Tok! Tok! Tok!
"Jihoonie," Jihoon menerjapkan kedua mata sipitnya setelah suara lembut sang eomma mengalun memamanggil namanya. Setelah kedua matanya sukses membuka, sambil menguap lebar, kedua mata sipitnya melirik jam di atas nakas sebelah tempat tidur. "bangun sayang, ada Soonyoung di bawah."
Jihoon mendengus begitu mendengar nama Soonyoung disebut. Jam miliknya masih menunjukan pukul setengah tujuh pagi, dan Soonyoung sudah berada di rumahnya sepagi ini. Benar-benar manusia sipit itu.
"Jihoonie, eomma masuk ya." Jihoon menyibakan selimutnya bersamaan dengan eommanya yang memasuki kamar, kemudian mendudukan dirinya di pinggir kasur Jihoon. Sang ibu terkekeh pelan kala melihat rambut berantakan sang anak. Tangan sang ibu terulur untuk merapikan rambut sang anak seraya mengeluarkan suara lembutnya. "Sayang, ada Soonyoung di bawah, katanya ada yang ingin dibicarakan."
"Bilang saja aku kecapean, tidak bisa begerak turun dan bicara." Jihoon membalas dengan wajah sebalnya yang membuat ibunya terkekeh pelan. "Sedang bertengkar dengan Soonyoung hmm?"
Jihoon menghembuskan nafasnya kuat-kuat tanda tak ingin membahas apapun tentang laki-laki sipit itu seraya menjauhkan kepalanya dari jangkauan tangan ibunya. "Tak tau, eomma cepat turun, aku masih ngantuk." Gadis itu kembali menyelimuti dirinya hingga bahu. Membuat sang ibu hanya dapat tersenyum maklum.
"Kau tidak ada jadwal?" Ibunya bertanya setelah Jihoon menyamankan posisi tidurnya dan kemudian menutup mata sipitnya.
"Nanti siang ada, tapi aku mau bolos, maagku kambuh sepertinya, eomma." Jihoon menjawab tanpa membuka matanya. Ibunya menghembuskan nafasnya pelan lalu mengusap pelan kepala Jihoon. Anaknya pasti sedang stress hingga mengabaikan kodisi tubuhnya. "Baik lah istirahat, eomma buatkan bubur dulu."
Suara terakhir ibunya yang Jihoon dengar sebelum mendengar suara pintu tertutup. Secara perlahan kedua mata sipit Jihoon terbuka dan kemudian helaan nafas panjang terdengar. Gadis itu merasa bersalah sebenarnya melampiaskan kekesalannya pada ibunya yang tak tau apa-apa. Tapi Jihoon juga tak mau membahas dan bertemu Soonyoung hari ini. Semoga saja ibunya mengerti.
Lamunan Jihoon buyar ketika mendengar suara pelan dari ponselnya yang tersimpan di atas nakas sebelah tempat tidurnya. Kedua mata sipitnya kini melirik ponselnya yang bergetar beberapa kali tanda ada beberapa pesan yang masuk. Gadis mungil itu menghembuskan nafasnya sebelum meraih ponselnya dengan layar menyala menampilkan pop-up chat milik Soonyoung.
Soonyoung
Ji, jangan lupa makan dan minum obatmu, cepat sembuh ya.~
"Sudah bicara dengan Soonyoung?" Wonwoo bertanya pada Jihoon yang kini sedang tiduran di kasurnya seraya membaca novel. Mengabaikan Wonwoo serta Jeonghan yang sejak setengah jam berada di kamar gadis mungil itu.
Jihoon tak berniat menjawab, bahkan gadis itu kini malah bergerak memunggungi Wonwoo. Membuat Wonwoo geram. Benar-benar habis kesabarannya menghadapi sikap Jihoon yang kekanak-kanakan seperti ini. Setengah jam gadis itu mendiami keduanya saat mulai membahas kuliah dan juga masalah dengan manusia sipit yang membuat Jihoon uring-uringan.
"Ya! Aku sedang bicara!" Gadis kurus dan juga tinggi itu kemudian mengambil boneka Jihoon secara acak dan melemparnya tepat di wajah Jihoon. Membuat Jeonghan yang sejak tadi duduk diam di meja belajar Jihoon terkekeh pelan.
"Aku tidak mau dengar." Jihoon membalas dengan kedua tangannya yang menutup telinga. Berhasil membuat gadis bermaga Jeon itu menghembuskan nafasnya kuat-kuat, tanda bahwa gadis tinggi itu benar-benar kehabisan kesabarannya.
"Kau ini kenapa semakin bebal sih kalau dinasihati hah?" Wonwoo mengomel setelah menarik paksa salah satu tangan Jihoon yang menutupi telinga. Gadis itu bahkan memutar badan Jihoon untuk menatapnya. Membuat Jihoon menatap balik gadis tinggi itu dengan tajam lalu menyentak tangan Wonwoo.
"Harap mengaca, Jeon." Jihoon mendengus sebal lalu melempar boneka tadi ke wajah Wonwoo. Wonwoo dan dirinya memang sama-sama keras kepala tapi tak sadar saja gadis tinggi itu.
"Hei sudah, sudah," Jeonghan akhirnya turun tangan melerai dua sahabatnya yang memiliki perbedaan tinggi yang cukup jauh itu. Kaki jenjang gadis cantik itu berjalan mendekati ranjang Jihoon dan mendudukan bokongnya di dekat mereka. Kemudian mengambil boneka yang mau Wonwoo lemparkan lagi ke Jihoon.
Jeonghan tersenyum lembut kemudian menghadap Jihoon. Tangan kanannya beralih mengusap rambut Jihoon dengan lembut. "Ji, mau sampai kapan kau seperti ini? Tadi siang kudengar Sir Kim membicarakanmu yang tidak ikut kelas." Suara lembut Jeonghan mampu membuat Jihoon terdiam menundukan kepalanya kemudian mengangkat kedua bahunya, seolah menjawab pertanyaan Jeonghan tadi.
"Aku cerewet padamu seperti ini itu karena aku peduli dengan kuliahmu. Kau mau mengulang mata kuliah semester ini? Berapa mata kuliah yang mau kau ulang hah? Seminggu ini kau bolos semua kelasmu ya, kau pikir aku tidak tau." Wonwoo kembali mengomel dengan wajahnya yang sebal. Membuat Jeonghan mengusap bahu sempit gadis itu kemudian tersenyum lembut. Wonwoo yang ingin mengomel lagi, langsung saja terdiam lalu menghembuskan nafasnya ketika melihat Jihoon yang kini semakin menundukan kepalanya.
"Ji, segera lah bicara dengan Soonyoung dan selesaikan masalah kalian berdua." Jeonghan kembali bersuara dengan lembut seraya mengusap beberapa kali rambut Jihoon, sebelum beranjak dari kasur Jihoon. Tangan Jeonghan pun menarik lengan Wonwoo untuk beranjak juga. Jeonghan ingin memberikan waktu untuk Jihoon berpikir serta menyelesaikan masalahnya.
Wonwoo yang paham kode Jeonghan pun segera beranjak. Gadis itu langsung mengambil tas miliknya, begitu pula dengan Jeonghan. Gadis bermaga Jeon itu mengusap beberapa kali bahu Jihoon baru membuka suaranya. "Istirahatlah, Ji, kami berdua pamit pulang."
Kedua sahabat Jihoon itu pun keluar kamar tanpa menunggu balasan, menyisakan Jihoon yang masih menundukan kepalanya. Gadis itu masih saja memikirkan perkataan kedua sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpisah Itu Mudah [Soonhoon GS]
Hayran KurguSoonhoon couple. Padahal berpisah itu memang mudah, namun menghapuskan semua kenangan kita adalah hal yang paling menyulitkan untukku Disclaimer : seventeen milik pledis dan keluarga mereka. Ide cerita murni milik sendiri. Terinspirasi dari lagu ber...