Nyalakan AC jangan lupaa, kalian akan melintasi gurun sahara. Naik ke bus, jangan sampai ketinggalan!!! Pakai sabuk pengaman!!!
Kita berangkat!!!! 🚌🚌🚌 jangan lupa tinggalkan jejak lewat komentar, biar kita gak kelupaan jalan pulang nanti.
14. Cermin Dua Arah
“Mereka hanya cermin dua arah yang memberikan bayangan berbeda di setiap sisinya.”
“Sejauh ini bagaimana kondisinya? Kalau Tara masih sering ketergantungan obat, berarti dia belum bisa dinyatakan sembuh.”
“Belum bisa dinyatakan sembuh? Tapi Tara selalu meminum obatnya dengan teratur. Kenapa kondisinya belum membaik?”
Samar-samar terdengar helaan napas dari dalam sana. “Tara enggak menjalani terapi psikologis, obat hanya pereda sementara. Kalau kondisinya semakin parah, mungkin obat yang aku kasi gak akan mempan lagi. Itu hanya anti-depresan dan beberapa obat ringan lainnya.”
Hening sejenak, sebelum sebuah suara kembali terdengar. “Kemungkinan paling buruk dari kondisinya, apa?”
“Tara bisa berbahaya untuk dirinya sendiri dan orang lain. Penyakit fisik yang ditimbulkan bisa berupa hipertensi atau tekanan darah tinggi bahkan mengancam kesehatan jantung. Kakak tau sendiri seberbahaya apa kondisinya sekarang, kan? Aku takut ada efek samping lain lagi kalau enggak segera ditangani.”
Cukup. Tara tidak ingin mendengarnya lebih jauh.
Cewek itu menurunkan tangannya dari gagang pintu kamar mamanya. Tubuhnya menegang, bahkan telapak tangannya terasa dingin padahal suhu di dalam rumah hangat. Tara memutuskan berbalik pergi dan melangkah menuju kamarnya, membuka pintu, kemudian menutupnya dengan sedikit bantingan keras.
Dia merogoh sesuatu dari dalam tasnya, kemudian melempar botol obat itu ke dalam tong sampah. Menyedihkan. Tara tidak membutuhkan obat seperti itu.
Dadanya terasa sesak. Dia benar-benar membenci kondisinya saat ini. Kedua netra hitamnya berkaca-kaca, wajahnya memerah, tapi Tara tidak bisa menangis. Sama sekali tidak bisa. Bahkan Tara lupa kapan terakhir kali dia menangis, mungkin sekitar beberapa tahun yang lalu. Entahlah, dia benar-benar lupa.
Kedua tangannya yang terkepal bertumpu pada meja riasnya, mencoba menahan diri agar tidak meninju cermin di depannya hingga hancur untuk yang kesekian kali. Tara memang gila, dan dia tidak ingin mengakuinya. Tara memang sakit, dan dia juga tidak ingin mengakuinya.
“Gue ngerasa sehat, tapi kenapa mereka berlebihan?” elaknya.
“Apa karena gue bikin cermin ini hancur berkali-kali? Apa karena gue pernah bikin satu-satunya temen gue celaka? Apa karena gue pernah bikin orang lain kecelakaan? Gue enggak ngerasa ngelakuin itu semua,” monolognya seolah berharap bahwa bayangan dirinya di cermin ini percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CYBERTRON: A Raider Is The Bos
Teen Fiction(Republish, judul sebelumnya: AlTar) 𝐅𝐚𝐭𝐚𝐥 𝐂𝐡𝐚𝐫𝐦𝐢𝐧𝐠 Yang namanya geng penggila tawuran pasti selalu mendapat perspektif buruk di mata manusia tukang julid. Itu namanya hukum alam. Cybertron memang geng beken di kalangan anak muda, ikat...