"Hubungan tanpa restu orang tua memang menjadi masalah utama. Tapi, bukankah setiap permasalahan itu akan menemukan penyelesaiannya?"
☆☆☆
Halangan dan hambatan dari kedua orang tua masing-masing tak menyurutkan semangat serta impian Rengganis dan Adi untuk mencapai tujuan mereka. Pernikahan, ya itu adalah tujuan utama keduanya. Tak peduli hujan badai menghadang mereka berjanji akan tetap bertahan. Baik Adi maupun Rengganis memang sudah sangat jarang bertemu, tapi komunikasi di antara keduanya masih ramai lancar seperti jalan tol tanpa lubang.
Adi yang akhir-akhir ini disibukkan dengan usaha yang dia rintis sejak empat tahun lalu, dan Rengganis yang juga sibuk melakoni profesinya yang sudah sekitar satu tahun ini dia geluti. Namun, disela-sela kesibukan masing-masing mereka selalu menyempatkan waktu untuk mencari cara dan bukti-bukti agar hubungan mereka bisa direstui.
"Bagaimana apakah sudah dikirim?" tanya Adi pada seseorang di seberang sana.
"Sudah, Pak," jawabnya.
"Ok, bagus. Terima kasih," ujar Adi lalu menutup panggilannya.
Dengan senyum penuh percaya diri dia menatap wajah manis Rengganis yang terpampang apik di wallpaper handphone. "Sebentar lagi kita akan bersatu," gumamnya.
Terhitung sudah sekitar satu minggu Adi selalu mengirimkan bingkisan berupa berbagai macam makanan, kepada kedua orang tua Rengganis yang kini tinggal di Jawa. Hanya cara itulah yang bisa Adi lakukan sebelum dia benar-benar menemukan bukti akurat yang bisa mematahkan asumsi kedua orang tuanya yang begitu kolot.
Pasundan adalah kota kelahiran Rengganis. Darah Sunda begitu kental dan melekat pada keluarganya. Namun, mereka terpaksa harus pindah beberapa waktu karena urusan bisnis keluarga. Rengganis menolak dan tidak menerima kepindahan kedua orang tuanya maka dari itu setelah dia lulus SMA dia memutuskan untuk merantau ke Ibu Kota.
Baik Asep maupun Asih keduanya sama-sama tak setuju namun hal itu tak membuat Rengganis gentar dan patah arang. Dengan bermodalkan nekad serta uang pas-pasan akhirnya dia sampai di Jakarta. Beruntung, dia bertemu dengan seseorang yang baik dan mau membantunya mencari pekerjaan serta tempat tinggal. Rahmah, ya dialah orang yang begitu berjasa bagi Rengganis.
Dia jarang menghubungi kedua orang tuanya karena takut mereka akan memarahi dan menyuruh dia untuk ikut tinggal di Jawa. Namun, dua minggu yang lalu tepatnya pada saat Adi datang dalam hidupnya dan terang-terangan mengajak dia menikah, dia memberanikan diri untuk menemui kedua orang tuanya lagi. Hanya untuk meminta doa dan restu namun ternyata dua hal itu tak Rengganis dapatkan. Malah penolakanlah yang dia terima.
Deringan di ponsel membangunkan Adi dari lamunan panjang tentang sang gadis pujaan. "Panjang umur," ucapnya saat nama Rengganislah yang tertera apik di layar datar pintar tersebut.
"Assalamualaikum, Mas." Salam lembut dari suara Rengganis selalu mampu membius Adi.
"Wa'alaikumussalam, ada apa? Kangen yah," godanya dengan suara yang sengaja dibuat-buat.
Di seberang sana Rengganis tersipu malu dan menjauhkan telepon genggamnya jauh-jauh hanya untuk sekadar mengembuskan napas. "Apa, Mas yang mengirim parsel makanan dan buah-buahan ke rumah Abah?" tanya Rengganis tanpa mau repot-repot menjawab pertanyaan tak bermutu kekasihnya.
"Iya, kenapa emang?" jawab Adi dengan embel-embel sebuah pertanyan.
Terdengar helaan napas di ujung sana. "Abah marah besar dan mengembalikan semuanya ke rumah Bapak sama Ibu kamu, Mas," tuturnya begitu tak enak hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terikat Adat | OPEN PRE ORDER
RomanceOPEN PRE ORDER BERLANGSUNG SAMPAI TANGGAL 15 DESEMBER 2019 Cerita ini berkisah tentang sepasang anak manusia yang saling mencintai namun terhalang oleh adat dan budaya yang keluarganya junjung tinggi. Dua adat yang saling bertolak belakang menjadi p...