Seorang gadis dengan kedua tangannya yang menenteng tas besar berisi pakaian sedang berjalan menyusuri jalan setapak ditemani rintikan hujan yang berpadu dengan tanah menimbulkan aroma yang khas. Gadis itu berjalan tak tentu arah. Seakan pasrah pada setiap langkah kakinya yang kian membawanya menjauh dari tempat dimana orang orang terkasihnya tinggal.
Gadis itu baru saja diusir dari rumahnya-lebih tepatnya rumah orang tuanya-karena sebuah insiden yang menimbulkan perasaan sesak didada bahkan sekujur tubuhnya. Pipinya yang putih bersih nan mulus serta manis sekarang tampak merah keunguan akibat sebuah tamparan tak terduga dari ayahnya karena membangkang.
Tentu saja membangkang.
Seorang gadis macam apa yang akan menurut jika ayah kandungya sendiri bertekad menjualnya pada lelaki hidung belang demi membayar hutang hutangnya?
Ah, rasanya Risa mau mati saja. Sikap ayahnya berubah drastis semenjak ibunya meninggal.
Risa memutuskan berhenti sejenak. Rasanya melelahkan harus berjalan berkilo kilo meter tanpa tentu arah. Dia harus menemukan sebuah penginapan untuknya beristirahat malam ini.
"permisi mbak, maaf, tapi warung saya sudah mau tutup." Risa tersentak kaget mendengar suara wanita paruh baya yang baru saja menyadarkannya dari lamunannya. Bahkan dia sendiri tidak sadar bahwa sedari tadi duduk di warung orang tanpa makan maupun minum.
"ah, iya. Maaf." Risa segera beranjak. Namun baru satu langkah, Risa kembali berbalik.
"maaf, ibu. Apa ibu tahu tempat penginapan atau mungkin kost-an di sekitar sini?" tanya Risa penuh harap.
Ibu itu tampak berpikir sejenak. Lalu memandang Risa dari atas sampai bawah dengan tatapan_menilai?
"ada. Tapi saya tidak yakin kamu akan betah tinggal di sana. Tempatnya ter...." Risa segera memotong ucapan ibu itu. Walaupun terkesan tidak sopan, tapi Risa benar benar tidak butuh penjelasan panjang lebar orang dihadapkannya ini.
"tidak apa apa. Bisa ibu antarkan saya kesana?" tanya Risa harap harap cemas.
"baiklah. Sebentar, saya tutup warung saya dulu."
Risa mengangguk antusias. Dia sudah tidak sabar merehatkan tubuhnya. Rasanya sangat melelahkan berjalan berkilo kilo meter sedari sore tadi.
***
"terima kasih, bu. Sekali lagi maaf sudah merepotkan ibu."
Ibu Dewi-pemilik warung tadi-yang ternyata juga pemilik kost-an yang sekarang Risa tempat hanya tersenyum serta mengangguk sebelum pergi meninggalkan Risa. Tentunya setelah Risa membayar sewanya. Entahlah, tapi Risa merasa sedikit aneh. Kost-an yang dia tempat dapat terbilang lebih bagus dari kost-an yang lain, namun dengan harga yang murah. Ibu Dewi kasihan padanya, mungkin?
Sepeninggal ibu Dewi, Risa langsung beranjak memasuki kost-an yang akan dia tinggal mulai hari ini sampai beberapa bulan bahkan mungkin beberapa tahun kedepan.
Risa melangkah masuk kedalam menyusuri setiap sudut kost-an ini. Sebenarnya tidak pantas disebut kost-an, seharusnya apartemen atau mungkin rumah, walaupun tidak semewah kedua tempat itu. Tapi tempat ini terlalu luas jika disebut kost-an. Tapi Risa tidak terlalu memikirkan itu, yang penting dia bisa mendapat tempat tinggal juga tempat berlindung jika sewaktu waktu ayahnya mencari dirinya.
Risa berjalan mendekati pintu ruangan yang mungkin sebuah kamar. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara benda jatuh dari arah dapur, mungkin. Risa berjalan menuju arah dapur. Bahkan kedua tangannya masih menenteng tas yang berisikan pakaiannya.
Risa mengernyit ketika tidak mendapati barang maupun benda yang jatuh. Bahkan semua tampak rapi dan bersih. Tapi pendengarannya benar benar masih berfungsi dengan baik, jelas jelas dia mendengar suara benda terjatuh. Risa berusaha berpikir postif, tidak ada hantu disini. Mungkin saja.
Risa berbalik kembali menuju kamar yang tadi ditujunya. Namun langkahnya lagi lagi terhenti. Dia mempertajam pandangannya kearah ruang tamu. Lebih tepatnya sofa panjang. Lihat saja! Bahkan disini tersedia sofa beserta tv serta perabotan lainnya.
Pandangannya tampak menangkap sebuah sosok yang... Engh entahlah. Risa tidak yakin itu sosok apa, seakan tubuh itu terhempas angin seiring kedipan mata risa.
Risa memegang handle pintu setelah meletakkan salah satu tas yang sedari tadi ditentengnya. Tangannya tampak kemerahan sekarang.
Klek.
Pintu kamar terbuka. Risa membungkuk mengambil tasnya kembali lalu melangkah memasuki ruangan itu. Namun baru beberapa langkah, Risa berhenti. Menatap sosok didepannya. Seorang pria. Bagaimana bisa ibu Dewi menyewakan tempat ini jika sudah di sewa orang lain? Apa mungkin itu alasannya harga kost-an ini murah?
Risa memandang pria dihadapannya ini dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai.
"kamu siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is A Ghost
RomanceApakah jatuh hati pada sosok tak kasat mata merupakan pemikiran yang logis? Namun Risa benar benar merasakan itu setelah tinggal di sebuah kost-an yang berada di tengah-tengah keramaian kota Jakarta. Awalnya perasaannya ini hanya perasaan semu yang...