17 | Toxic Mind

8 1 2
                                    

-⚠️-

"Ah, tenggorokanku sakit." Rintihku ketika keluar dari toilet, setelah akhirnya darah di hidungku berhenti mengalir.

Aku pergi ke dapur untuk minum. Melihat sekitar ruangan yang sudah bersih. Sepertinya Delyn yang membersihkannya ketika aku mengantarkan Galuh pulang.

"Aku hanya ingin kamu tahu, kalau aku mencintaimu dengan tulus, Aresta."

"Cih, bullshit." Keluhku ketika mengingat pernyataan Galuh kemarin.

Tapi entah kenapa, aku merasa tidak ada salahnya untuk membalas perasaan Galuh. Mungkin ada benarnya dia setia padaku sampai menungguku dalam 5 tahun ini. Lagi pula ini urusanku.

Lalu aku menyalakan smartphone-ku untuk menghubungi Galuh.

"Wah gila, banyak anak kampus yang menghubungiku." Aku melihat ratusan personal chat yang masuk, juga puluhan panggilan tak terjawab.

Bukan waktunya mengurusi mereka, aku harus menghubungi Galuh.

[Halo]

"Galuh? Kau ada di rumah?"

[Wah, ada apa tiba-tiba? Apa kamu sudah paham dengan ucapanku kemarin malam?]

"Sepertinya begitu. Kalau kamu memang sudah selama itu mencintaiku, bagaimana kalau kita lanjutkan hubungan kita?"

Tidak ada jawaban dari Galuh. Hanya ada samar-samar bising di sekitarnya.

[Hmph! Dasar bodoh. Aku tidak mau]

"Apa!? Hei, jangan bercanda." Kenapa aku seperti di permainkan seperti ini!?

[Kamu ternyata sedikit gampangan. Tapi aku sedang makan di cafe xy]

Panggilan terputus. Aku yang paham dengan ucapannya itu pun segera bersiap untuk pergi menemuinya.

Aku menginjak gas dan mobilku mulai melaju membelah jalanan. Kebetulan jalanan Bandung sedang tidak begitu macet. Jadi tidak memakan waktu yang lama untuk sampai di cafe tujuan ku.

Aku masuk kedalam cafe itu dan mencari seseorang dengan rambut pendek hijau pucat milik Galuh.

"Di sini." Panggil seseorang di arah jam 7, melambaikan tangan sambil tersenyum.

Aku pun menghampirinya kemudian menarik tangannya keluar. Membawanya masuk kedalam mobilku tanpa mengatakan apapun.

"Sakit, apa sih maksudmu?" Tanya Galuh sambil merintih mengusap tangannya.

Aku menarik dagunya dan mengecup bibirnya singkat. Membuat matanya membulat karena terkejut.

"Ini yang kamu mau, bukan?" Tanyaku yang masih berjarak beberapa centi dari wajahnya.

Galuh membisu. Ia terlihat terkejut dengan apa yang aku lakukan. Ia lalu tersenyum dan kembali mengecup bibirku kemudian menyandarkan punggungnya di jok.

"Terserah kau saja."

Aku mematapnya kemudian tersenyum kecil. Aku pun mulai menjalankan mobilku menuju suatu tempat.

Kami sampai di sebuah tempat di Bandung. Sebuah kawasan pecinan yang sudah di rombak sekian rupa hingga menjadi tempat wisata estetik. Chinatown.

"Aku baru tau kalau ada tempat seperti ini di Bandung." Galuh tertegun ketika kami berjalan menuju tempat tersebut.

"Sebenarnya ini juga pertama kalinya aku ke sini." Jawabku.

Galuh menoleh padaku sambil tersenyum. Kemudian merangkul tanganku untuk masuk ke dalam. Nuansa desa Cina di sini begitu melekat. Di mulai dari dekorasi hingga hidangan yang mereka sediakan.

Still xx You (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang