FOUR

3.7K 60 3
                                    

Sudah dapat di hitung bahwa selama lima belas menit Buk Farah menjelaskan materinya Allea tengah tidak fokus memperhatikan penjelasannya. Mata Allea melurus ke depan, tapi pikirannya entah kemana. Tubuhnya mendadak tersetak saat suara keras memanggilnya untuk keseperkian kalinya. Semua orang menatap Allea heran.

"Allea, jika kamu tidak ingin berada di kelas saya, silahkan keluar!" mata Buk Farah melotot memberi sinyal peringatan padanya. "saya tidak ingin membuang habis tenaga saya hanya untuk mengajar orang yang sibuk melamun!"

"I-iya buk, maaf," lirihnya sambil menundukkan kepala.

Buk Farah menggangguk memberi maaf dan kembali lagi pada papan tulisnya. "Baiklah anak-anak, coba kalian perhatikan bi-"

Suara ketukan pintu mengintrupsi bicara Buk Farah. Seorang cowok tengah berdiri di sana. Buk Farah memicingkan sedikit matanya seraya berkacak pingggang memperhatikan penampilannya.

Menyadari dirinya tengah di tatap tajam, dia pun mengerti. Dia segera menyelipkan asal ujung kemejanya ke dalam celana dan membenarkan dasi yang di sampirkannya di bahu kirinya.

Ah dia, si cowok yang suka telat dan bolos, si cowok yang selalu menjadi perbincangan guru-guru di kantor karena selalu saja membuat onar, si cowok yang menjadi rebutan kaum hawa seantero, si cowok yang mempunyai pesona maut hanya dengan wajah dan tatapannya.

Oke fix, intinya cowok itu tampan, ganteng, keren, dan ganteng lagi.

"Maaf Buk, saya telat. Tadi saya abis-"

"Nganterin kucing tetanggamu ke dokter hewan lagi?" potong Buk Farah. Dia sudah hafal dengan alasan-alasan tak masuk akal muridnya yang satu ini. Dheffin.

"Yasudah, masuk!"

Cowok itu tersenyum lalu masuk ke dalam kelas dengan langkah pasti mengarah pada meja Allea.

"Maaf, itu kursi gue. Punya lo yang sebelah sana."

Allea memandang cowok yang berdiri tepat di depannya. Bukannya mencerna ucapan Dheffin, Allea malah sibuk menatap matanya. Allea seperti kenal manik mata itu dan tatapan itu. Tatapan seorang cowok misterius yang menolongnya kemarin malam. Memang sih Allea tak sempat melihat wajah cowok misterius itu karena cahaya memang tidak terlalu terang tapi mata itu mirip sekali dengan cowok yang ada di hadapan Allea saat ini. Apakah dia cowok yang sama?

"Dheffin!" panggil Buk Farah, membuat Allea kembali tersentak dan sadar bahwa dia baru saja melamun kembali. "cepat duduk di bangkumu!"

"Iya Buk," Dheffin menatap lagi ke arah Allea, namun sang empunya malah menatapnya heran. "kursi lo di sebelah sana."

Seperti terhipnotis Allea langsung menggeser bokongnya di kursi yang merapat pada tembok. Lalu Dheffin duduk di sampingnya mengunci jalan keluar karena posisi meja mereka berada di barisan kedua dari depan yang berada di samping tembok.

"Lo... murid baru ya?" tanya Dheffin sedikit berbisik takut Buk Farah mendengarnya. Ah bukan takut, hanya saja kuping Dheffin cukup lelah hari ini hanya untuk mendengar suara melengking milik Buk Farah.

"I-iya"

"Gue Dheffin, lo?"

"Allea"

Dheffin menggangguk sambil tersenyum penuh arti. Dia rasa cewek ini canggung jadi dia memilih untuk diam dan berpura-pura mendengarkan penjelasan dari Buk Farah. Padahal aslinya Dheffin malah ingin menyalakan musik di sambungan headsetnya.

🌻🌻🌻

Mengantuk.

Itulah yang dirasa Allea saat ini. Sejak tadi dia berusaha fokus dengan buku-buku di perpustakaan, tapi nyatanya pandangannya malah berkunang-kunang.

Dheffin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang