23. Harus bagaimana?

576 18 0
                                    

🍂🍂🍂🍂
..
..
..
..
..

Happy Reading!

Suara gaduh terdengar berasal dari kamar bernuansa putih itu membuat kesan baru dari rumah itu, sebuah rumah yang biasanya senantiasa hening bahkan hampir seperti tidak ada kehidupan, kini seolah hidup. Lebih tepatnya itu adalah rumah Rissa.

"Bonyok lo kemana?" Tanya Dania.
"Biasa dibutik." kedua temannya hanya mengangguk.

Drt.. Drt.. Drt... Getar handphone membuat mereka bertiga diam.

"Handphone siapa?" tanya Wendy.
Rissa melirik Handphone nya. "Oh maaf-maaf baru ngeh, itu handphone gue."

"Siapa?" Dania bertanya. "Kak Varo."
Lagi-lagi mereka berdua hanya mengangguk.

"Ya? halo?" baru saja Rissa mengangkat telepon nya, tapi Dania sudah mengkode Rissa untuk meng lospeaker.
Rissa mengangguk.

"Lo lagi dimana?"
"Gue dirumah, kenapa?"
"Gue mau ke rumah lo."
"kapan?"
"sekarang."
Rissa terkejut bukan main, ini sudah hampir jam 10 malam. "Hah? mau ngapain?"
"Nggak ngapa-ngapain sih. Cuma pengen ketemu aja."
"Kan tadi pagi ketemu."

"Ya itu kan pagi, sekarang udah malam."
"Mending nanti besok pagi lagi aja, mumpung libur tuh. Sekalian kita main."

"Kalo gue pengen nya sekarang gimana?"
Rissa memikirkan kembali kata apa yang cocok untuk menolak permintaan Varo.
"kak Varo ini udah malam."

"Gue tau Rissa." Risa, Wendy dan Dania hanya bengong mendengar permintaan Varo.

"Apa ada hal penting yang mau lo bicara-in kak? sehingga lo maksa buat ketemu gue malam ini juga?" tanya nya hati-hati.
"Gue pusing, gue cuma pengen ketemu sama lo." pinta Varo, suara nya parau.

"Kak, lo lagi sakit?" Rissa cemas bukan main. Dania dan Wendy juga ikut cemas.

"Gue nggak papa, cuma sedikit pusing aja."
"Gue kerumah lo ya?" Rissa menatap dua sahabat nya meminta jawaban. Dania dan wendy malah saling natap juga, dan akhirnya mereka mengangguk, menyetujui.

"Yaudah, iya," Pasrah Rissa.
"Gue sebentar lagi nyampe."
"Hati-hati kak!"
"iya."
Sambungan berakhir.

"Kaya nya kak Varo bener-an sakit deh Riss." Ucap Wendy.
"Kaya nya gitu."

"Kalian nanti jangan keluar ya,"
"Iye."

"Lo mau kemana?" tanya Dania yang melihat Rissa hendak keluar kamar.
"Mau nyiapin teh hangat buat pacar, kasian udah malem takut masuk angin." Ujar Rissa dibarengi tawa renyah nya.

"Ashiaaap."
Dania terkekeh lalu mengangkat jempol nya.

"Wendy ikut, Wendy juga mau bikin teh."
"Ayo."

Wendy dan Rissa keluar meninggalkan Dania yang sedang mengotak-atik ponsel nya.

"Bilang jangan ya ke Rissa?" Gumam Dania.
"Kalo bilang, nanti- akh liat nanti aja dah."

Wendy kembali dengan nampan ditangan nya yang terdapat dua gelas teh hangat dan beberapa cemilan.

"wihhh, makasih Wendy cantik."
"Sama-sama Dania."

Suara motor terdengar, Dania dan Wendy diam. Sebelum akhirnya melompat untuk mengintip keluar.

Varo membuka helm nya,
"Wahh ganteng juga pacar Rissa." Gumam Wendy, sedangkan Dania hanya mengabaikan ucapan Wendy.

Rissa keluar rumah untuk membukakan gerbang, kemudian Varo pun masuk.
"Masuk kak!" ajak Rissa
"Gausah, diluar aja, nggak enak sama tetangga." tolak Varo

"Oke,"
Varo duduk diteras, memandangi Bintang yang bertabur indah diatas langit sana.
Rissa duduk disebelah Varo.
"Lo nggak papa kan?" tanya Rissa.

"Gue nggak papa."
"Beneran,"

"Lo liat gue, gue baik-baik aja."
Varo menyandarkan kepala nya di bahu Rissa.

"Tapi badan lo panas." ucap Rissa sembari memegang kening Varo.

Varo menarik tangan Rissa lalu menggenggam nya dan meletakkan dipipi kiri nya.

