Ke Toko Buku
Cekrek
Suara ponsel Heri membuat Yudan mengangkat kepalanya, "Lu ngapain sih?" Tanya Yudan frustasi.
Hari ini, jam ini, menit ini, detik ini, dan saat ini Yudan tengah asik mengulangi pelajaran Matematika yang pernah terlupakan dari memorinya. Rasanya pelajaran Matematika saat ini terasa mudah untuknya, mungkin saja ini karena materi yang diberikan Ciko itu materi dasar yang terdasar. Walau begitu, tetap saja dia tidak terbiasa menggunakan otaknya saat belajar sehingga dia berada di kondisi singa. Sentuh dikit, mati.
"Hehe, jarang-jarang loh seorang Yudan Pratama belajar dengan tekun. Ini momen yang harus diabadikan." Ucap Heri sambil terkekeh menatap layar ponselnya.
Yudan melotot marah, dia mendengus kasar dan siap meledak.
"Her, jangan ganggu orang belajar! Lu balik aja ke kelas lu." Tegur Ciko.
Yudan menahan emosinya dan kembali fokus dengan buku yang di hadapannya, sedangkan Heri memasang wajah sedihnya.
Heri mengangguk pelan, "Gue salah, jangan usir gue Cik, huhuhu. Teman dekat gue cuma kalian."
Doni mengerutkan keningnya, "Jadi semua teman sekelas lu bukan teman lu?"
"Hehe, yang gue bilangkan cuma teman dekat, Don. Bedain dong temen dekat ama teman kelas."
"Lu gak dekat ama teman kelas lu?" Tanya Doni lagi.
"Sekarangkan gue ada di kelas kalian, jadi gue dekatnya ama kalian. Kelas gue jauuuuuuuh di gedung sebelah, jadi mereka teman jauh."
Yang lain hanya memutar mata malas mendengar penjelasan Heri. Tidak tahu cara menanggapi perkataannya.
"Hehe, logika gue keren juga." Pujinya untuk diri sendiri.
Ciko kembali fokus mengoreksi jawaban Yudan dan memberi penjelasan dengan sabar. Ini adalah pelajaran dasar, sangat mudah dipahami. Sehingga Ciko tidak perlu bersusah payah seperti chapter-chapter sebelumnya.
"Um, Yud, ntar pulang sekolah temani gue beli buku di toko biasanya." Ucap Ciko di tengah penjelasannya.
Yudan mengangguk setuju, lagi pula dia cuma nebeng di motor Ciko. Jika dia menolak, dia sendiri yang akan kesusahan mencari tumpangan. Naik angkot dan ojek itu menguras uangnya, sedangkan jalan kaki menguras tenaganya. Pikiran orang miskin itu harus cerdas seperti Yudan.
"Gue juga mau ikut." Ucap Jala yang sedari tadi diam. Semua orang memperhatikan dia dalam diam membuat pemuda yang diakui sebagai anak sultan tersebut merasa canggung. Jala berbatuk singkat, "Ekhem, gue juga mau beli buku. Gue dah janji dengan Doni, sekalian saja bareng." Lanjutnya.
Doni terdiam, dia berpikir sangat keras. Kapan mereka janjian beli buku? Tapi sayangnya otak dan tubuhnya bertindak berlawanan. Doni mengangguk membenarkan ucapan Jala, "Itu bagus, sekalian ntar langsung singgah ke rumah Ciko."
"Gue ikut! Gue ikut! Gue juga pen beli buku." Seru Heri antusias.
Doni mengernyit, "Lu mau beli buku apaan?"
"Nyokap gue ngasih uang buat beliin Ogi buku pelajaraan, hehe, jadi gue ama Ogi ikut."
Seketika semua pandangan mengarah ke pemuda yang berkacamata besar itu.
Ogi, "..." Gue gak tau apa-apa soal itu!
Doni memajukan tubuhnya ke depan, "Toko buku yang dimana?" Tanyanya antusias, soalnya sangat jarang dia pergi ke toko buku.
Yudan menghentikan penanya yang sedari tadi menulis angka-angka, "Yang di depan lapangan, eh samping lapangan, um belakang lapangan. Uh, bagian depan lapangan itu dimana sih?" Ucapnya kesal sambil mengacak rambutnya frustasi.
Jala memutar bola matanya jenuh, "Bilang aja yang di dekat lapangan, goblok."
"Hehehe, Yudan goblok." Kekeh Heri ikut mengejek Yudan.
"Gue gak goblok, lu pada yang goblok!" Balas Yudan dengan mata melotot.
Ciko melirik ketiga temannya itu dan menghela napas panjang, "Sudahlah, gue yang goblok."
Semua orang, "..." Kalau orang kayak Ciko disebut goblok, maka makhluk seperti mereka bahkan tidak pantas disebut manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boys
Teen FictionWarning* *Cerita ringan yang beberapa chapter hanya berisi satu atau dua kalimat doang. *Terdapat kata-kata kasar/umpatan. *Tidak ada prolog/sinopsis, langsung baca aja. Cerita sepaket : Titik Bukan koma (TBK) > MangaToon/Noveltoon