"Hei waktu! Aku menantangmu!" Teriak seorang pemuda, memecah mendung dengan suaranya lantang. Sepertinya ia berteriak kepada salah satu orang yang berada pada makam itu.
"M-maaf, bagaimana?" Sahut orang itu, yang diyakini si pemuda sebagai waktu.
"Tak bisakah kau membuat semua orang bahagia, dengan menghentikan dirimu sendiri maju? Tak bisakah semua orang selalu merasakan bagaimana hangatnya keluarga jika berkumpul bersama?" Pertanyaan yang cukup membuat otak yang diyakini sang pembuat masalah sangat berputar.
----------------
Aku tertarik dengan petikan pada kolom cerpen di koran ini, yang kumaksud, bukankah memang adalah tugas waktu untuk terus maju tanpa perduli harus seperti semula atau tidak.
----------------
"Maaf, itu sudah tugasku." Waktu menjawab sambil menarik nafas.
----------------
Benar, bukan? Aku sudah tahu, pasti si pembuat cerpen ini akan mengarahkan ceritanya seperti ini.
----------------
"Tugasku memang hanya maju, karena pun jika aku bertugas mundur kalian juga akan merasakan hal yang sama sedihnya, seperti mereka harus merelakan kau menjadi kecil lagi dan masuk kembali kepada rahim ibumu. " Waktu menghentikan sementara kalimatnya."Lagipula semua ini bukan perkara mundur, berhenti atau maju." Kali ini waktu benar - benar menghentikan kalimatnya.
---------------Loh, kok tidak seperti dugaanku? Bukankah semestinya sampai sini si waktu akan memberikan nilai - nilai yang kata orang berguna, padahal mungkin hanya sebagai formalitas, lalu kenapa?
Ah, lanjut sajalah.----------------
"Lalu apa kalau bukan tentang semua itu? Tolong beritahu!" Pemuda itu sudah meneteskan kembali air matanya, padahal sembab dimatanya belum juga segar."Aku hanya bertugas maju, sudah itu saja. Aku tak berkewajiban dan memiliki tugas untuk mundur ataupun berhenti. Karena kedua itu merupakan tugas kalian, belum lagi aku sudah membantu kalian untuk tetap maju. Walaupun aku tahu, kalian kadang terpaksa."
---------------Sudah? Itu saja? Mengapa cerpen ini terasa seperti menggantung?
-timbul banyak pertanyaan dalam benak ku, tiba - tiba aku tertarik untuk membuka halaman selanjutnya, Nampaknya ada sebuah puisi.
-------------
Aku Si Waktu
Akulah si waktu, wujud yang tak tahu malu
Manusia terlalu banyak terpaku pada satu kemungkinan, yang menutup seribu lainnya itu
Akulah si waktu, yang ku mengerti hanyalah maju
Kalian dapat mundur, berhenti, bahkan maju pun kalian itu tak ragu, bahkan selaluAkulah si waktu-
Bukan!
bukan aku yang harus berhenti karena kaljan tersakiti
kalian yang harus mengerti, kapan waktu yang tepat untuk meniti
Bukan!
bukan aku yang harus mundur karena kalian hancur
kalian lah yang harus belajar berbaur untuk membangun kembali yang sudah leburAku si waktu
Musuh juga sekutu.--------------
Hah?
Sepertinya aku butuh waktu untuk rehat, baiklah aku pergi dulu ke taman Firdaus itu sembari menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
1 Shot
RandomBerisikan cerita pendek yang dapat dinikmati tanpa perlu menunggu update. Karena cerita - cerita yang disajikan tidak akan bersambung, namun tersambung.