"Lo tau Riss, kebahagian gue cuma ada di lo, bahkan keluarga gue nggak mampu buat gue bahagia." Ujar Varo masih menggenggam tangan Rissa sembari melihat bintang.

Rissa hanya mendengar kan.

"Makasih udah selalu ada buat gue, maaf karena selama ini gue belum bisa buat lo bahagia dan terkadang nggak ada disaat lo butuh gue." mendengar nya Rissa tersenyum, ada rasa terharu sekaligus nyaman.
"Gue nggak nyangka bakal ketemu lo,"
"Gue juga nggak nyangka bakal ketemu lo kak, bahkan gue merasa sangat beruntung bisa deket dan miliki lo." Jawab Rissa tersenyum. Tangan Rissa mengelus rambut Varo.
"Dan apa alesan nya sampe lo suka sama gue?" Risaa bertanya.
"Kadang mencintai nggak butuh alasan, begitupun gue. Nggak harus ada sesuatu yang spesial untuk gue bisa suka sama lo, cinta sesederhana itu." jawab Varo.
Rissa tersenyum samar.

Varo bangkit berdiri, mengambil sesuatu dari kantong celana nya. Gantungan lucu bermotip hati itu, diberikan kepada Rissa. "Sebenar nya, gue kesini karena ada sesuatu yang mau gue omongin sama lo." Varo memutar tubuh Rissa supaya menghadap dirinya.
Kedua alis Rissa bertaut, "Apa?"
"Gue cuma mau bilang, apa yang lo dengar, nggak semuanya benar, dan apa yang lo lihat nggak semua benar. Cukup ikuti kata hati lo dan percaya bahwa gue sayang dan cinta sama lo." Suara serak Varo semakin menghilang.
Walaupun Rissa tidak sepenuhnya mengerti, tapi Rissa tetap mengangguk.

"Gue pulang dulu." Varo berdiri. "Jangan lupa minum obat, jaga kesehatan."
"Dan satu lagi jangan lupa mimpi indah." Setelah mengatakan itu Rissa tersenyum.
Varo semakin enggan meninggalkan Rissa, tapi apa daya ini sudah larut malam.
Rissa mengantarkan Varo. Sebelum pergi, Varo memeluk Rissa erat. Varo berbisik, "Apapun yang terjadi, gue harap lo selalu ingat kalo Gue sayang sama lo." dalam pelukan Varo pun Rissa tersenyum hangat lalu membalas pelukan Varo.

Tanpa mereka sadari Dania dan Wendy sedari tadi melihat aksi kedua nya.
"Ya allah, mata Wendy ternodai tolong." berisik Wendy sambil melihat Rissa dan Varo, "Cuma pelukan Wendy nggak usah ribut." Gemas Dania, Wendy seperti baru pertama kali melihat itu, ya Dania akui juga diri nya baru melihat aksi nyata seseorang yang berpelukan didepan nya. Walaupun sebenarnya Dania sudah sering melihatnya di Drakor kesayangan nya, tapi kali ini terlihat lebih seru.

"Tapi kan pelukan juga nggak boleh, belum mukhrim"
"Ya ya terserah, Gue nggak bisa banyangin gimana kalo seandainya ntar lo liat ada yang ciuman didepan mata lo." Dania geleng-geleng kepala.

"Dania yang cantik, tapi tetap nggak ngalahin Wendy cantik nya. Mau gimana pun juga, yang nama nya pelukan itu nggak boleh ntar dapat dosa, masa gitu aja gatau si"

"soal cantik gue akui cantik lo, tapi kalo soal otak maaf kaya nya gue lebih unggul." ujar Dania.

"Dania, coba liat! kak Varo ngelus rambut Rissa," Gerutu Wendy menunjuk kebawah.
"Ya allah Wendy, lo cemburu? atau jangan-jangan lo juga pengen gue elus juga rambut nya." Dania senyum genit mendekati Wendy. Wendy bergidik geli sambil berjalan mundur hingga akhirnya Wendy hanya bisa diam mematung, jarak nya dengan Dania tinggal berapa langkah lagi. Hingga akhirnya,

"BUNDA!" Teriak Wendy kencang.

"Suara siapa?" Varo menurunkan Helm nya.

"Akh, itu mungkin suara anak tetangga." Alibi Rissa.
"yaudah, sana pulang! udah malam nih."
"Oke,"
Varo mengenakan Helm lalu segera pergi dari pekarangan rumah Rissa.

Rissa yang mencium bau-bau sesuatu yang tidak beres pun segera menghampiri kedua sahabatnya.

Dan....
Kalian bisa bayangkan, Wendy yang sedang menangis dipojokan, dan Dania yang tertawa puas.
Satu lagi Rissa yang mematung dipintu.

Next 👇👇

1001  [COMPLETED]  +Revisi+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang