Eight

4.1K 263 39
                                    

'Leon, aku takut ....'

'Tenanglah, semua akan baik-baik saja.'

'Bagaimana jika aku hamil?'

'Aku akan bertanggung jawab.'

'Sungguh?'

'Iya.'

'Aku mencintaimu, Leon.'

'Aku lebih mencintaimu, Alea....'

Leon terkesiap, jantungnya seolah berhenti berdetak selama beberapa saat. Wajahnya pun seketika berubah pucat. Kenangan bersama Alea tiba-tiba melintas di pikiraannya saat menatap Aeris. Entah kenapa wajah gadis itu terlihat sangat mirip dengan Alea.

Aeris membuka mata perlahan karena merasa Leon tidak lagi menyentuhnya. Gadis itu mengerutkan dahi menatap wajah Leon yang berubah pucat.

"Kamu kena--" Aeris tidak melanjutkan pertanyaanya karena Leon meraih selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Maafkan aku." Leon mengecup kening Aeris lalu pergi begitu saja, meninggalkan sebuah tanda tanya besar di kepala gadis itu.

***

Leon menyalakan shower. Membiarkan air dingin itu jatuh membasahi tubuhnya. Dia butuh ketenangan karena bayangan Alea memenuhi setiap sudut ruang di dalam pikirannya. Semua ini membuatnya muak. Bagaimana mungkin dia masih memikirkan gadis lain padahal sudah menikah dengan Aeris. Apa dia sudah gila?

Tiga tahun bukan waktu yang cukup bagi Leon untuk melupakan seseorang yang pernah mengisi hatinya begitu saja. Apalagi orang itu adalah cinta pertama. Bayangan Alea selalu saja muncul jika dia sedang mencoba dekat dengan gadis lain.

Leon mengusap wajah kasar teringat dosa yang pernah dia lakukan bersama Alea di masa lalu. Sebaik-baiknya lelaki sepertinya bukan berarti tidak mempunyai sisi buruk. Dia berubah menjadi lelaki yang begitu agresif saat bersama Alea. Gadis itu yang membuatnya merasakan cinta sekaligus surga dunia untuk pertama kalinya. Hubungan Leon dan Alea begitu intim. Mereka seolah-olah tidak mengindahkan norma-norma yang diajarkan oleh kedua orang tua mereka.

Apa Leon menyesal? Entahlah, dia hanya termenung menatap bayang diri dalam cermin kamar mandi.

Tiga tahun yang lalu Alea datang menemuinya. Gadis yang biasanya selalu ceria pagi itu terlihat gelisah. Alea seperti mencemaskan sesuatu. Leon yang tidak tahan akhirnya bertanya apa yang membuat gadis itu gelisah, tapi Alea tidak juga menjawab pertanyaannya, malah menunjukkan benda kecil pipih berbentuk persegi panjang dengan dua buah garis merah sejajar.

Leon tercengang melihatnya. Dia tidak pernah menyangka akan menjadi seorang ayah di usianya yang menginjak dua puluh tahun. Leon merasa sangat bahagia karena Alea akan menjadi ibu dari anaknya. Dia tidak sabar ingin mengenalkan gadis itu sebagai calon istri ke orang tuanya.

Namun, beberapa hari kemudian Alea tiba-tiba meminta putus dan menghilang tanpa jejak. Hidup Leon sektika hancur. Dia kehilangan belahan jiwa sekaligus calon buah hatinya. Di mana gadis itu sekarang? Apa Alea dan buah hatinya baik-baik saja?
Entahlah, Leon tidak tahu.

***

Perasaan Aeris mendadak tidak tenang karena Leon keluar dari kamarnya begitu saja. Dia merasa ada sesuatu yang mengangganggu pikiran Leon hingga membuat lelaki itu tidak lagi menyentuhnya. Apa Leon tidak tertarik dengan tubuhnya?

Aeris menggeleng keras. Sepertinya alasannya bukan karena itu. Tetapi karena apa? Apa Leon menyembunyikan sesuatu darinya?

Menikah dengan Keponakan [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang