Malam ini kupandang langit yang tampak dari kota kelahiranku untuk yang terakhir kalinya karena besok aku sudah harus meninggalkan kota Metropolitan ini menuju kota Pahlawan. Aku tidak menyangka aku akan pergi 800 km jauhnya dari kota kelahiranku. Pikiranku saat ini sangat campur aduk karna memikirkan antara tetap pergi atau tidak. Tentunya aku harus tetap pergi ke kota Pahlawan itu karna aku harus meneruskan hidup dan mengejar cita-citaku.
Sebelum aku melanjutkan kisah ini izinkan aku untuk memperkenalkan diri. Namaku Anissa Viona Cantika, teman-temanku biasa memanggilku Anis, sedangkan keluargaku memanggilku Ona. Kali ini aku akan menceritakan kisahku dalam pencarian jati diri dan dalam proses menuju dewasa yang dilengkapi oleh berbagai macam konflik dan drama yang terkadang aneh sekali.
Hari ini berjalan sangat cepat dan tak ku sangka matahari sudah terbit kembali dengan cepatnya dan tiba waktunya aku untuk meninggalkan kota kelahiranku yang selama 18 tahun telah menemani hidupku. Aku menuju kota Pahlawan itu dengan kereta dan diantar oleh mamah. Mamah tidak akan tega menyuruhku berangkat ke kota itu untuk pertama kalinya dengan seorang diri, aku sendiri pun tak yakin berani pergi seorang diri menuju ke kota itu.
"Mbak jangan lupa barang-barangnya, jangan ada yang ketinggalan," kata mamah. "Iya mah, semuanya udah kebawa kok," Aku pun membalas perkataannya. "Obat-obatan udah masuk koper kan mbak?" Tanya mamah. "Iya mah, udah..."
Begitulah mamah kemanapun aku pergi harus membawa obat-obatan untuk jaga-jaga kalau aku terserang penyakit. Tubuhku dari kecil memang rentan sekali terserang penyakit maka dari itu yang dikhawatirkan mamah pertama kali saat aku pergi merantau yaitu kesehatanku.
...
Pada 28 Juli 2017 pukul 04.58 WIB, aku menapakkan kakiku ini di kota Pahlawan. Hidupku tidak begitu sulit karena aku masih ditemani mamahku dan sementara waktu kami tinggal di rumah nenekku yang berada di kabupaten Sudirejo. Dua hari kemudian aku dibantu mamah pindah ke kosan yang dekat dengan kampusku. Aku tampak asing sekali dengan kehidupan baru ini, awalnya terasa sangat aneh. Untungnya mamah masih setia menemaniku di kosan hampir dua minggu lamanya, jadi untuk urusan makan dan perlengkapan kaderisasi tingkat universitas aku cukup terbantu akan kehadirannya.Tentunya sebagai seorang mahasiswa ketika awal masuk kuliah tidak langsung duduk di ruang kelas dan belajar. Tapi ada masa dimana kita dikader dan diperkenalkan kehidupan di dunia kampus inilah yang disebut dengan kaderisasi tingkat universitas. Pada masa-masa ini aku merasa cukup enjoy dan tidak sendirian karena selama tiga hari masa kaderisasi itu aku masih bisa pulang dan melihat ibukku serta berkeluh kesah dengannya. Ya, kalian pastinya menebak aku anak yang manja, aku rasa bisa dibilang seperti itu karena aku sejak kecil hingga SMA kalau pergi kemana pun sering diantar mamah atau papah untuk berpergian karena itu aku tidak bisa mengendarai sepeda motor.
Hari ini tiba waktunya untuk mamah kembali ke kota Metropolitan karena beliau sudah cukup lama meninggalkan keluargaku yang lainnya di kota tersebut terutama adikku yang lebih membutuhkan mamahku untuk persiapan ke sekolah. Aku mulai merasakan kesedihan yang terasa hingga aku berangkat ke kampus. Walaupun mamah belum benar-benar sepenuhnya pergi meninggalkanku karena pagi ini aku masih melihatnya dan sarapan bersamanya.
Aku ada jadwal kuliah jam 09.00 pagi hingga sore hari, sedangkan jadwal keberangkatan kereta mamah ke kota Metropolitan jam 13.10 siang jadi aku tidak bisa mengantarkannya ke stasiun. Jadi, pagi tadi merupakan waktu terakhir kali aku melihat keberadaan mamahku.
Drt... Drt... Saat jam kedua perkuliahan berlangsung, terasa olehku bahwa HP ku bergetar tanda ada notifikasi pesan masuk ke HP ku. Lalu ku cek HP secara diam-diam agar tidak ketahuan oleh dosen dan ternyata itu pesan WA dari mamah.
[9/8 13.10] mamah: Mbak mamah berangkat ya, keretanya udah mau jalan
[9/8 12.15] me: iya mah, hati-hati dijalan ya mah.
[9/8 12.17] mamah: iya mbak, jangan lupa makan ya. Jangan sampe telat. Hati-hati ya mbak, jaga diri mbak kan anak perempuan. Sholatnya jangan ditinggalin ya mbak.
[9/8 12.17] me: iya mah.Disaat itulah hatiku merasa sedih tidak karuan. Aku mulai merasa sendiri. Semua keluargaku ada di kota Metropolitan, dan aku hanya seorang diri tinggal di kota Pahlawan ini. Ditengah-tengah perkuliahan aku sudah tidak fokus lagi mendengarkan dosen karena kesedihan ini, hingga tiba waktunya aku pulang ke kos-kosan dan menghadapi kenyataan bahwa aku telah menjadi seorang perantau sesunguhnya.
Saat kubuka pintu kamar kosku, aku tak lagi menemukan sosok mamah dan yang aku temukan hanya ada nasi beserta lauknya dan selembar kertas yang ditinggalkan mamah untukku. Aku menangis sejadi-jadinya karna saat ku baca lembaran kertas itu tertulis anjuran minum obat kalau aku sakit batuk, pilek, demam, sakit perut dsb. Selain itu juga tertera bagaimana petunjuk cara mengambil uang di ATM dan nomer call center suatu bank jikalau ada masalah yang terjadi. Semua tulisan itu ditulis dengan huruf kapital khas mamah. Ditulis sangat dalam dan menyentuk hati ini. Aku menangis dan terus menangis di atas kasur sambil meringkuk. Jadi beginilah rasanya menjadi seorang perantau.
Terasa sangat berat. Tapi hidup harus tetap berjalan jadi aku menegakkan badanku dan mulai menyusun hidup layaknya sebagai seorang perantau sejati. Aku mulai ini semua dengan doa dan senyuman karna inilah merupakan awal dari proses pendewasaan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Heyyo friends!!!❤
Semoga kalian enjoy ya bacanya walaupun agak sedih di akhir...Jangan lupa di like dan share ya...
Sama comment juga, sangat terbuka untuk saran dan masukan.Terimakasih banyak semua yang udah mau baca cerita ini. Love u all 😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Waktu
FanfictionCerita fiktif yang related dengan kehidupan nyata menceritakan tentang perjalanan seseorang dalam memaknai hidup menjadi orang dewasa yang melewati beragam fase dan konflik-konflik. Sedikit menceritakan kisah cintanya yang sangat flat. "Mbak jangan...