Pagi-pagi sekali Daniel sudah serba salah karena begitu terbangun, ia langsung disambut isakan tertahan di sampingnya, dimana Jihoon berbaring menelungkup dengan selimut membalut tubuhnya yang polos seperti bagian atas tubuh Daniel.
Bagian belakang kepalanya menghadap ke arah Daniel, tangannya meremas bantal dengan kuat dan ia menolak setiap Daniel ingin memeluknya.
"Aku benci Kang Daniel." bisikan itu terdengar berkali-kali di tengah isakan, membuat Daniel makin tidak keruan.
"Jihoon-ah, ma-maafkan aku."
"Kubilang jangan sentuh!"
Daniel langsung menjauhkan tangannya lagi dengan panik, "I-iya, maaf, huhuhu."
Jihoon kembali terisak tapi kali ini tidak terlalu heboh seperti sebelumnya. Ia masih tidak mau menghadapkan wajahnya pada Daniel.
"Apa sangat sakit?" tanya Daniel pelan sekali, dan langsung menelan ludah ketika Jihoon terlihat mencengkeram bantalnya lebih erat.
"Kalau kau benar-benar ingin tahu, aku akan membuatmu merasakannya sendiri." balas pria itu kesal, membuat Daniel menelan ludah lagi.
"Lain kali, aku yang akan mengambil peranmu. Aku yang akan menipumu dengan berkata 'satu kali lagi' tapi terus melakukannya berulang kali tanpa melihat situasi."
"Aku menyesal, aku tidak bermaksud menipu, aku hanya... tidak bisa berhenti." gumam Daniel yang sudah duduk bersimpuh di atas kasur seperti meminta ampun.
Iya, seharusnya dia ingat hari ini Jihoon ada jadwal recording untuk promosi restorannya di sebuah acara televisi. Bukannya membantu pemuda itu untuk lebih siap dan cukup istirahat, Daniel malah menggempurnya semalaman sampai Jihoon tertidur karena kelelahan.
Salahkan hormonnya yang sulit dikendalikan sampai Daniel lupa segalanya.
"Aku akan membantumu meredakan sakitnya. Aku akan melakukan apa saja. Huhuhu, jangan menangis, aku tidak bisa mendengarmu menangis."
"Tidak perlu bantuanmu, aku bisa sendiri!"
"Jihoon-ah. 😢"
"Kau pria yang tidak bisa memegang perkataanmu sendiri."
"Aku tahu, maafkan aku." Daniel meletakkan kedua tangannya di lutut dan menunduk dalam, sangat menyesal, "Kau boleh marah padaku, tapi biarkan aku membantu, ya? Ya?"
Jihoon terdiam, ia tidak menangis lagi tapi bahunya masih bergerak karena senggukan.
"Aku akan menyiapkan air hangat. Tunggu, ya."
Daniel bangkit dengan cepat, memungut t-shirt-nya di lantai dan keluar dari kamar.
Tidak lama kemudian, Daniel kembali dan bersimpuh di sisi tempat tidur yang dihadapi wajah Jihoon sekarang, meringis ketika melihat mata yang memerah itu menatapnya tajam.
"Aku ingin memukulmu." geram pemuda itu pelan.
"Aku memang salah." Daniel menyodorkan kepalanya, "Pukul saja. Tapi setelah itu tolong maafkan aku. 😢"
PLAK!
Jihoon benar-benar memukul kepalanya dengan telapak tangan sampai kepala Daniel menunduk dalam. Kekesalannya yang memuncak bisa Daniel rasakan langsung dari ujung tangan itu.
"Biarkan aku melampiaskan kemarahanku dulu, baru minta aku memaafkanmu!" kata Jihoon jengkel.
Daniel mengangguk patuh, semakin menunduk, "I-iya, aku mengerti."
Melihat Daniel seperti itu, Jihoon malah menyesal sudah memukulnya sehingga ia menangis lagi, "Hiks, itu pasti sakit--hiks..."
"Tidak apa-apa, chef, aku bisa tahan. Ayo, pukul lagi."
"Hiks..." untuk beberapa detik, hanya isakan tertahan lain yang beberapa kali terdengar. Sampai kemudian--
"...mau peluk saja."
Eh?
Daniel otomatis mengangkat wajah dan matanya membulat menatap Jihoon tidak percaya.
Apa telinganya salah mendengar?
Ia baru mau bertanya, tapi Jihoon sudah merentangkan tangannya meminta Daniel datang, "Hyung-ah..."
Huhuhu, ibu, Park Jihoon benar-benar malaikat! 😭
Tanpa berlama-lama, Daniel langsung mendekat memeluk Jihoon dengan terharu.
Sesaat kemudian ia memperbaiki posisi mereka hingga dirinya setengah berbaring menyandari headbed dan Jihoon bersandar di dadanya, masih berbalut selimut dan memeluk lehernya.
Tangan Daniel bergerak menepuk-nepuk punggung bawah Jihoon dengan lembut karena Jihoon mengeluhkan bagian itu sesaat yang lalu.
"Aku tidak akan ulangi lagi. Lain kali aku akan berhenti kalau kau mau berhenti." bisik Daniel menyesal.
"Bukan itu, maksudku hyung harus tahu situasi kalau mau menipuku." rengek Jihoon masih separuh kesal.
"I-iya, aku salah bicara lagi."
Daniel mengeratkan dekapannya di pinggang Jihoon dan belum menghentikan tepukan tangannya yang lain di punggung pria itu.
Jihoon memejamkan mata menikmati gerakan yang entah bagaimana bisa sedikit melemaskan otot dan meringankan perihnya.
Ada separuh kesal dan separuh syukur karena bagaimana bisa Daniel menjadi racun sekaligus obat untuknya? Kenapa dunia ini benar-benar tidak adil, sekaligus sangat adil?
"Maaf karena memukulmu." ujar Jihoon setelah beberapa saat.
"Eung, tidak apa-apa, aku memang pantas dipukul."
"Aku tidak benar-benar marah..." yang lebih muda mengaku, "aku hanya sangat cemas dan takut melakukan kesalahan di depan kamera nanti."
"Aku tidak tahu." balas Daniel sedih.
"Tapi kau Park Jihoon, kau akan melakukan semuanya dengan baik bagaimanapun keadaannya." tambah pria itu yakin.
"Bagaimana kalau aku tetap melakukan kesalahan?"
"Senyum atau tertawa saja. Orang-orang pasti akan ikut tertawa denganmu. Tidak akan ada yang marah, salah itu wajar."
Jihoon menarik napas dalam dan menenggelamkan wajah di dada Daniel, "Kalau bicara memang mudah." katanya dengan suara teredam, "Aku bertaruh mereka akan protes begitu melihat cara berjalanku yang aneh."
Daniel terkekeh separuh meringis dan semakin rajin menepuk-nepuk punggung Jihoon, semakin merasa bersalah, "Aku akan membantumu mengurangi sakitnya. Aku akan melakukan apapun. Aku--"
Jihoon mencubit perut pria itu tanpa bersuara.
"...akan--"
Cubit lagi.
"...ber--"
Cubit lagi.
"--berintrospeksi."
A/N:
Ini apa sebenernya.......
Kalau ada yg baca sampe bawah sini, kalian luar biasa, harus aku kecup!!!!! 😘😘😘 😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Gestures [NielWink]
FanfictionDitulis kalau ada ide saja, jadi tidak ada tamatnya. [Alternate Universe] Drabbles and oneshots about sweet gestures in Kang Daniel and Park Jihoon relationship. So, well... it's mostly fluff. WARNING: 📍 Shounen-ai/Yaoi/Boys love 📍 Pairing: NielWi...