-Author Pov-
Ilma tertidur di pinggir ranjang Desiva dengan posisi badan terduduk dan kepala yang terletak di kasur dengan tangan yang setia menggenggam tangan Desiva. Wajahnya terlihat sangat lelah dengan mata yang sedikit bengkak akibat kebayakan menangis.
Tidurnya sedikit terusik karena ia mendengar suara ringisan seseorang. Ilma menggeliat dan mengerjap-ngerjapkan matanya sebentar lalu memeriksa Desiva.
Ia sedikit kaget setelah melihat Desiva sudah membuka matanya yang bertanda bahwa ia sudah sadar.
"Kamu udah bangun Va?" tanyanya refleks.
"Sa-kit Ma." keluhnya.
"Tenang Va kamu gak sendirian, ada aku disini. Aku panggilkan dulu dokter, kamu tunggu sebentar." Ilma berdiri kemudian berjalan tergesa-gesa keluar ruangan.
Tak berselang lama Ilma datang dengan seorang dokter dan dua orang suster. Diikuti juga oleh Mama dan Papanya dibelakang, tak lupa Abuya, Dhuha, Mba Gita, 3A dan ketiga sahabat Desiva.
"Kamu udah sadar sayang?" Mama Desiva langsung menghampiri Desiva dan mencium keningnya.
"Ma-ma...sa-kit"
"Kamu tenang ya sayang, dokter akan meriksa kamu."
Dokter segera melakukan pengecekan pada semua bagian tubuh Desiva dengan cekatan.
"Anak ibu dinyatakan dalam kondisi stabil dan-."
"Tapi tadi dia mengeluh sakit Dok" potong Mama pada penjelasan Dokter yang belum selesai.
Dokter tersenyum, "Itu adalah gejala normal yang dialami pasien setelah koma, apalagi putri Ibu baru saja mengalami kedinginan yang ekstrim. Mungkin dampaknya bisa menyebabkan badan pasien kaku dan sakit, tapi saya sudah menyuntikan obat pengurang rasa sakitnya. Putri Ibu harus istirahat terlebih dahulu untuk beberapa hari ke depan agar kesehatannya bisa pulih dengan maksimal. Besok pagi saya akan melakukan pengecekan kembali. Kalau begitu saya pamit, Bu." jelas Dokter dan berpamitan.
"Silahkan. Terimakasih ya Dok." ucap Papa.
"Sama-sama, permisi semuanya." ucapnya lagi dengan ramah kemudian pergi meninggalkan ruangan.
"Alhamdulillah kamu udah sadar sayang. Mama dan Papa khawatir sekali sama kamu, Nak." ucap Mama memegang tangan Desiva dengan gemetaran.
Desiva mengukir senyumnya walau masih terlihat kaku, "Ta-di aku ke-te-mu sama A-bang, Ma." ucapnya terbata.
Mama menempelkan tangan Desiva yang digenggam pada pipinya sambil menangis. Ia hanya menganggukan kepala sebagai jawaban.
Desiva kembali tersenyum kemudian mengalihkan pandangannya pada Ilma.
"Desiva. Aku seneng banget kamu bisa cepet sadar." Ilma memeluk Desiva dengan menangis haru.
"Ma-ka-sih Ma."
"Maafin Abuya Nak, karena sudah lalai menjaga dan mengawasi kamu." Abuya menatap Desiva sendu.
"Tidak A-buya, ini bu-kan salah A-buya. Mungkin ini uji-an dari Allah untuk-ku." jawaban Desiva membuat Abuya merasa lebih lega.
Desiva mengedarkan pandangannya kepada ketiga sahabatnya dan juga Mba Gita dengan senyuman yang mengembang. Bisa dilihat dari mata mereka bahwa mereka berempat sangat mengkhawatirkan keadaan Desiva. Itu membuat Desiva merasa senang karena dipertemukan dengan teman yang tulus berteman dengannya.
Pandangan Desiva beralih pada Dhuha yang sudah mengembangkan senyumannya. Dhuha merasa sangat lega saat mendengar bahwa Desiva sudah sadarkan diri. Tak sia-sia ia terus menerus berdo'a, memohon kepada Allah untuk kesembuhan Desiva.