Sebulan berlalu, Elbi tidak lagi mempermasalahkan perasaan anehnya terhadap Anza. Elbi melupakannya. Ia terlalu sibuk dengan setumpuk tugas menjelang persiapan PAS (Penilaian Akhir Semester). Bukan hanya Elbi, Anza pun sama sibuknya. Ditambah, pemuda itu cukup aktif mengurusi ekstrakurikuler jurnalistik dan juga OSIS.
"Untuk perlengkapan, kita manfaatkan punya sekolah." Ink hari terakhir PAS. Hanya satu mata pelajaran yang diujikan, sehingga mereka dapat pulang lebih awal. Baru saja Elbi mendatangi ruang ujian Anza, dia menemukan pemuda itu tengah berbincang dengan salah seorang pengurus OSIS. "Nanti lo tinggal minta suratnya ke Dessy aja, Za. Kalau bisa besok suratnya udah bisa diterima Pak Danang."
Anza mengengguk. "Iya, Kak. Ada lagi?"
Kakak kelas yang juga merupakan senior Anza dalam kepengurusan OSIS itu melongok ke belakang punggung Anza. Ia menyadari kehadiran Elbi yang tampak ragu menghampiri Anza. "Nggak ada. Lo bisa pulang," ucapnya sembari tersenyum penuh arti. "Tuh, udah ditunggu sama pacar kesayangan."
Anza mengernyit kemudian menoleh ke belakang. Ia menemukan Elbi yang tersenyum kikuk sambil meremas tali tasnya ransel di pundaknya. "Kakak Elbi bukan pacar saya, Kak Damar" Anza berbalik dan menjelaskan.
Damar terkekeh sendiri melihat betapa datar ekspresi Anza ketika menjelaskan status Elbi kepadanya. Hal itu membuat Damar gemas ingin main-main sedikit dengan adik kelas yang selalu bisa diandalkannya itu. "Bukan, ya?" Damar tampak berpikir. "Elbi juga udah putus dari Kak Erlang, kan? Boleh dong gue deketin? Lo bisa bantuin gue nggak, Za?"
"Hei!" Belum juga Anza menjawab pertanyaan Damar, Elbi sudah menghampirinya. "Gue ganggu kalian, nggak?"
Damar menggeleng dengan menyunggingkan senyuman lebar yang membuat Anza memutar bola matanya. "Nggak kok, Bi. Kenapa? Ada perlu sama Anza?"
Elbi menggaruk kepalanya salah tingkah. Ia melirik Anza yang tidak memberikan reaksi apa pun. "Masih lama nggak, Ja? Kalau masih aku—"
"Udah selesai kok," Anza membalas dengan cepat. "Mau pulang sekarang?"
Elbi mengangguk. "Kita duluan, ya Damar," pamit Elbi pada Damar.
Damar melambaikan tangannya. Namun, baru beberapa langkah Elbi dan Anza menjauh, Damar sudah memanggilnya lagi. "Bi, malam minggu nanti ada acara?" tanya Damar.
Elbi mengernyit tidak mengerti. "Nggak ada. Kenapa?"
Damar tersenyum puas. Ia sempatkan diri melirik Anza yang kini menatapnya dengan sorot tidak biasa. Ah, Damar benar-benar menyukai ini. "Mau nggak nonton sama gue?"
"Eh?" Elbi makin tidak mengerti. Ia baru saja hendak menjawab ketika melihat Damar mengedipkan matanya seolah sedang memberi kode pada Elbi agar tidak langsung menolaknya. Elbi tidak mengerti maksud Damar, tetapi mengikuti saja permainan pemuda itu. "Gue pikirin dulu. Nanti gue kabarin lagi."
Senyum Damar melebar. "Gue tunggu!"
O0O
Elbi dan Anza tidak langsung pulang ke rumah. Elbi mengajak Anza singgah sebentar ke kedai es krim yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Seminggu lebih berurusan dengan soal-soal yang membuatnya sakit kepala, Elbi membutuhkan penyegaran. Dan es krim pun dipilih Elbi untuk menyegarkan kepalanya yang nyaris berasap.
Elbi menatap antusias es krim pesanannya. Terdapat 3 scoop es krim di gelasnya. Strawberi, cokelat, vanila, dengan taburan marshmallow dan jelly di atasnya. Anza sendiri malah memesan milkshake cokelat alih-alih memesan es krim.
"Rasanya gue hidup kembali!" celetuk Elbi sambil memejamkan mata merasakan es krim meleleh di dalam mulutnya. "Ja, kamu mau cobain nggak? Ini enak loh!" Elbi menyendok es krimnya dan menyodorkannya pada Anza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something about Anza
Teen Fiction"Yakin lo cuma nganggep Anza kayak Binno?" Elbi mengangguk tanpa ragu. "Yakin?" Pertanyaan diulang. Elbi mulai memikirkan kembali. Iya. Benar. Benar begitu?