"Ibu?" panggil Sena dengan pelan sembari membuka kamar Hasna yang tertutup tirai kelambu berwarna hijau tua.
Hasna yang sedang menatap jendela luar langsung beralih kepada Sena. "Ada apa?"
Jika Rena tak berada di rumah seperti ini, Sena cukup berani untuk meminta uang kepada Hasna. Maklum, sudah hampir dua bulan lamanya ia belum membayar SPP sekolah. Jika tak dibayar segera, maka Sena tak mendapatkan nomer ujian dan artinya Sena tak bisa melakukan ujian semester. Tentu saja Sena tak mau hal itu terjadi. Akhirnya, dengan sisa-sisa keberanian yang ia punya, Sena mengetuk kamar Hasna untuk meminta uang.
"Sena, mau minta uang bu. Untuk bayar SPP dua bulan, kalau nggak dibayar nanti Sena nggak bisa ujian semester," terang Sena panjang lebar.
Hasna menghela nafas sebentar, lalu mengambil dompet yang ada di nakas. "Berapa?"
"Lima ratus bu,"
Hasna mengeluarkan uang seratus ribuan sebanyak lima lembar. Namun sebelum memberikannya kepada Sena, Hasna memberikan sebuah persyaratan yang membuat Sena mengangguk antusias. "Nilai ulangan semester ini harus bagus! Kalo bisa di atas delapan puluh semua. Paham?"
Sena tersenyum miris. Namun mengangguk dengan cepat.
Boro-boro dapat delapan puluh, tidak remidi aja Sena sudah bersyukur sekali. Apalagi pada pelajaran Kimia dan Fisika yang sulitnya minta ampun. Ya ampun!
Setelah meminta uang, Sena berangkat menuju sekolah dengan hati yang lega karena uang SPP sudah ada di tangan.
Hampir satu minggu ini Sena kembali kepada rutinitasnya seperti sedia kala. Berangkat naik bus, lalu belajar, makan, belajar lagi dan pulang.
Sembari menatap jendela bus yang kusam, Sena berpikir. Bukankah menjalani rutinitas seperti itu sudah terbiasa bagi Sena? Tapi entah mengapa rasanya—hambar. Seolah-olah ada yang hilang dari hidup gadis itu.
Tak ada ucapan selamat pagi, tak ada roti dan susu stroberi lagi di bangkunya, dan tak ada yang diam-diam memperhatikannya maupun mengganggunya seperti yang biasa lelaki itu lakukan. Terselip rasa rindu yang mendalam akan kelakuan jahil orang itu. Namun, bukankah ini yang Sena minta? Bukankah ini yang menjadi keinginan Sena untuk hidup tenang? Tapi kenapa rasanya begitu kurang?
Sang kernet bus mulai mencolek bahu Sena. Biasa, Mang Benu memang selalu begitu kepada gadis itu. Jika Sena sudah melamun, maka Mang Benu akan mencolek bahu Sena ketika tujuan gadis itu telah tiba lalu akan meminta Sena untuk bercerita kepadanya ketika jam pulang sekolah nanti.
"Kenapa sih neng bengong mulu?" tanya Mang Benu sembari memberi jalan Sena untuk keluar bus yang ramai.
"Alah Mang nggak ada apa-apa. Cuma banyak pikiran, bentar lagi Sena kan ujian semester," jawab Sena turun dari bus dan memberikan uang lima ribu kepada lelaki berbaju kumal itu.
Mang Benu mengetuk pintu bus, tanda agar bus kembali melaju. "Uangnya simpan aja buat jajan. Nanti cerita ya neng! Mang Benu kerja dulu! Assalamualaikum!"
Sena tersenyum sembari melambaikan tangan bersamaan dengan kepulan bus yang mengudara. "Waalaikumsalam Mang!" teriak Sena dengan keras.
Setelah bus itu pergi, Sena menghela nafasnya lelah. Tiba-tiba seseorang datang dan menggandeng Sena seenak jidatnya.
"Eh elo Han," sapa Sena lesu. Ternyata Jihan, Sena kira—
"Lo kira gue Kak Alex kan? Ya kan?" Jihan mulai usil. Ia mencolek dagu Sena hingga membuat gadis itu risih.
"Apaan sih! Kagak!" bantah Sena dengan kesal.
"Kalo dibuat judul ftv nih ya, Cintaku yang Terhalang Try Out Kelas 12. Huhu kacian sepi kan hari lo tanpa Kak Alex!" goda Jihan.
"Idih apaan sih! Nggak jelas lo!" Sena segera pergi meninggalkan Jihan yang mulai menyebalkan sedangkan Jihan tanpa pikir panjang langsung mengekor sembari terus menggoda. Emang dasar sahabat sinting!
"Ya kan? Lo kangen kan? Jujur aja deh kalo lo itu—" ucapan Jihan terhenti tepat ketika masuk ke dalam kelas, seseorang duduk selonjor di bangku Sena dan Jihan sudah berdempetan menjadi satu.
Jihan membekap mulutnya tak percaya dengan pemandangan yang ia lihat sedangkan Sena hanya melotot dengan ekspresi tak terbaca.
Bagaimana tidak? Lelaki itu, Alex, sudah ada di sana dengan tangan yang menyilang di dada dengan sangat keren. Bahkan aura cool nya menguar hingga hampir seluruh kelas terpana dengan wajah tampannya.
Alex yang sedang melihat ponselnya seketika mendongak. Setelah melihat target yang ia tunggu, lelaki itu segera menegakkan badannya dan berjalan ke satu titik.
Sena.
Lelaki itu menggerakkan matanya untuk menyuruh Sena duduk. Dan ajaibnya, Sena menurut! Mungkin karena Sena masih dalam keadaan antara terkejut dan tidak percaya dengan seseorang yang tiba-tiba hadir setelah hampir satu minggu menghilang bak ditelan bumi.
Alex mengeluarkan kresek putih yang ada di laci. "Ini jatah susu dan roti lo selama gue nggak ada,"
"Ha?" Sena bengong ketika Alex mengeluarkan roti dan susu yang banyak.
"Sebenernya sih udah gue kasih ke Pak Rudy, tapi kayaknya sama Pak Rudy dimakan sendiri deh. Mungkin dia lupa harus ngasih makan macan," kekeh lelaki itu membuat hampir seluruh kelas tersenyum penuh iri.
Sena merengut. "Macan? Maksud lo gue?"
Alex menggeleng dengan senyum kekehan andalannya. Ia mengeluarkan sebuah boneka dan menaruhnya di atas meja. "Ini dia macannya,"
"Itu unicorn goblok!"
Alex menggeleng dengan gaya soknya seolah-olah tak mau merasa bersalah jika hewan yang ia sebutkan tadi salah. "Emang salah kalo gue kasih nama boneka ini macan?"
Menyebalkan!
Sena mendengus kasar. "Anjing!"
"Bukan anjing, namanya tuh macan Sena,"
"Kelakuan lo Alex yang anjing."
Oh, okay :') batin Alex miris.
Sesuai janji yaaaaa :))
Gimana sama part ini? Bagus ngga?
Adegan yang paling disukai?
Kangen tidak?
Next tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
BimaSena✔️ COMPLETED [SEQUEL KEYLANDARA #1]
Teen Fiction• COMPLETED || SEQUEL KEYLANDARA || BISA DIBACA TERPISAH • "Let see seberapa kuat lo nahan godaan dari gue, Arsena Lavenia Azura." -Alexander B. Zanuar- "Gue bersumpah kalau jatuh cinta sama lo itu adalah KUTUKAN! Lo sial b...