Chapter 5

858 56 8
                                    

Jangan lupa divote dulu sebelum baca dan spam komen biar aku semangat!!

~•~

Angin malam menembus jendela lalu mengelus halus kulit gadis berambut hitam itu. Langit malam menampakan indahnya cahaya bulan yang menembut awan-awan yang menggantung.

Sedang asik-asiknya membaca buku novel kesukaannya tiba-tiba dia sadar ada sesuatu yang hilang dari dirinya.

Dia menatap pergelangan tangan kanan, sontak matanya mengerjap kaget. Dia pun langsung bangkit dan menyingkap selimut  untuk mencari keberadaan gelangnya di kasur.

"Lah, kok gelang gue hilang sih?" gumamnya seraya menyambungkan alis.

Bukan tanpa alasan dia begitu terkejut saat tahu gelangnya hilang. Gelang itu penuh arti baginya. Hanya di gelang itu, satu-satunya kenangan terindah seseorang terpaut di benda nyata.

Dia turun dari kasurnya dan mengedarkan pandangan menjamah seluruh ruangan. Dia menyingkap selimutnya dan mengobrak abrik barang-barang hanya untuk mencari gelang itu.

Setelah kamar berantakan dan akhirnya tidak ketemu juga, dia duduk di pinggir ranjang dengan wajah frustasi.

"Hah kemana sih??"

~•~

Manusia malas itu sedang bersantai seraya bermain konsol gamenya sambil menyender di sofa dan mengangkat kakinya sebelah. Dia tidak peduli dengan sampah makanan yang berserakan di depannya, cowok itu hanya berteriak seru karena terlalu menghayati isi video game.

Tiba-tiba dari belakang muncul pria paruh baya dengan tangan bersedekap perhitungan. "Ekhem!"

Cowok itu mengerjap syok sampai tak sengaja melempar konsol gamenya. Dia pun menoleh ke belakang sambil cengar-cengir tanpa dosa.

"Ck ck ck, Angga enak ya? Cepet beresin!" tegas ayahnya dengan mata melotot.

Angga pun bangkit sambil tetap cengengesan. "Hehe iya Yah, oke siap."

Ayahnya pun mengangguk. "Hm."

Tak lama setelah itu, tiba-tiba terdengar bunyi ketukan dari pintunya. "Angga, assalamualaikum, main yook!!" terdengar dua orang yang menyucapkan salam itu dengan kompak.

Angga pun menoleh kearah pintu. Dia tahu suara itu lalu dia menoleh kearah ayahnya. Dia memaki dalam hati, kenapa dua teman bodohnya itu datang saat sudah hampir tengah malam. Ibunya pun bahkan sudah tidur tapi dua manusia ini datang tanpa bilang apapun padanya.

"Udah kamu beresin, biar ayah aja yang buka." tuturnya lalu berjalan kearah pintu.

Angga tidak menjawab tapi ayahnya tahu dia akan melalukan apa saja yang di perintahnya. Dia pun meraih satu persatu sampah yang dibuatnya.

Pria paruh baya itu membuka pintunya lalu muncul dua orang dengan wajah tanpa dosa menyengir padanya. "Waalaikumsalam."

"Eh om, Angganya ada om?" kata Fion sambil bersalaman.

Reza pun begitu. "Iya om Angganya mana?"

Pak Wendi menatap dua bocah itu yang tersenyum padanya sambil membawa tas yang tampak besar dan berat.

Bukannya sewot Pak Wendi mendadak ramah dan tersenyum lebar pada dua anak lelaki tersebut. "Eh kalian, ayo masuk dulu masuk," katanya sambil memegang bahu keduanya untuk berjalan ke sofa.

Angga menatap iri dengan wajah melongo hampir datar. "Giliran temen gue dateng aja."

Dia melongo saat temannya masuk. Dia tahu apa tujuan dua sahabatnya ini. Apalagi kalau bukan menginap.

"Eh Angga," tegur Fion basa-basi bermaksud meledek.

Reza di belakang Fion membuka mulutnya tanpa suara dengan maksud, "Yhaha jadi babu!"

Angga melotot kesal lalu tangannya memeragakan gerakan memukul untuk dua temannya yang menyebalkan ini.

"Eh kalian bertiga naik gih keatas," tutur Pak Wendi sambil menepuk punggung dua temannya.

Dua cecunguk itu mengangguk girang dan saling mendorong untuk berjalan duluan. "Hehe siap om," sahut Reza.

"Angga sana anterin temennya," tutur ayahnya lagi.

Angga mengangguk senang, akhirnya dia tidak perlu membereskan kekacauan ini. "Oke oke!"

.
.
.
.
.

Angga menutup pintunya lalu merebahkan dirinya di kasur sambil menghela napas.

Tak lama dia bangkit dan menegakan dirinya. "Eh lo berdua kok gak bilang ke gue kalo mau nginep?" sungutnya sambil menyipitkan mata.

Fion merengut ledek. "Yee emang gak boleh??" tuturnya monyong-monyong.

Reza pun membanting tasnya lalu duduk di kursi puff dengan santainya. "Kita mau ngungsi dulu sebentar, iya gak coy?" lontarnya lalu mencari validasi pada Fion.

"Yoi," balas Fion sambil mengangkat alisnya.

Angga pun merebahkan badannya lagi dan menghela napas. "Hah, iya dah terserah lo," pungkasnya santai.

Dua temannya itu pun duduk di kursi puffnya tanpa dosa dan mengambil stik PS miliknya yang tergeletak di lantai.

"Eh minjemnya," tutur Fion sambil menyalakan tv tanpa menunggu jawaban Angga.

Angga menoleh malas. "Iya udah, itu jangan lupa--"

Pandangannya terhenti saat dia melihat gelang merah itu ada diatas meja tv, tepat di samping ponselnya.

Dia pun bangkit dan meraih gelang itu. Dia mengangkat bahunya. "Gelang gini doang sih," gumamnya.

"tapi kalo gak dibalikin takut nyariin," sambungnya.

Reza mendongak dan menatap temannya sedang bicara sendirian. Dia pun menoel lengan Fion dan menunjuk Angga dengan dagunya.

"Apa?"

"Itu tuh, tuh liat, gila ya?" celetuknya asal.

Fion terkikik renyah. "Lah iya."

"Woy lo gila!!?" teriak Fion spontan lalu tertawa disahut Reza.

Angga mendongak dan merengut. "Gila gila, pale lu!" katanya sambil melempar bantalnya dengan keras.

Reza dan Fion tertawa terbahak bahak sampai tawanya tidak bersuara, sedangkan Angga merengut tidak terima lalu tidak menggubrisnya.

Matanya kembali lagi beralih pada gelang itu lalu tak lama dia mengepalkannya. Berpikir bagaimana cara mengembalikan gelang ini pada cewek jutek itu.















MATSA

To be continue

MATSA [ Tamat ] 𝗿𝗲𝗸𝗼𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝘀𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang