↠Dark Night

1K 156 18
                                    

Malam itu, Mingyu mengeluarkan sepeda dari garasi rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam itu, Mingyu mengeluarkan sepeda dari garasi rumahnya. Ia mencoba membuat suara seminimal mungkin agar kakaknya, Yohan, yang sedang sakit tidak terbangun.

Umur Yohan dan Mingyu terpaut 2 tahun. Ayah mereka bekerja di kota lain, ia hanya mengirimkan biaya hidup sehari-hari tiap bulan, sedangkan ibu mereka telah meninggal 4 tahun yang lalu karena tsunami.

Mereka tinggal di sebuah rumah berukuran sedang, berjarak tidak terlalu jauh dari laut.

Tapi pada kenyataannya, Mingyu membenci laut. Tidak hanya karena laut telah merenggut ibu kesayangannya, jauh sebelum hari itu tiba, Mingyu memang tidak menyukai laut.

"Aku gak sakit kok, cuma capek aja." kata Yohan tadi, sebelum dirinya tumbang di dapur karena demam yang amat sangat tinggi. Mingyu menggeleng-gelengkan kepalanya saat ia memikirkan kakaknya yang sok kuat itu.

Mingyu menaiki sepedanya dan mulai mengayuhnya pelan setelah ia menutup pintu garasi kembali. Mingyu hanya akan pergi ke apotek untuk membeli obat. Ia tidak akan pergi ke luar selarut ini jika saja Yohan tidak menahannya untuk membeli obat tadi sore.

Mingyu mengayuh sepedanya lebih cepat, ia sedang melewati jalan yang paling tidak ia sukai. Jalan dekat dermaga, tepat di pinggir laut. Ombak pasang berdebur keras, membuat Mingyu semakin khawatir dan mengayuh sepedanya lebih cepat. Mingyu merasa malam ini begitu gelap, lebih gelap dari biasanya, ia menoleh ke arah langit untuk mencari bulan. Ia hanya menoleh sesaat, tapi seorang pengendara motor yang mengebut tiba-tiba muncul dari arah berlawanan.

Pengendara motor itu sepertinya tidak menyadari kehadiran Mingyu, mereka nyaris bertabrakan. Mingyu refleks menutup matanya begitu ia melihat motor itu mendekat ke arahnya masih dengan kecepatan tinggi. Beruntung, mereka tidak bertabrakan. Motor itu hanya menyerempet sepeda Mingyu. Yang tidak memberuntungkan adalah, sepeda Mingyu menabrak pembatas jalan, membuat Mingyu terpental ke depan.

Kalau begini, aku sudah pasti akan mati. Seharusnya aku mendengarkan kata-kata hyung saja, keluh Mingyu dalam hati, sementara ia terjun bebas melewati pembatas jalan.

Mingyu sudah dapat membayangkan bagaimana rasa sakit dan ngilu yang luar biasa saat tubuhnya berberturan dengan karang yang ada di bawah.

Namun kenyataannya, punggung Mingyu berberturan dengan lapisan air. Mingyu jatuh ke laut.

Kim Mingyu, yang tidak menyukai laut sejak kecil dan semakin membencinya setelah apa yang terjadi pada ibunya, jatuh ke laut.

Mingyu berharap dirinya akan mati lebih cepat walaupun tubuhnya hancur menghantam karang, daripada mati perlahan, menunggu air masuk ke hidungnya, memenuhi paru-parunya, membekukan tubuhnya.

‧͙⁺˚*・༓☾  ☽༓・*˚⁺‧͙

"Cepatlah tidur." Wonjin menatap Hyungjun dengan tatapan sinis, tatapan yang selalu ia lemparkan seandainya Hyungjun tidak menurutinya. "Tapi hyung, aku belum ngantuk." Hyungjun memanyunkan bibirnya, tidak mempedulikan tatapan sinis Wonjin. "Kalau begitu, pergi ke kamarmu sekarang, kalau kau terus berada di ruangan ini bersama Minhee pasti kau tidak akan pernah mengantuk." Wonjin menunjuk ke arah pintu kamar Hyungjun. "tapi hyung-"

Serendipity || Minglem/MingjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang