Episode 1

4 0 0
                                    

Hari ini, kami kedatangan murid baru. Semua orang riuh dengan topik tersebut, kalian tenang saja itu tidak berlaku untukku karena aku sama sekali tidak peduli, benar-benar tidak peduli. Bahkan meningkatkan level permainan piano di hp androidku adalah sesuatu yang lebih menarik untukku jalani saat ini.

Setelah lama terlarut pada permainan yang ku mainkan, aku memutuskan untuk mengakhirinya mengingat dua menit lagi bel akan berbunyi. Aku menyimpan handphoneku ke dalam tas, mengeluarkan peralatan belajar dan buku paket, dua menit selanjutnya bel berbunyi seperti perhitunganku.

Ternyata benar! gosip hari ini bukan hanya gosip belaka. Hari ini benar-benar ada murid baru laki-laki masuk kekelas kami. Sedikit ku akui anaknya sedikit tampan dan sepertinya sopan, terlihat dari cara ia berjalan dan berbicara

Penilaian macam apa itu!

"Silahkan nak Devan."

Laki-laki itu mengangguk,"Terima kasih bu."

"Hallo, perkenalkan nama saya Devan Julio. Kalian bisa panggil devan, saya harap kita bisa menjadi teman baik, terimakasih." ucapnya dengan lantang tak lupa dengan senyuman kecil.

Awalnya kukira ia hanyalah murid baru pada umumnya. Sampai pada akhirnya, aku sadari pengaruh kehadirannya sangat besar dalam sebagian kisahku selanjutnya.

.....

Setelah sekitar kurang lebih sebulan kedatangan murid baru laki-laki bernama devan, kelas kami di penuhi dengan pujian akan banyaknya kemenangan yang devan hasilkan.

Ya, devan sangat pintar.

Apalagi pada bidang matematika yang semua orang juga akan mengetahui bahwa aku memang sangat lemah di bidang tersebut, termasuk devan.

Akan ku ceritakan...

Kegiatan sudah selesai, semua murid dipersilahkan untuk memasuki kelas mereka masing-masing. Tapi biasanya kamu akan di beri waktu untuk istirahat sejenak.

Gadis itu duduk,"Jovanka, kamu Liat devan?"

Aku menggeleng sangat yakin, sekalipun aku melihatnya akan kupastikan jawaban atas pertanyan yang gadis itu ajukan akan tetap kujawab dengan gelengan. Terlalu malas untuk menjelaskan tentang laki laki bernama devan itu.

"Aduhhh gimana ya, bisa minta tolong cari devan?"

"Aku baru duduk lohh ca." jawabku agak menyindir, sengaja ku lakukan agar dia mengerti bahwa aku tidak senang jika harus berurusan dengan murid baru tersebut.

Gadis berkulit putih itu tampak kebingungan,"Gimana dong? Please kali ini aja."

"Kenapa tidak kamu saja yang cari?" aku mulai menjawab dengan pertanyaan, ku lihat gadis didepanku ini menunjukkan beberapa tumpukkan kertas yang dikumpulkannya menjadi satu.

"Aku disuruh ngumpul laporan kemarin. Mau ya Jov?"

Baiklah aku melemah jika harus berhadapan dengan seseorang yang memiliki wajah imut sejak lahir.

"Yasudah."

Rasyah tersenyum senang,"Beneran?" aku mengangguk tenang

"Ya ampun makasih banget, tambah cantik deh."

"Aku tau, yaudah aku mau cari dulu." jawabku percaya diri dan mendapat cibiran dari rasyah.

"Hati-hati ya!"

Aku mengangguk, sedikit memberikan senyuman kecil ketika hendak berjalan keluar.

Setelah lama berjalan mencari keberadaannya, akhirnya ku temukan dia di taman belakang sekolah, aku berjalan mendekat ke arahnya. Tanpa melihat aku berkata, "Kamu dicariin rasyah, katanya mendadak." aku sedikit berbohong soal 'mendadak' kulakukan biar semua lebih cepat dan praktis.

Kedatanganku yang tiba-tiba membuatnya reflek mendongak, menatap kearahku. Aku balas menatapnya, tidak benar-benar menatap hanya meliriknya sekilas.

"Tugasku sudah selesai, kalau begitu aku pamit duluan." kataku mulai berjalan pergi.

"Mau saya ajari?"

Perkataannya membuat langkah kakiku terhenti, bukan karena apa-apa hanya saja suara yang keluar dari mulutnya membuatku sempat tidak percaya. Dia itu si raja diam. Hanya bisa menatap dan berbicara sepatah dua kata yang dianggapnya sangat penting karena jika ia tidak berbicara seperti akan terjadi sesuatu hal yang buruk.

"Maksudmu?" aku balik bertanya.

Tanpa menatap ke arahku ia melanjutkan perkataannya,"Saya dengar nilai matematikamu paling rendah di kelas."

Kalimat kedua yang ia lontarkan kepadaku untuk pertama kalinya sungguh membuat hatiku sakit, bagaimana bisa ia mengatakan itu tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.

Aku menatapnya marah,"Tidak perlu repot-repot!" jawabku ketus dan berjalan pergi dengan rasa kesal yang kubawa.

Tentang kalimat yang aku katakan bahwa ia sopan kutarik telak.

Ingin rasanya aku memukul mulutnya itu dengan keras agar ia jerah dan tidak akan pernah kembali mengucapkan kalimat seperti itu. Lagi pula aku tidak sebodoh itu, kalimat yang ia lontarkan tadi jelas-jelas seperti mengatakan kalau aku ini bodoh. Nilai biologiku tinggi bahkan aku pernah menjuarai beberapa kompetisi sains, dia itu hanya murid baru yang tidak mengetahui apa-apa!

Aku kembali ke kelas dalam keadaan kesal, aku benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapapun tapi tiba-tiba seseorang menyentuh pundakku, aku tahu itu pasti rasyah terlihat jelas dari pantulan botol minum berwarna hitam milikku.

"Mana devannya Jov?"

"Tidak tahu!" lagi-lagi aku berbicara dengan nada yang ketus. Aku tahu ini salah tapi ketika aku sedang marah semua hal yang berada didekatku akan terkena imbasnya juga.

Seperti tahu aku sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja rasyah mengelus pundakku, dan berjalan pergi menjauh.

....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The SmartestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang