PART 6

1 0 0
                                    

" Kepergianmu tanpa alasan, membuat genderang bertabuh dihatiku pertanda gelisah."  - Dante -

Semuanya terasa sejuk dan nyaman, rumahku. Walau hanya bilik bambu dan semi permanen. Semua sudah jadi jerih payah kedua orang tuaku.

Pohon mangga bergelayut berat, hampir matang
Ibu keluar dari balik pintu memyeduhkan teh untuk Bapak. Aku pun mengucap salam, arah pandang mereka tertuju padaku.

" Loh, pulang kog ga kabar - kabar." Ucap Bapak seraya memeluk.

Walaupun Bapak bukan bapak biologisku, Bapak menyayangi aku seperti anak kandungnya sendiri. Walau dalam hati kecilku, tak bisa kupungkiri aku sangat ingin tahu siapa Bapak biologisku. Tapi Ibu selalu bilang tunggu waktu. Ibu mencintainya tulus, namun karena situasi dan kondisi tertentu ibu memutuskan meninggalkannya. Aku pun mengerti setelah cerita itu, berulang diceritakannya berakhir di kelas 1 SMK. Hingga aku pun sadar, cinta Ibu ke dia lebih besar. Namun, cinta Bapak yang sekarang dengan Ibu tulus. Hingga lahirnya Bisma dan juga Nania yang tumbuh dengan baik saat ini.

" Bu, ini ada sedikit uang gaji terakhir kerja Yuki diterima ya." Lirih Yuki memohon

" Dah bu, terima saja. Anggap aja itu hadiah dari Yuki. Hargailah kerja keras anakmu itu." Ledek Bapak.

Yuki terkekeh melihat, guyonan sejoli yang sudah hampir di makan usia ini terlihat masih segar dan makin rukun.

" Mbak Yuki... " teriak Nania senang.
" Nania, mbak kangen memeluk rindu.
" Dah sana, masukin tas dan bawaanmu ke kamar dulu. Habis itu buruan makan." Perintah Ibu.
" Iya bu. Bima mana bu ?" Tanyaku
" Paling - an juga maen." Sahut Bapak

" Oh ... aroma kamarku, masih kurindu.

Dari balik tirai, sudah ada Ibu yang masuk dengan segelas teh panas dengan corak ijo muda putih yang terbuat dari stainless. Ibu berada di tepian ranjang bambuku beralaskan kasur kapuk dialasi seprei bunga - bunga lily dengan dasaran warna biru muda. Aku pun buka suara, setelah sesapan kedua masuk di kerongkongan dan begitu hangat di perut kosongku yang belum terisi apa - apa.

" Ujian gimana mbak ?. Terus kerjaan di cafe gimana mbak ?" Tukas Ibu.

" Aku dah keluar kerja bu. Aku pingin ikut Mbah di Karanganyar." Terang Yuki.

" Sekolahmu gimana ?" Ibu

" Nanti kalau udah mendekati pengumuman kelulusan, aku balik ke Semarang bu. Aku juga nunggu kabar lewat wali kelasku. Atau kalau gak ya teman sebangkuku." Yuki

" Mbak dah yakin, mo ikut mbah?" Tegas Ibu belum yakin.

" Iya bu... kenapa ? Lagian kan tempatnya adem hehehe." Kekeh Yuki

Ibu pun berlalu pergi, pribadi Yuki yang sedikit tertutup mengingatkan sifat dan sikap Bapak kandung Yuki. Seulas senyum terbersit di antara pipi Ibu, diketahui Bapak.

" Senyum - senyum dewe." Ledek Bapak

" Loch, Bapak nguping ya ?" Balas Ibu.

" Gak. Sapa juga yang nguping, wong Bapak lewat mau naruh cangkir Bapak di dapur." Dengan menunjukkan secangkir yang tandas habis tak bersisa setetes pun dengan membalikkan cangkirnya.

" Heleh, hayo Bapak nguping kan ?" Tunjuk Ibu terkekeh geli, sambil mengikuti langkah Bapak yang menuju dapur.

" Gak yooo, orang kog ngeyel." Tepis Bapak
" Yo ngeyel, wong Bapak jelas - jelas nguping." Kekeh Ibu lagi.
" Yuki dah yakin mau pindah ke Karanganyar?" Bapak serius.
" Katanya sih yakin. Ibu pikir mau disini dia nya. Gak tau nya malah mau ke tempat Ibu, ya dah lah.
" Iya ngeyel, sama kayak kamu." Kekeh Bapak

Lagi - lagi aku mendengarkan celotehan Bapak. Kehangatan yang diberikan Bapak pada Ibuku. Ya, cintanya tulus dan begitu besar. Bapak pernah berpesan padaku, akan satu hal.

" Kejar apa yang kau cintai. Kejar apa yang ingin kau gapai. Walaupun ucapan tak sesederhana itu, setidaknya lakukan yang menurut hatimu lega."

Masih teringat dibenakku, pesan itu ketika aku memutuskan hidup mandiri dan keluar dari rumah Eyang di Semarang. Dan aku tetap menjaga batasan - batasanku sebagai seorang perempuan, layaknya anak sekolah pada umumnya. Sesekali, aku pernah di ajak membolos dengan Dante. Tiba - tiba aku mengingatnya. Hanya, karena pikiran soal Ibu dan Bapak yang semakin harmonis.

" Ki. Kamu ngelamunin sapa ?" Tegur Bapak

Entah sejak kapan, Bapak ada dibalik tirai kamarku. Disana, juga sudah ada Bima yang ikut menelusup masuk ke kamarku dan memukulku dengan canda.

" Ayo mbak, main bola." Ajak Bima

Aku hanya terkekeh geli, mendengar ajakannya. Bima berusaha menarikku.

" Mbakmu baru sampe Bim. Biarin tidur dulu to. Mandi sana !!" Perintah Bapak.

Bima pun lari kecil, lari dari perintah Bapak dan keluar dari kamar. Bapak hanya menegurku dari balik pintu.

" Jangan terlalu dipikirin. Dah buat tidur dulu. Capek otakmu, buat mikir sing ora - ora." Bapak

Bapak memang tahu watakku seperti apa. Hal yang tidaklah penting masuk di memori pikiranku.
Setidaknya aku lupa perihal Kenzi, untuk saat ini.

*****
Masih gelisah melihat memori layar yang berwarna kuning dilihatnya dalam - dalam. Diharapkan, ada pesan masuk dari Yuki.

" Apa aku yang sms duluan ya." Gerutu Dante

Dania hanya bergelayut manja di lengan Dante. Dante pun kesal dan menghempaskan lengan untuk terlepas dari sandarannya.

" Kamu kenapa sih?" Kesal Dania.
" Cerewet. Pulang sana."
" Aneh." Kesal Dania dan berlalu pergi.

Dante teringat Yuki, dirundung kesal seperti ini Yuki menyodorkan segelas es soda gembira ( es soda dengan sirup cocopandan ).

" Kalo marah, aku jangan jadi pelampiasan. Untung aku Yuki, bukan orang lain. Ejek Yuki menjulurkan lidahnya dan berlalu pergi.

" Dasar si bawel, kog tiba - tiba aku inget dia ya. Dania pergi aku gak gelisah. Tapi Yuki pergi. Bingung pada dirinya sendiri.

Dante berusaha menepis kisah lama. Namun hati dan pikiran tetap mengganggunya. Dia pun berjalan menyusuri ruang guru. Dan didapatinya orang yang ada disana sedang bicara dengan guru kesenian.

" Permisi Pak." Salam Dante tunduk

" Ya, kenapa Dante?" Tanya Pak Slamet.

" Maaf Pak, saya ada perlu dengan Bapak."

" Ouh ya monggo silahkan. Saya permisi dulu Pak Slamet." Jelas guru kesenian mengakhiri pembicaraan.

" Maaf Pak, apa Yuki kirim pesan lewat Bapak?" Tanya Dante gagap.

Sedikit ada jeda percakapan guru killer dan murid badung ini. Dan suara Pak Slamet mengagetkan Dante.

" Oh .. iya. Yuki tidak sms, hanya saja Yuki telepon saya. Itu kan jauh lebih sopan." Sindir Pak Slamet.

Suasana hati Dante memang tengah tegang, jika dihadapkan dengan guru bahasa jawa sekaligus wali kelasnya ini.

" Memang kenapa ? Kog kamu tanya - tanya soal Yuki, apa kamu pacarnya?" Ceplos Pak Slamet

" Bu .. bu bukan Pak. Bukan gitu, soalnya kan masih ada pengumuman kelulusan. Sedangkan dia sudah gak kost lagi. Jelas Dante gugup.

" Hahahhaha.. tawa pak Slamet pun lepas. Lagi - lagi Dante dibuatnya kaget lagi.

#kepergian
#berlalupergi
#tanpapamit
#tanpakabar
#tanpaberita
#takbercerita
 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dante dan Yuki Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang