•Quatre•

891 181 14
                                    






✧・゚: *✧・゚:* Hourglass *:・゚✧*:・゚✧




"Menurutmu, mengapa Tuhan menciptakan jam kehidupan?"



Pelan namun pasti, Doyoung bisa mendengar suara pintu ruang Kepala Panti terbuka pelan-pelan. Buku yang digunakan untuk menutupi wajah tidurnya terangkat pelan-pelan. Sebuah buku cerita bergambar, namun bukan ditujukan untuk anak-anak jika dilihat dari sampul dan sinopsis ceritanya. Sepasang matanya melirik jendela, kemudian mendongak menatap Leeteuk yang sudah berada di samping. Doyoung bangkit duduk sambil mengusap kasar wajah manisnya. Sepertinya dia ketiduran saat membaca buku berjudul The Immortality sore iru.

"Tidur nyenyak?" Leeteuk bertanya lembut. Tangannya mengusap pipi Doyoung. "Ceritanya membosankan?"

"Ya." Doyoung menjawab dengan suara serak, entah pada pertanyaan yang mana. "Mengapa Jeffrey Jung membuat cerita seperti ini? Terlalu berat dan tragis. Kejam."

Keluhnya mengundang tawa pelan meluncur dari bibir Leeteuk. Lelaki tua itu memosisikan diri duduk di samping Doyoung yang sepertinya hampir tertidur lagi.

"Jeffrey hanya ingin menceritakan usahanya untuk menyelamatkan kekasihnya, Charlie, dari jam kehidupan yang akan berhenti," kata Leeteuk. "Itu kisah nyata kalau kau mau tahu."

Kepala Doyoung sedikit miring, Leeteuk tahu kalau itu adalah kebiasaan yang akan dilakukan ketika Doyoung sedang bingung. Dan pasti, sebentar lagi ada pertanyaan yang keluar dari mulutnya.

"Memangnya ada cara untuk itu?"

Benar saja, Doyoung benar-benar memberikannya pertanyaan, tapi karena tidak tahu jawabannya, Leeteuk hanya bisa mengendik bahu pelan. Pertanyaan itu terlalu sulit, dan sejauh ini memang Leeteuk tidak pernah mendengar ada satupun orang yang berhasil menunjukkan kalau dia bisa lari dari takdir yang Tuhan berikan.

Doyoung menghela nafas. Kepalanya terasa begitu berat hingga kini menyandar di bahu Leeteuk. Usianya baru tujuh belas, tapi mengapa kehidupan ini terasa begitu melelahkan baginya?

"Jaehyun bagaimana?"

Pertanyaan Leeteuk yang tiba-tiba membuatnya kembali menghela nafas kasar. Mengapa harus tentang Jaehyun?

"Apanya?"

"Kepribadiannya, tingkah lakunya?"

Doyoung langsung menggigit pipi dalamnya. Memain-mainkan lidahnya di dalam mulut tanpa menjawab dalam waktu yang cukup lama. Haruskah Ia mengatakan pada Leeteuk tentang pertengkarannya dengan Jaehyun? Tapi dia bukan seorang pengadu, dan tidak ingin menjadi pengadu.

"Katakan saja." Leeteuk seakan membaca pikirannya, jadi mau tak mau Doyoung harus buka mulut dan menceritakan apa yang terjadi padanya dan Jaehyun pada waktu lalu.




"Dia tidak sopan. Dia tidak datang ke pemakaman Kun, juga mengataiku bodoh."

"Begitu?"

Doyoung mengangguk, setelahnya menenggelamkan wajah dalam kedua kaki yang tertekuk hingga menyentuh dada.


"Aku selalu bilang ingin menjadi seekor burung pada Ibu, dulu sekali. Dan setelahnya Ibu pasti meledekku Doyoung si Burung Kecil."

Suara Doyoung redam, tapi Leeteuk tetap setia mendengar. Ini pertama kalinya Doyoung mengatakan soal itu pada Leeteuk, untuk pertama kali juga dia membicarakan tentang keluarganya yang telah tiada.

Leeteuk cukup terkejut, tapi dia hanya bisa tersenyum sambil menggusak helaian hitam Doyoung.

"Mengapa ingin jadi burung?"

"Karena mereka bisa terbang bebas dan tidak ada jam kehidupan di tubuh mereka," jawab Doyoung. "Aku sangat membenci jam kehidupan, tapi tidak ada yang bisa kulakukan untuk menghentikan atau mencegahnya."

"Apakah kau merasa terikat dengan jam itu, Doyoung?"

Anggukan lagi sebagai jawaban. Kalau dia boleh jujur berkata pada Tuhan, Doyoung akan meneriakkan kalau dia sangat membenci jam kehidupan. Mengapa harus jam itu diciptakan? Bukannya hanya akan menciptakan ketakutan bagi mereka?

"Aku tidak bisa mengatakan apapun tentang itu, Doyoung. Tapi aku harap hingga jam itu berhenti berdetak, kita bisa melewati waktu terbatas yang Tuhan berikan dengan perasaan bahagia," ujar Leeteuk. "Kalau kau bisa mencintai jam dan dunia ini, kamu akan lebih bebas dari sekarang. Percayalah padaku."

Akhirnya Doyoung mengangkat kepala, menatap Leeteuk yang sedari tadi tak berhenti mengusap kepalanya.

"Bapak kepala..."

"Hm?"

"Kupikir Jaehyun juga sama sepertiku. Sama-sama membenci jam kehidupan," bisik Doyoung

"Mengapa berpikir begitu?"

"Karena Jaehyun menutupi jam kehidupannya dengan sarung tangan hitam dan tebal hingga tidak kelihatan."

Leeteuk tak berkata apapun setelahnya. Dia hanya bangkit lalu berjalan mendekati jendela yang terbuka lebar, menampilkan senja dengan jingga yang menghiasi mega. Angin musim panas di sore hari itu entah mengapa terasa begitu menyejukkan.

"Mungkin, ada alasan mengapa Jaehyun memakai sarung tangan itu," gumam Leeteuk. "Dan mungkin kaulah yang mampu menguak alasan yang dia sembunyikan, Doyoung."

Doyoung tidak mengerti apa maksud dari perkataan Leeteuk.

Tapi mengapa? Mengapa harus dia yang menguak alasan itu?









✧・゚: *✧・゚:* Hourglass *:・゚✧*:・゚✧

✅Hourglass • JaeDoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang