Histeria (1)

24 2 1
                                    

"Bahagiaku tak perlu berlebih, cukup dengan kamu yang selalu ada disampingku"

-RaineyH-

----
Pagi yang sejuk.

Itulah yang dipikirkan oleh Rainey sejak dia menyusuri taman komplek rumahnya. Kalau bukan rumah yang sepi, Rainey mana mau berjalan seperti orang gabut. Padahal ini weekend, tetapi rumahnya malah sepi.

Rainey memilih rehehat sejenak di bangku taman itu. Disekelilingnya banyak orang berlalu lalang dengan kekasihnya atau sahabat mereka. Mengingat tentang sahabat, sejak dia memasuki masa putih biru kata sahabat yang dulu menarik sekarang tidak lagi.

Walaupun Rainey dekat dengan seseorang dia hanya mengatakan teman, bukan sahabat. Mata hazelnya menyusuri taman yang mulai ramai. Dirinya menatap satu punggung yang membuat dia mendekati tanpa diminta.

"Ga usah ngagetin gue gak kaget" ucap seseorang itu membuat cengiran Rainey terbit.

Rainey terkekeh, "Biasa aja kali bang, betewe..... Lo kok jarang main lagi sih sama abang? Biasanya weekend lo selalu gangguin gue."

Orang yang Rainey sapa itu Rendi Alfanza, sahabat dekat Aksa. Rendi tersenyum kecil, "Gue sibuk lah... Emangnya lo kerjaannya cuman mondar mandir ni taman"

Rainey mencebikkan bibir kesal. Tidak tahu saja disini dia memiliki kenangan yang lebih berharga dibandingkan dengan kenangan yang lain. Tidak semua kenangan di taman ini manis, setidaknya yang manis kebih membekas. "Serah lo bang."

Rendi terkekeh pelan, gadis yang sedang berdiri disampingnya ini pasti sedang merajuk. "Lo mau ice cream? Gue beliin" tanpa mendengar jawaban Rendi melesat pergi ke mini market terdekat untuk membeli ice cream.

Rainey terkekeh pelan, sudah bukan hal aneh bagi Rainey ketika Rendi bersikap semaunya. Walaupun mereka beda satu tahun, tetap saja Rainey hanya menganggap Rendi teman abangnya. Rainey tahu, bahwa Rendi memiliki perasaan lebih kepadanya.

Ah, kenapa jadi menceritakan tentang Rendi.

Tak lama dari itu, Rendi kembali dengan membawa ice cream vanilla kesukaan Rainey.

"Thank's bang, setiap sama lo gue ngerasa direpotin."

"Gue ngga merasa direpotin tuh, lo nya aja yang nethink terus sama gue. " ucap Rendi sambil terkekeh.

Rainey mengerlingkan matanya kesal, selalu seperti itu. "Serah lo bang... Eh betewe, gimana lo project yang lo sebut-sebut waktu itu?"

Rendi terdiam sejenak, "Ah... Tentang itu, projectnya lancar ko"

Rainey memicing mata, dirinya merasa Rendi menyimpan sesuatu yang sangat besar. Tetapi sebagian dirinya memilih tidak ikut campur dengan urusan Rendi yang sekarang.

"Yaudah bang... Gue pulang dulu, kalau ada apa-apa jangan sungkan minta tolong sama gue."

Rainey melangkah meninggalkan Rendi yang sudah mempersilahkan. Rendi tersenyum miris ketika Rainey sudah tidak ada di taman.

"Ah.... Andai lo tau apa yang gue lakuin semenjak gue berusaha pergi dari lo."

🌷🌷🌷

Aiden tersenyum, ketika pesannya sudah mendapati dua centang abu. Dirinya akan membawa Rainey ketempat yang mungkin bisa Aiden manfaatkan untuk modus. Kalian mungkin berprasangka bahwa Aiden alay, ah tidak Aiden hanya seperti itu kepada Rainey.

Setelah siap dengan pakaian yang menurutnya cocok untuk weekend, Aiden dengan langlah ringan menuju ke samping rumahnya. Dia tersenyum geli, ketika Rainey sibuk untuk melalukan ini itu. Kenapa Aiden bisa tahu? Rainey yang selalu lupa menutup tirai jendela kamarnya.

RaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang