Awal bulan maret pagi ini berbeda dengan bulan bulan sebelumnya, gemericik suara kolam ikan sayup sayup terdengar, siuran angin sepoi sepoi seolah menghindariku , hanya rintik hujan yang setia pada pagi ku hari ini. Jam dinding yang menunjukkan pukul Sembilan lewat sepuluh menjadi saksi pertama kali aku mengetahui sakitku yang baru ku ketahui lewat pembicaraan seseorang berjubah putih yang dipapan depan pintu tertulisl dokter much. Sofwan Sp.OT, padaku dan mamaku. Suasana rumah sakit hari ini nampaknya tak ada semangat. Nyaris pucat layaknya, Wajah disekitarku seakan tak ada aliran darah yang dilaluiseluruh wajah mereka, atau karena tempat ini tempat persatuan orang sakit, entahlah, yang ku tau adalah mereka semua menyaksikan awal mula kesedihanku. Untuk pertama kalinya aku tahu kalau sakit ini akan menemaniku , ku harap hanya sesaat.
“de’ coba cek darah, supaya kami bisa tau kepastian dari penyakit de’ “, pelan suara dokter berperawakan muda ini menyampaikan.
“saya akan memberikan surat ini kebagian cek darah ”, tambah dokter lagi sembari member secarik kertas dari coretan yang sedari tadi ia tulis.
Hari itu tiba-tiba berubah menjadi hari yang tak bersemangat , penuh peluh, dan tanda Tanya. Iya , tanda tanya tentang sakit apa yang sedang ku idap kini. Seolah memainkan sebuah peran , dimana peran tersebut menuntut untuk selalu tersenyum manis pada setiap aktris yang lain. Tepatnya berpura pura tegar. Sial. Apa aku bisa?.
***
Setiba ditempat pengambilan darah, wajahku pun pucat pasih, entah takut akan tajamnya jarum suntik yang akan masuk ke kulitku atau karena wajah suster yang mengambil darahku itu serupa monster di film kartun di hari minggu pagi. Namun, ssemuanya perlahan sirna, tiba tiba suara bak kapas keluar dari bibir tebal miliknya. Amaze !! nggak percaya, badan kekar seperti mike Tyson , ternyata berperilaku bak Cinderella dari negeri andalisia. Dirabanya tanganku, dibujuknya, diberinya aba-aba, dan semua proses suntik menyuntik yang membuatku keringat dingin usai secepat kerlipan blits foto.
“ sudah selesai de’ “, senyum hangat nya tak mewakili kenampakannya
“terimakasih”, senyum yang tak kalah hangatnya pula ku sodorkan kepadamya.
Seusai proses pengambilan darah itu sejenak kami menunggu diluar ruangan sembari menunggu hasilnya, mengingat proses tadi sedikit membuatku merasa geli terhadap diriku sendiri yang takut sampai merasa hampir membekukan tulang tulangku.
Selang 2 jam seseorang berbaju putih dan berjas putih, mirip seperti baju lab di bangku sekolah dulu , keluar dari ruangan pengambilan darah tadi. Ia pun menyebut namaku “Sheila fajar”. Aku menaikkan tanganku , tak melambai, namun sedikit gerakan (bukan seperti lambaian tangan model yang lenggak lenggong di catwalk, hilangkan itu dari fikiranmu!) tanda bahwa nama yang disebutkan itu adalah namaku. Lelaki berbaju lab itupun menghampiri kami. “ini hasilnya bu’ “, mama mengambilnya tepat di hadapanku dengan gerakan yang cukup sigap.
Langkahan kakiku pun menapaki jalan yang tadi , kembali ke dokter, dan melanjutkan ke tempat CT-Scan LaluHasil yang membuktikan bahwa tulangku mengalami pengecilan pada bagian pelvis sebelah kiri yang di karenakan oleh virus TB (di baca ti bi ) yang membuatku sontak terkulai lemas, tak ada daya, hanya tangis, ia , tangis yang spontan ku keluarkan tepat di hadapan dokter (namun tak sampai mengeluarkan aliran air pada hidung, hilangkan itu dari fikiranmu) seperti hujan deras yang sangat awet dan tak ada reda reda nya. Dokter ahli ortopedi yang cukup dikenal banyak orang ini, membuatku ingin teriak sekencang-kencangnya , ingin ku hancurkan hasil tadi. Namun ku fikir itu terlalu naif. Aku mencoba mencubit diriku, semakin keras, hingga terasa sakit , dan aku tersadar kalau aku tidak bermimpi. Sembari pengalihan perhatianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Conquer Your Heart
General Fictioncerita ini adalah cerita seorang gadis dewasa, yang sedang berjuang akan penyakit yang di deritanya, namun tiba-tiba harapan demi harapannya merekah ketika bertemu dengan seseorang yang dia temui dirumah sakit tiba menyapa hidupnya , ia memanggilnya...