(Season 2) 15. Why?!

271 32 0
                                    

"Moh mbak, aku isin." ucap Zico.

"Lah kenapa?!" ucap Lisa.

Zico tak menjawab. Dan langsung pergi dari hadapan kakaknya.

"Yan, gak boleh gitu. Lu harus temuin teman lu, lu gak boleh malu. Udah gak papa kalau ada apa-apa bilang Mbak, nanti biar Mbak yang urus." ucap Lisa.

Zico menghentikan langkahnya dan menoleh lalu tersenyum pada kakaknya.

"Kesuwun Mbak," ucap Zico.

Lisa mengangguk. Lalu Zico langsung pergi menemui Esta dan yang lainnya.

Zico berjalan kearah mereka. Dan Fakhri langsung tersenyum pada Zico. Sedangkan Zico hanya menunduk.

"Zi, duduk sini." ucap Eric.

Zico duduk disebelah Eric. Lalu memberikan seblaknya.

"Co, kok lu nggak bilang sih?!" ucap Arlix.

"Gak papa," jawab Zico singkat.

"Kalau bisa alasannya jangan karena malu ya, gue bosen dengernya." ucap Ariel.

Zico menghela nafas.

"Lagian ini juga bukan urusan kalian. Gue sama Kakak gue itu anak rantuan lagi pula jauh juga kampungnya. Jadi gak enak buat terus minta sama orang tua. Dan lagi pula, gue gak kaya kalian yang bisa seenaknya minta uang sama orang tua." ucap Zico.

"Jangan ngomong gitu Co. Dari umur lima tahun gue udah ditinggal sama orang tua gue. Bahkan gue lupa gimana wajah mereka. Dan gue juga gak gampang buat minta uang sama tante gue. Gue hidup dan sekolah sampai sekarang juga udah sukur," ucap Seno dengan wajah kesal.

"Lagian gue juga bukan berasal dari orang yang kaya. Nyokap gue udah meninggal dan bokap gue juga kayaknya gak perduli sama gue. Bayangin aja kalau gak ada Seno dan tantenya. Gue mau tinggal dimana?! Dirumah yang dulu?! Gue terancam tinggal disana Zi, gue pernah masuk rumah sakit gara-gara pelacur ayah gue." ucap Fakhri yang juga tidak terima.

"Masih syukur kalian bisa bersama orangtua kalian sampai saat ini. Sedangkan, masa kecil ku tak seindah kalian. Aku besar di panti dan bahkan tak pernah tau siapa orangtuaku sebenarnya, dan saat tiba-tiba ada yang mengaku sebagai orang tua apa yang kalian rasakan??" ucap Esta yang ikut angkat bicara.

"Udah, walaupun gue orang kaya tapi gue gak seenak yang lu pikirin Co. Asal lu tahu aja, gimana rasanya saat gak dianggap oleh ayah sendiri." ucap Ariel.

"Kok lu ikut-ikutan sih," bisik Eric sambil menyenggol lengan Ariel.

"Emang gitu kenyataannya," ucap Ariel emosi.

"Gaes, kita makan seblaknya aja gimana?! Ini seblaknya udah mau dingin loh," ucap Arlix berusaha mendinginkan suasana.

Akhirnya mereka semua memakan seblaknya.

"Co, gue boleh ikut bantu-bantu disini?!" ucap Fakhri.

Zico langsung menghentikan aktifitas makannya.

"Beneran?!" ucap Zico.

Fakhri mengangguk sambil tersenyum.

"Boleh. Dengan senang hati malah. Nanti aku bilangin Mbak Lisa deh," ucap Zico.

"Gue ikut juga ya," ucap Seno.

"Ga boleh." ucap Zico.

"Kenapa?! Gitu banget sih lu Co. Kita udah temenan dari SMP. Tapi lu masih pilih kasih aja," ucap Seno.

"Kebiasaan deh suka baperan. Bukannya gitu Sen, jantung lu lemah. Lu gak boleh kecapean. Dan gue juga gak tega kalau lihat lu sakit," ucap Zico.

"Iya juga sih. Tapi gak papalah. Kerjanya jangan yang capek-capek kaya jadi kasir gitu," ucap Seno.

"Tapi kasir udah ada Kak Jennie." ucap Zico.

"Pelayan?!" ucap Seno.

"Udah ada Kak Jiso sama Kak Rose." ucap Zico.

"Di dapur?!" ucap Seno.

"Ada gue sama Mbak Lisa." ucap Zico.

"Terus gue dimana?!" ucap Fakhri.

"Jadi pelayan aja, gimana?!" ucap Zico.

"Katanya ada Kak Jiso sama Kak Rose. Gimana sih pilih kasih banget," ucap Seno tanpa menatap Zico.

"Baperan amat sih jadi orang. Yaudah deh, lu dikasir aja sama Kak Jennie." ucap Zico.

"Nah gitu kek dari tadi. Jadikan gak buang tenaga buat ngomong," ucap Seno.

"Lagian siapa juga yang nyuruh ngomong?!" ucap Arlix.

Dan saat itu juga Arlix langsung mendapat lirikan tajam dari Seno. Arlix langsung menunduk karena takut.

_____________________

Vote comment gaes...

Senja ● Mark LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang