Syahirah 2 || BAB 28

194 9 0
                                    

Entah sudah berapa lama Aldo pingsan dikamarnya Syahirah. Laki-laki itu perlahan membuka matanya. Ia memegang kepalanya yang masih terasa sakit. Aldo beranjak ke pinggir tempat tidur Syahirah. Aldo menyandarkan dirinya di sana.

Rasa sakit yang dirasakan beberapa jam lalu masih begitu terasa. Kepalanya sangat terasa pening. Lalu ia melihat jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Sudah pukul 15.00 WIB. Aldo menatap langit-langit kamar, kemudian menghela nafas panjang. Waktu berbuka masih lama. Ia pun segera berdiri. Aldo ingin segera pulang kerumah orang tuanya untuk menjernihkan pikirannya.

Aldo melihat tas milik Syahirah beserta barang-barangnya berserakan dilantai akibat ulahnya. Ia pun berniat untuk merapikannya kembali. Saat sedang memasukan barang-barang Syahirah ke dalam tas, Aldo melihat amplop berwarna biru. Perhtaiannya terpusat pada amplop biru tersebut. Rasa penasaran pun menyelimuti dirinya. Aldo mengambil amplop tersebut dan membukanya.

Ada sebuah kertas di dalamnya. Aldo mengeluarkan kertas tersebut. "Ternyata ini surat," katanya. Lalu Aldo membaca isi surat tersebut.

Ingatan tentang Syahirah baru saja kembali dan membuat Aldo terpukul. Aldo merasa sangat bersalah dan sangat menyesal. Jikalau saja dirinya belum melamar seseorang, mungkin dengan mudahnya Aldo akan kembali ke Syahirah dan meminta maaf ke perempuan itu. Beribu-ribu maaf akan terus Aldo ucapkan sampai Syahirah memaafkannya, sampai rasa bersalahnya berkurang. Namun, itu semua mustahil.

"Azki?" Aldo bergumam. Ia sudah selesai membaca surat tersebut. Saat membaca isi suratnya, dadanya terasa sesak. Pikirannya melayang ke mana-mana. Rasanya begitu memilukan. Sekarang Aldo harus berbuat apa?

Ingatan tentang Syahirah sudah kembali. Tapi tidak mungkin bagi dirinya untuk kembali. Seorang perempuan yang merupakan anak dari seorang ustadz dan tinggal dipondok--sudah memasuki kehidupannya. Hanna. Aldo bahkan sudah melamar perempuan itu.

Lalu, jika Aldo tidak kembali juga pada Syahirah, maka Aldo akan bertambah merasa bersalah. Aldo sudah terlalu banyak menyakiti perempuan itu. Aldo tidak ingin menyakiti Syahirah lebih dalam lagi. Tapi Aldo harus bagaimana? Sudah ada Hanna dikehidupannya.

Tidak mungkin bagi Aldo untuk menceraikan Syahirah. Aldo juga tidak siap bila memberi talak pada Syahirah. Meskipun Allah mengizinkan perceraian, tapi Allah sangat membencinya. Selain itu, Aldo memang tidak ingin pisah dari Syahirah. Aldo masih mencintainya. Aldo tidak ingin menyia-nyiakan seorang perempuan seperti Syahirah.

Kalian ingat bagaimana perjuangan Aldo untuk mendapatkan Syahirah? Sangat tidak mudah, butuh waktu sangat panjang untuk menaklukan hati seorang Syahirah.

Akan tetapi, tidak mudah juga bagi dirinya untuk membatalkan pernikahan. Aldo tidak tega. Aldo juga tidak ingin membuat kedua belah pihak keluarga merasa malu. Aldo juga tidak ingin mengecewakan orang-orang yang sudah menolong dan merawat saat dirinya mengalami kecelakaan. Terutama Ustadz Syaiful beserta keluarganya. Ada juga pak Kiyai Gufran yang masih ada hubungan keluarga dengan ustadz Syaiful.

Ingin sekali Aldo egois dengan memiliki dua istri. Tapi, itu tidak mungkin. Aldo takut tidak bisa bersikap adil. Aldo takut menyakiti salah satunya. Aldo tidak ingin menyakiti siapapun, baik itu Syahirah maupun Hanna. Tapi, Aldo tidak ingin melepaskan Syahirah begitu saja. Syahirah sangat berarti baginya.

Lalu, bagaimana dengan Hanna? Perempuan shaleha yang banyak diidamkan oleh para kaum adam. Aldo tidak tega bila membatalkan pernikahan begitu saja. Aldo pun pasti butuh alasan yang kuat untuk membatalkannya. Jikalau alasan Aldo karena sudah memiliki istri, seharusnya saat sebelum melamar, Aldo berkata jujur. Terlebih lagi cincin kawinnya ia sudah lepas dan dirinya selalu mengatakan kalau belum menikah.

"Astaghfirullah, ya Allah. Maafkan hamba-Mu ini, ya Rabb," Aldo sungguh merasa amat sangat bersalah pada kedua perempuan itu. Cincin pernikahannya dengan Syahirah ia lepas dan Aldo lupa menaruhnya di mana.

"Syahirah, maafkan suamimu ini yang sudah banyak menyakiti kamu," kata Aldo melirih. Air matanya pun turun begitu saja. Aldo menangis sambil meratapi kesalahan-kesalahan yang ia lakukan terhadap orang-orang terdekatnya. Orang tuanya, Hanna, kiyai Gufran, Ustadz Syaiful, Ummi Laila, dan terutama Syahirah.

