Aku Disuruh Menguntit

80 3 0
                                    


Aku melihatmu!

Astaga, sebenarnya kalau tidak disuruh menguntit oleh Sella, aku pasti akan menanyainya secara langsung apa rahasianya bisa berlari secepat itu!

Nanti kan, nilai olahragaku bisa membaik.

DAN DIA LARI LAGI!!!

Aku ngos-ngosan. Sebenarnya dia ini kenapa, sih? Bentar-bentar lari, nanti noleh ke belakang. Lari lagi. Noleh lagi. Gitu aja terus sampe aku tinggi!

Oke, dan sekarang dia masuk gang sempit dan gelap. Dia nggak takut ada hantu apa? Atau orang jahat gitu? Biasanya kan, di tempat gelap gitu suka bahaya.

Aku mengikutinya masuk ke gang itu. Beuuuh, baunya anyir sekaleeeee.

Di mana-mana ada tengkorak lagi.

Eh? Tengkorak?

Aku menunduk. Benar! Ini tengkorak! Tengkorak MANUSIA!!!

Lalu tiba-tiba aku mendengar kasak-kusuk. Langsung aku berlari ke samping tong sampah untuk bersembunyi di belakangnya. Untung aku pendek, jadi aku tertutupi. Coba kalau aku tinggi seperti si Dia itu, pasti akan tetap kelihatan walaupun sudah tengkurap sekalipun.

Tapi dia itu sedang apa?

Dan kenapa Sella ada di sana? Kenapa mulutnya di lakban? Kenapa aku disuruh menguntit si Dia kalau Sella saja sedang bertemu dengannya? Aku perlu tanya nggak, ya? Tapi nanti ketahuan si Dia dong? Katanya kalau nguntit itu harus diam-diam, kan?

Ah, aku sembunyi aja, lah.

Kulihat dia mengeluarkan pisau, em.... sebenernya pisau yang bagus, sih.

Sella yang dilakban, dan juga diikat ternyata, mulai geleng-geleng kepala, gemetar, dan mencoba berdiri.

Lalu si Dia tertawa, mengarahkan mata pisau itu ke mata Sella. Aku kira sekali tusuk mata Sella bakal langsung tercongkel keluar, tapi tidak! Dia butuh beberapa kali agar bola mata Sella itu bisa benar-benar keluar dari tempatnya.

Cih!

Kutarik kembali kata-kataku yang bilang kalau pisau itu bagus. Pisaunya nggak tajam! Nggak mantul! Pisaunya jelek!

Sella kali ini mencoba untuk teriak, tapi karena mulutnya terlakban jadi suara yang keluar hanya gumaman tak jelas.

Lalu mungkin karena dia merasa Sella terlalu berisik, dia membuka lakban Sella, dan sebelum Sella berteriak lagi, dia mengambil lidah Sella dan memotongnya! Uh, darahnya mengucur deras. Baunya tidak enak sekali. Mereka berdua tidak terganggu apa ya? Apalagi si Sella malah tambah ribut sendiri. Dia tidak bisa diam apa?

Dan mungkin karena si Dia juga sebal dengan Sella yang tidak mau diam, maka si Dia mengambil palu serta paku, lalu memaku kedua tangan Sella di sebuah papan. Aku tertawa. Lalu refleks menutup mulut karena takut ketahuan.

Lagian lucu, sih!

Si Sella, dengan bola mata satu bercucuran darah, juga mulut terbuka yang mengucurkan darah pulaa, sekarang sedang menungging seperti sedang ingin main kuda-kudaan karena kedua tangannya tertancap ke depan. Aku baru saja refleks ingin menungganginya jika tidak ingat kalau sedang menguntit.

Sekarang si Dia balik badan, aku terkesiap. Kukira dia mendengar tawaku tapi ternyata dia mengambil gergaji. Itu tuh si Dia jangan-jangan tukang ya? Tadi punya palu sama paku, sekarag gergaji. Jangan-jangan dia juga punya catut.

Nah, sekarang si Sella di tengkurapkan, dengan tangan yang masih tertancap di papan, si Dia menggergaji dengkul Sella.

Aku meringis. Astaga! Gergaji itu sama sekali tidak bisa di sebut gergaji! Si Dia butuh waktu lama sekali hanya untuk memutuskan satu dengkul Sella. Aku jadi ingin usul, kenapa dia tidak pakai pisau daging saja ya? Si Dia benar-benar kurang canggih.

Sella sekarang seperti boneka barbie di rumahku. Karena kakinya buntung satu AHAHA.

Ups! Tuh kan, aku keceplosan ketawa lagi!

Ngomong-ngomong aku lapar. Untung tadi aku sempat bawa cokelat sebelum berniat menguntit. Jadi kumakanlah cokelat itu sambil terus mengawasi dia bermain dengan Sella.

Tapi Sella tidak bergerak lagi.

Yah, nggak seru, dong.

Tapi, entah kenapa si Dia mengambil palu, lalu dengan palu tersebut, dia memalu kepala Sella. Sella diam saja, dan si Dia terus saja memalu kepala itu sampai kepala Sella pecah dan remuk.

Wah, aku baru kali ini melihat otak manusia secara live.

Namun, darah termuncrat di mana-mana.

Dan terkena cokelatku.

Aku menunduk, menatap cokelatku dengan nanar. Aku hampir menangis ketika si Dia tiba-tiba saja sudah ada di depanku, menunduk, lalu menggigit bagian cokelat yang ada percikan darah Sella.

"Sorry." Si Dia berbisik sambil mengusap rambutku.

Dan akupun dengan senang hati memakan cokelatku kembali.

END

Saya minta cokelatnya dong hehe

Aku Disuruh MenguntitWhere stories live. Discover now