19 November 2018
Hari ini Carlisle menghilang. Ia tidak meneleponku seperti biasa, huh, membuat khawatir saja. Jikalau hari ini tidak ada badai salju, sudah kupastikan dia baik-baik saja dengan datang ke rumahnya.
Aku menatap kosong ke arah jendela. Salju turun dengan derasnya, membuat kebulan asap putih terbentuk setiap kali aku menghembuskan karbon dioksida.Apa Carlisle baik-baik saja? Apa dia sedang makan mi instan sekarang?
Atau yang terburuk ... apakah dia akan mempercepat 'tanggal'-nya?Pemikiran itu membuatku insecure sendiri. Aku mengecek ponselku dan kembali berusaha meneleponnya, namun nihil, ia terlihat online lima jam yang lalu.
Aku menyangga daguku dengan kedua tanganku, berusaha meredan pemikiran yang berkecamuk."Tring, tring!" bel berbunyi.
"Astaga, Carlisle Hershey!" pekikku begitu Carlisle muncul, dengan wajah pucat dan mata bergetar.
"A-aku barusan jalan sebentar," ucapnya lirih, tapi berusaha tersenyum.
"Bohong!" pekikku dengan nada panik. "Astaga, kamu panas. Sialan, membuat khawatir saja."
Ia terlihat kesakitan. "Aku tidak bisa memasak...."Baru saja aku akan mengajaknya makan, ia jatuh pingsan di ruang tamu. Aku memapahnya ke ruang tengah, untung saja tubuhnya kecil. Setelah menyiapkan kompres untuk dahinya dan hotpacks untuk menghangatkan tangannya, aku mengusap perlahan rambut Carlisle.
"Carlisle bodoh," gumamku.
Ia melenguh kecil.
"Carlisle bodoh!" desisku dan mulai berurai air mata. "Tau nggak sih, betapa khawatirnya aku? Aku takut kamu kenapa-napa! Aku takut kamu udah nggak ada ... dan tolong jangan pergi."Tetapi, Carlisle tetap dengan mata tertutup dan mulut bungkam.
.
Aku boom update! Maaf ya, aku lama upnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
chance // hrj ✔️
Cerita Pendek' "I'm sorry. For not taking the last chance." cover: nicola samori, 1977