***

"Syahirah, gue minta maaf ya? Gue juga minta maaf atas nama Aldo. Sebagai sepupunya seharusnya gue kasih tau sebelum gue pergi ke Australia. Gue sungguh menyesal sama apa yang terjadi sama lo dan Aldo. Gue minta maaf," kata Alea begitu tulus. Air mata yang jatuh dipipinya juga air mata tulus. Ia benar-benar merasa bersalah.

Kening Syakira mengerut. Ia bingung dengan apa yang terjadi. Alea tiba-tiba saja menangis ketika Syahirah baru sampai dikamarnya menemui Alea.

Syahirah tersenyum lembut sambil membelai kepala Alea yang tertutupi kerudung phasmina yang dipakai hanya asal sangkut saja. Tidak dipakai dengan rapih dan tidak benar-benar dipakai. Rambut Alea yang tergerai masih bisa terlihat dengan jelas.

"Kamu gimana kabarnya? Baik-baik aja 'kan selama di Australia? Lalu, bagaimana dengan teman-teman kamu di sana? Boleh kali kamu bercerita tentang pengalaman kamu di sana?" kata Syahirah mengganti topik pembicaraan. Bukan ingin menghindar, hanya saja Syahirah sedang tidak ingin membahasnya. Syahirah ingin menjalankannya seperti biasa, seperti tidak terjadi sesuatu kepadanya meskipun sudah terjadi.

"Sya,"

"Le, aku baik-baik aja. I'am okay, don't worry, okay?" kata Syahirah. "Kamu juga nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah kamu atau salah siapapun. Karena ini sudah menjadi cobaan untuk aku. Karena Allah sayang sama aku, jadi Dia memberi aku ujian seperti ini," tambahnya.

Alea sesengukan. Syahirah tersenyum. Bila Alea menangis hingga sesengukan seperti sekarang, Alea terlihat seperti anak kecil dan Syahirah menjadi gemas. Menurut Syahirah itu lucu. Terlebih lagi hidung Alea langsung memerah jika sehabis menangis.

"Kamu lucu Le. Kayak anak kecil yang habis merengek nangis seharian karena nggak dapat sesuatu yang diinginkan," kata Syahirah. Ia mengambil kaca berukuran sedang yang ia letakkan di atas meja belajarnya. "Nih, kamu liat. Hidung kamu udah kayak tomat. Merah," Syahirah cekikikan. Syakira tersenyum.

Alea berkaca. Mengacakan hidungnya yang merah seperti apa yang dikatakan Syahirah. Alea tersenyum malu. Hidungnya benar-benar merah seperti tomat dan seperti badut.

"Tapi gue serius minta maaf, lho, Sya. Seharusnya gue ngasih tau Aldo sebelum pergi ke Australia biar nggak kayak gini jadinya," kata Alea. Syahirah mengangguk sambil tersenyum. "Iya, Le. Iya, aku sudah memaafkan sebelum kamu atau mas Aldo minta maaf," kata Syahirah.

***

"Kamu, kok, baru pulang?" Santi bertanya ketika melihat anaknya yang baru saja pulang sedang menaiki anak tangga dengan wajah yang begitu muram.

Aldo tidak menjawab. Ia sedang melamun memikirkan masalah-masalah yang sudah terjadi karena ulahnya. Takdirnya begitu mengenaskan. Mengapa satupun orang terdekatnya tidak ada yang mencoba membantu mengingat tentang Syahirah? Andai saja ada yang membantunya, maka kejadiannya tidak seperti sekarang. Aldo sungguh menyayangkannya.

Tapi, Aldo tidak boleh su'udzan. Ia harus tetap husnudzan. Dibalik kesusahan pasti ada kemudahan. Aldo percaya dengan jalan yang sudah diberikan oleh Allah untuk dirinya. Semua kejadian yang terjadi saat ini pasti ada hikmahnya. Karena Allah tidak mungkin menguji seorang hamba-Nya di luar batas kemampuan hamba-Nya.

"Aldo," Santi memanggil nama anaknya sambil menghampiri Aldo yang terus menaiki anak tangga sambil melamun. Santi menahan pergelangan tangan Aldo. "Do, kamu kenapa, sih? Ada sesuatu yang terjadi?"

Aldo menoleh kearah mamanya yang berdiri di belakangnya. Air mata Aldo tidak dapat dibendung lagi. Aldo langsung memeluk mamanya dengan erat. Ia pun langsung menumpahkan segala air matanya di pelukan mamanya. Meskipun Santi merasa terheran-heran, tapi Santi tetap membalas pelukan sang anak. Mengusap-usap punggung anaknya dengan kehangatan dan kasih sayang seorang ibu. Mencoba untuk menenangkan Aldo yang kini tangisnya tersedu-sedu di dalam pelukannya.

"Ada apa, sayang? Apa yang sudah terjadi? Hm?" Santi bertanya dengan lembut. Tak terasa air matanya menetes. Santi ikut menangis. Mengapa rasanya begitu menyakitkan ketika melihat sang anak bersedih?

"Aldo telah melakukan kesalahan yang besar sehingga tidak bisa diperbaiki lagi," ucap Aldo di sela-sela tangisnya.

Syahirah 2: Aldo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang