Arlan sang sahabat pujaan

28 17 10
                                    

Gue udah ceritakan kalau si Arlan ini sahabat gue. Sahabat dari kecil tepatnya. Gue sama dia itu tetanggaan. Tapi gue sama dia itu gak deket banget. Karena gue anak pindahan.

Gue emang sering pindah dari satu daerah ke daerah lain ngikut bapak pindahan tugas. Karena dari itu gue gak punya temen tetap.

Nah dirumah yang Bandung kata bokap 'kita gak akan pindah lagi'. Gue seneng karena gue bakal dapet temen. Nyatanya? Enggak.

Gue yang terlalu malu malu waktu itu dan cuma ingin dekat dekat sama yang cantik. Jadinya gue cuman bisa main boneka sama Barbie dikamar. Dan sesekali ngeliat anak anak lain main bola dibalik kaca kamar gue.

Lapangan bola itu berada disamping rumah gue dan itu punya bokap gue. Rumah dan lapangan itu adalah mahar pernikahan dari bokap gue. Keren kan, bokap gue?

Kalau lapangan itu punya bokap artinya itu punya gue. Dan seharusnya kalau ada yang mau menggunakannya bilang ke gue.

Tapi anak anak itu dengan kurang asemnya memakai lapangan gue. Mereka bisa senang senang disana secara cuma cuma. Sedangkan gue?

Hmmm miris!

Kalau kesel gue kambuh. Gue pergi ke mereka nodong nodongin pistol kw super yang isinya cuma gelembung sabun. Perlahan lahan gue punya temen.

Gue diperbolehkan gabung main sama mereka. Main bola tentunya. Yah, walaupun mereka terpaksa. Karena gue ngancem bakal tembak mereka.

Itu terus berlanjut sampai bulan bulan berikutnya. Seketika waktu mereka mempertanyakan keaslian benda itu. Ada yang bilang:

"Kalau itu beneran coba kamu tembak tuh pohon!" Tantang si darma kebetulan ketua dari si anak anak.

"Oke!!"

Gue dari kecil paling gak suka diremihin. Makanya gue iyain aja tangtangan tuh anak songong.

Paling yang keluarnya gelembung gelembung. Dan gue yang bakal ketawa paling keras. Karena mereka selama ini takut sama gelembung dan mereka mudah ditipu.

Duaarrrr

Satu peluru melesat keluar dari pistol ini. Rupanya gue salah ambil pistol. Apa yang terjadi?

Mereka melongo.

Gue takut.

"PUTRI CLARISSA!!"

Itu bukan suara cempreng ibu gue. Tapi suara bariton milik bokap gue. Gue berbalik dan menemukan bokap gue yang masih memakai seragamnya lengkap tak lupa dengan baret merahnya.

Si darma cs kabur.

Gue nunduk pasrah. Nyaris menangis.

Masih hening tandanya bokap marah besar.

"Pak?! Itu bukan sepenuhnya salah Pece!"

Gue lihat anak itu, satu satunya anak yang ada disini, yang paling ganteng, paling berani deketin bokap gue.

Dia, Arlan.

Dia menceritakan kejadian itu kebokap gue dengan berani. Tanpa menunduk, posisi tegak, menatap mata bapak.

Terus akan kah gue terkesima?

CUIH

Enggak. Gue malah pingin nodong dia pake pistol. Mumpung pistolnya beneran. Siapa dia coba? Berani beraninya dekat dekat bapak. GUE UDAH PERNAH BILANG YANG BOLEH DEKAT ITU YANG CANTIK. DAN DIA? GAK CANTIK!

Gue samperin dia dengan pistol yang masih ditangan gue. Bapak kayaknya tahu apa yang ingin gue lakukan. Lantas gue ditarik.

"Mana pistolnya!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

heart soldiersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang