Bagian Sepuluh

132K 6.2K 23
                                    

DILARANG KERAS MENG-COPY PASTE CERITA INI. JIKA KETAHUAN MELAKUKAN PELANGGARAN HAK CIPTA, MAKA AKAN MENDAPATKAN SANKSI YANG SETIMPAL

***

Zhafran yakin, Aleta masih merasa ketakutan karena laki-laki tadi. Ia akan menindaklanjuti laki-laki mabuk itu ke kepolisian. Zhafran melihat rumah didepan kosan Aleta memasang cctv dan pasti wajah laki-laki tadi tertangkap. Ia akan meminta anak buah nya untuk menelusuri hal ini lebih lanjut untuk memasuki orang itu ke penjara.

"Kamu tak apa?"

Aleta hanya mengangguk lemah. Ia tidak ketakutan lagi, ia hanya masih shock saja sama kejadian tadi.

"Kamu mau minum?"

"Tidak usah, Mas. Aku tidak apa, kok," Aleta mencoba memasang senyum getirnya.

Zhafran hanya mengangguk saja menuruti ucapan Aleta. Saat mereka tiba di rumah sakit, Zhafran dan Aleta berjalan berdampingan. Mereka menuju ruang kemoterapi dimana Akbar, baru saja menyelesaikan kemo ketiga kalinya.

Aleta memandang wajah Zhafran yang berubah menjadi khawatir. Ia yakin, bos nya ini pasti merasa cemas akan kondisi Ayahnya.

"Papa Mas, pasti sembuh," Aleta tanpa sadar memegang punggung tangan Zhafran untuk menyemangati nya. Zhafran tersenyum ragu. Ia tidak tau harus berharap seperti apa. Sekarang kondisi Papa nya sudah memburuk. Ia takut akan kehilangan Akbar seperti ia kehilangan Ibunya dulu.

"Aku hanya cemas," tutur Zhafran pelan.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan. Semua akan baik-baik saja. Percayalah," Aleta meremas tangan Zhafran pelan.

Zhafran merasa sedikit tenang karena adanya Aleta. Sedetik kemudian dokter keluar dan menghampiri mereka.

"Bagaimana kondisi Papa, Dok?"

"Pak Akbar sudah siuman. Tapi, jangan terlalu diajak banyak bicara, ya?" Zhafran mengangguk paham. Mereka sontak langsung mengikuti sang suster yang membawa Akbar ke ruang inap.

Zhafran dan Aleta masuk menghampiri Akbar yang perlahan membuka matanya. Dengan senyum hangat seperti biasanya, membuat siapapun tak membayangkan jika laki-laki paruh baya ini memiliki kanker darah.

"Hai, Nak. Hai, Aleta," sapa laki tua ini.

"Hai, Pak. Bagaimana kondisi Bapak?"

"Panggil saya Papa, ya. Bisa?" Aleta seketika membeku. Ia menatap Zhafran sejenak yang membalasnya dengan anggukan kecil. Bukan karena apa, Zhafran hanya tak ingin membuat semuanya rumit jika berurusan dengan Akbar.

"Um, iya, Pa," Akbar tersenyum puas mendengar Aleta memanggilnya dengan sebutan 'Papa'. Rasanya mereka sangat akrab.

"Papa istirahat. Jangan banyak bicara," ingat Zhafran.

"Iya, Fran. Tanpa kamu suruh pun, Papa pasti istirahat. Cerewet banget sih, kamu."

Zhafran memutar bola matanya acuh mendengar Papa nya mengatakan dirinya cerewet.

"Ya sudah, Zhafran mau beli kopi dulu di kantin. Papa ditemani Aleta bentar, ya?" Akbar mengangguk.

"Aku titip Papa sebentar, ya?"

"Iya, Mas," balas Aleta sembari duduk disebelah ranjang Akbar.

Ketika Zhafran telah keluar dari kamar. Aleta menatap sendu wajah Akbar yang sedikit pucat.

My Cold Boss Is My Love [END] #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang