Nadin bertanya, alisnya terpaut rapat karena bingung.

"Oke. Ceritanya panjang. Nanti gue jelasin. Intinya sekarang lo hubungi Fathir dan ngomong sama Logan. Bilang ke dia buat pergi ke club jemput Jeni."

"Lo serius?" Nadin bertanya dengan nada tak yakin.

"Serius Nad. Ini satu-satunya cara. Buruan telpon Fathir!"

Dengan tergesa-gesa Nadin menekan tombol ponselnya, mencari nama Fathir dari sekian banyak nama di deretan kontak whatsapp.

⭐⭐⭐

Fathir baru saja keluar dari kamar mandi, handuk putih melilit pingganya. Suara ponselnya berbunyi di atas kasur ketika pria itu mau mengambil baju di dalam lemari. Fathir meraih ponsel itu, saat melihat nomor tanpa nama yang menghubunginya, tanpa pikir panjang ia mematikannya. Fathir tidak suka jika nomor baru menelpon.

Ponsel itu berdering lebih dari tiga kali. Fathir yang jengah dengan pekikannya akhirnya terpaksa menekan tombol hijau.

Fathir hanya diam begitu panggilan terhubung.

"Halo? Fathir?"

Saat suara di seberang sana berkata, barulah ia bersuara. "Ini siapa?"

"Gue Nadin. Boleh bicara sama Logan?"

Fathir menautkan alisnya, ia menatap layar ponselnya sesaat sebelum menjawab.

"Kenapa lo gak nelpon dia aja?"

"Sori, gue gak ada nomornya." Suara di seberang sana berkata dengan nada memohon. "Please, kasi hape lo gak lama."

Fathir menghembuskan napas. "Bentar."

Pria itu memakai kaos polos hitam dan boxer, kemudian berjalan menuruni tangga menuju lapangan basket di belakang rumahnya, sembari membawa ponsel yang masih terhubung dengan wanita bernama Nadin itu.

Pantulan bola basket semakin terdengar seiring langkah Fathir mendekati lapangan. Logan terlihat lelah dan berkeringat. Setahu Fathir, Logan bermain dari tadi-setelah magrib, dan sekarang waktu menunjukkan pukul sembilan lewat. Jika Logan bermain berlebihan seperti ini, tandanya sesuatu menganggu pikirannya, dan Fathir tidak tahu itu apa.

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang