*Four*

0 0 0
                                    

Sudah dua minggu sejak cerita Chalysta mengirimkan ceritanya tapi sampai sekarang masih belum ada kabar. Dan juga dua minggu ini banyak yang berubah di hidupnya seperti, Arsen yang selalu datang ke kelasnya membuat banyak orang yang membicarakan mereka.

Chalysta sebenarnya agak malu tapi pemuda di sebelahnya ini tak peduli dengan tatapan orang-orang. Ia masih ingat saat tiba-tiba Arsen datang ke kelasnya semua orang heboh. Mereka bertanya-tanya bagaimana bisa seorang Chalysta,  gadis pendiam yang tak suka bersosialisasi dekat dengan Arsen.
Awalnya banyak yang mencibir dia tapi Arsen selalu di sampingnya. Ia tidak berbohong kepadanya untuk melindunginya dari orang-orang. Dan juga Catherine pun hampir mengamuk karena banyak orang yang menjelek-jelekkan adiknya.

"Chal, jika sampai ada orang yang membullymu lagi bilang saja kepadaku. Aku akan menghajar mereka satu-satu"

Chalysta tersenyum, "Kau dari kecil tak berubah, selalu saja menghajar anak-anak yang membully aku"

"Aku saudaramu, jika mereka berkata jelek kepadamu maka dia juga menjelekkan aku" kata Catherine dengan tersenyum.

Chalysta merasa malu pada dirinya ia selalu saja bersembunyi di balik Catherine. Saat kecil juga Catherine selalu menghajar siapapun orang yang menjelek-jelekkan dia.
"Kau tak perlu khawatir aku akan melindungi diriku sendiri mulai sekarang"

Chalysta menenggelamkan wajahnya percakapannya dengan Catherine masih ia pikirkan. Ia ingin berubah ia tidak ingin bersembunyi terus menerus di belakang seseorang ia ingin berubah. Benar kata Arsen kita tak perlu mendengarkan perkataan orang lain.

Bel berbunyi membuat para murid sudah bersiap meninggalkan kelas. Caroline mengguncang tubuh Chalysta.

"Chalysta bangun"

"Caroline,  aku sudah bangun kau tak perlu mengguncang tubuhku dengan keras"
Caroline tersenyum membuat Chalysta menggeleng-geleng. Lalu ia memasukkan bukunya.

"Aku pergi dulu Chal, aku ada urusan bye" Caroline pun lalu beranjak pergi.

"Carol, tunggu aku" Chalysta berdiri bukunya pun jatuh karena tasnya belum ia tutup. Ia pun membungkuk mengambil bukunya yang jatuh.

Selesai mengambil buku ia mendongak, ia melihat Arsen di depan kelas. Arsen menatapnya dengan tersenyum. Chalysta mendekat ke arah Arsen.

"Kenapa kau ke sini? Katanya kau akan menunggu di parkiran" kata Chalysta.

"Ayo, aku ingin cepat-cepat mengajakmu ke suatu tempat"

Arsen menggenggam tangan mungil Chalysta menuju parkiran. Sesampainya di parkiran Chalysta langsung memakai helm dari Arsen.
Motor itu langsung melaju membelah jalanan. Arsen mengemudikannya terlalu cepat membuat Chalysta menutup mata memeluk Arsen. Ia takut jika nanti mereka jatuh. Akhirnya motor itu berhenti tapi Chalysta masih menutup mata. Arsen terkekeh lalu ia menyentil tangan Chalysta yang masih memeluknya.

"Buka matamu" perintah Arsen.

Chalysta membuka mata perlahan ia melihat hamparan bunga lavender. Chalysta melotot pemandangannya benar-benar indah. Chalysta pun turun dari kursi penumpang matanya masih menatap hamparan bunga di depannya. Ini benar-benar menakjubkan selama ia tinggal di Mahanntam tak pernah sekali pun ia mengetahui tempat ini.

Arsen pun kemudian menarik tangan Chalysta, "Aku akan memperlihatkan sesuatu kepadamu"

Chalysta menurut ia mengikuti Arsen yang kini menggenggam tangannya. Arsen membawanya melewati hamparan bunga lavender. Di sana ada tanjakan lalu mereka naik. Saat berada di atas sana Chalysta benar-benar terpukau ia bisa melihat pemandangan dari atas. Ia tersenyum tempat ini seperti surga baginya.  Lihat kini ia bisa melihat hamparan bunga lavender dari atas sini dan juga di bisa melihat laut dari sini. Ini tak bisa di percaya.

"Kau suka?" Chalysta menoleh ke arah Arsen ia mengangguk semangat. Tentu saja siapa yang tak suka melihat pemandangan ini.

"Aku pernah bilang ke kau bahwa aku akan mengajakmu ke suatu tempat, ini tempatnya kau ingat?"

Chalysta mengingat-ingat kapan Arsen pernah bilang mengajaknya ke suatu tempat. Lalu ia ingat ia pernah memberi pesan jika ia mengajaknya ke suatu tempat jika ceritanya akan dijadikan novel. Lalu ia menatap kedua maniak mata Arsen.

"Kau ingat?"

Chalysta mengangguk, "A-apa ceritaku akan di terbitkan?"

Arsen tersenyum, "Ternyata banyak yang suka ceritamu jadinya ceritamu akan diterbitkan. Aku sudah menduga ini aku yakin kau memang berbakat menjadi penulis"

Chalysta menitihkan air mata, ia benar-benar tak percaya. Ini seperti mimpi akhirnya mimpinya terwujud. Ia antas memeluk Arsen.

"A-aku sangat bahagia hari ini" Arsen tersenyum lalu menepuk pundak Chalysta.

"Aku turut bahagia Chal"
Chalysta tak sadar bahwa kini ia memeluk Arsen lalu ia sadar lantas ia melepaskan pelukannya.

"Ma-maafkan aku" Chalysta benar-benar malu.

Arsen tertawa lalu mengusap pucuk kepala Chalysta.
"Kau mampu melakukannya"

Chalysta mendongak, "Terima kasih Arsen"
Ia hanya tersenyum mengangguk. Senja mulai terlihat Arsen menoleh ke arah laut. Sedangkan Chalysta masih menatap wajah Arsen.

Terima kasih karena kamu telah membantuku, terima kasih karena kamu telah mendukungku, terima kasih karena kamu membuatku bisa mengambil keputusan. Dan terima kasih telah menjadi bagian dari hidupku Arsen. Memang benar butuh waktu untuk seseorang tumbuh menjadi bunga indah yang bermekaran dan aku bisa melakukannya karena kamu ada di sampingku

The End
.
.
.
.

Flower's Grow Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang