Range Rover berwarna putih itu melaju menembus jalanan dengan kecepatan sedang. Seorang gadis dalam balutan pakaian casual khas bussiness woman itu berlari kecil setelah menekan tombol kunci pada remote mobilnya yang kini terparkir manis di tempat parkir Sekolah Menengah Atas yang kini dijadikan lokasi perlombaan.
Derap langkahnya memelan kala memasuki lobby gedung olahraga, pertandingan sudah setengah jalan. Macetnya lalu lintas serta rapat yang berlangsung molor tadi benar-benar menghambatnya. Ia baru hendak duduk di tribun, tetapi teriakan para penonton membuatnya gagal mendaratkan bokong. Di tengah arena, adiknya nyaris hilang keseimbangan karena terkena bogeman keras dari lawannya.
Raut wajahnya sempat berubah risau. Namun, saat tendangan memutar andalan sang adik berlabuh tepat di sisi kiri lawannya, semua terasa plong. Senyumnya merekah. Begitu pula dengan gadis yang kini melambaikan tangan padanya dari tengah arena setelah ditetapkan sebagai pemenang.
•••
"Kakak lihatkan saat aku membantingnya hingga gedebuk itu menimbulkan gaung yang keras seisi ruangan? Seharusnya kakak merekamku dengan handycam," tutur gadis yang kini--mengenakan kaus oblong berwarna abu-abu--itu menyombongkan dirinya. Langkahnya begitu ringan hingga ia berlari dan melompat kecil sesekali."Jadi Kak Ryu bisa menontonku di rumah. Kalau perlu kita putar dengan proyektor."
Bioskop kecil-kecilan maksudnya.
Sosok yang dipanggil kakak itu hanya terkekeh, lalu mendorong pelan tubuh adiknya yang menghalangi pintu mobil karena mencolekkan telunjuknya pada body mobil saat mereka tiba di parkiran hingga bergeser dari sana dan mencibirnya lirih.
Ia mendengarnya, tetapi lebih memilih untuk tak mengambil pusing. Melainkan memberikan isyarat seolah mengatakan masuk atau aku tinggal? Sebab sudah biasa dengan tabiat sang adik bungsu--Yoo Yujin. Anak terakhir keluarga Yoo yang memiliki segudang prestasi di bidang olahraga dan masih duduk di bangku kelas 11 itu kembali memenangkan kompetisi. Kali ini, cabang Taekwondo.
"Wow, bersih!" Yujin berdecak kagum sembari mengusapkan jempol dan telunjuknya guna meraba debu yang melekat di mobil kakaknya.
Wanita berambut coklat kemerahan itu menyunggingkan senyum bangga terhadap dirinya sendiri pada sang adik. Memang, kakak dan adik tak jauh berbeda. Namun, senyuman menjengkelkan bagi Yujin itu sirna dalam sekejap saat Yujin membuka suara lagi.
"Apa kakak yakin tidak mengidap OCD? Kakak membawanya ke pencucian setiap hari, kita itu harus menghemat air ... air!"
"Tapi aku memberikan para pekerja itu penghidupan! Dan aku tidak punya gangguan OCD, aku hanya perfeksionis."
"Tetap saja kau harus hemat air Yoo Jeongyeon!"
"Apa katamu sajalah, Bocah." Jeongyeon menarik tuas gigi mobilnya usai memakai sabuk pengaman dan memastikan Yujin juga sudah mengenakannya. Melajukan mobilnya membelah kota.
•••
"Kapan aku bisa mendapatkan hadiahku?" Tanyanya dengan pandangan yang masih terkunci pada medali emas dalam genggamannya. Meneliti setiap lekukan ukiran pada benda itu.
"Hadiah?" Sahut Jeongyeon hendak menggoda adiknya itu. Kepalanya menoleh sesekali ke kursi di sebelahnya. "Memangnya aku ada menjanjikan sesuatu?"
Yujin memicingkan matanya. Mengalihkan pandangannya ke arah sang supir--eh?! Kakak maksudnya--terbiasa dengan trik Jeongyeon. "Aku takkan tertipu dengan muslihat yang sama. Hahaha. Asal kau tahu saja~" Tiga jari tangannya ia tempelkan di wajah seraya menunduk; berlagak sok keren.
KAMU SEDANG MEMBACA
There's One Thing I Can't Do
Fiksi PenggemarBagi Yujin, tak masalah jika seluruh dunia membencinya, termasuk kedua orang tuanya sendiri. Tak apa, asalkan sang kakak tercinta tetap berada di sisinya. Memberi segala yang ia butuhkan: dukungan, kasih sayang, sampai perhatian yang takkan pernah b...