16 | Sandiwara & Maaf

89K 2.9K 30
                                    

Ketika Adara terbangun dari tidurnya dia tidak melihat Deva, namun dia menemukan secarik kertas di nakas kamarnya.

Morning Pacar ❤
Kalau kamu baca surat ini
berarti aku udah pulang
dengan selamat.

Adara tersenyum membaca pesan singkat dan padat itu. Tahu saja jika memang dia khawatir pada pria itu. Kalau saja dia tidak lelah, dia pasti tidak akan tidur.

Adara bergegas mandi dan bersiap-siap ke kantor. Harinya cerah, secerah hatinya. Sebelum berangkat kantor dia mengirim pesan singkat untuk pria yang semalam baru saja resmi menjadi pacarnya.

Adara Maheswari
Morning pacar ❤
Bangun!! Jangan tidur
teruss

Adara menyimpan ponselnya dan pergi ke kantor.

∆∆∆

Deva tanpa sadar menyungging senyum ketika membaca pesan gurau dari kekasihnya. Dia senang. Sekarang Adara sudah resmi menjadi pacarnya.

"Dev, sarapan dulu," panggil Dewita, dari dapur.

Deva langsung keluar kamar dan mengambil posisi di meja makan. Dia menyantap sarapannya dengan lahap. Bukan hanya karena lapar tapi juga senang.

"Kamu sudah ambil keputusan, Dev?" tanya Dewita. Dia duduk menghampiri putranya.

Suasana hati Deva menurun drastis. Dia menurunkan tangannya yang tadi ingin menyuap nasi. Dia kehilangan selera makanya.

"Sudah, Ma," katanya, pelan.

Dewita mengerjap. "Apa, Nak?"

"Saya terima. Tapi dengan satu syarat," ujar Deva, buru-buru menyetop Dewita yang ingin memekik kegirangan.

"Apa? Mama akan turuti."

"Saya butuh waktu buat beradaptasi dengan Ella. Jadi jangan menyiapkan apapun dulu. Acara pertunangan apalagi pernikahan," ucap Deva, final tak mau dibantah.

Bahu Dewita menurun. "Tunangan aja, ya. Biar ada ikatan."

Deva menggeleng.

"Biar hubungan kalian kelihatan serius, Dev," pinta Dewita, lagi.

Deva tetap menggeleng.

"Yasudah, saya berangkat kerja dulu."

Dewita menyerah. Setidaknya Deva sudha setuju akan perjodohan itu dan untuk saat ini persetujuan dari putranya sudah cukup.

Deva bangkit dari kursi dan meneguk air minumnya lalu mengecup pipi Ibunya kemudian pergi meninggalkan apartemen.
Di sepanjang perjalanan hati dan pikiran berkecamuk. Ini tentang permintaan ayahnya dan perasaan Adara. Bagaimana dia mewujudkan semua, sementara penyelesaian keduanya berbeda jauh.

"Andai Papa masih ada," gumam Deva, disela dirinya yang sedang menyetir.

Ya. Andai ayahnya masih ada, pasti tidak serumit ini. Membujuk ayahnya jauh lebih mudah daripada ibunya. Ayahnya selalu bisa mengerti keinginan Deva, namun tidak dengan ibunya.

×××

Sebenarnya nomor telepon Deva yang diberi Dinda sangat tidak berguna, sebab dia sudah memiliki duluan saat pria itu menghubunginya tiga bulan lalu. Meminta alamat rumah Adara.

Because Of You ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang