Sepeninggal Tirani kini yang tersisa hanya keheningan. Tak ada yang berani mendekati Pak Gen yang terduduk lemas di kursi menghadap komputer dengan tatapan kosong di ruang kelola perpustakaan. Perkataan Tirani barusan berhasil membuat dirinya bagaikan ditusuk ribuan jarum.
Ia tidak tahu bahwa selama ini anak yang ia remehkan ternyata adalah seorang yang pernah memberikan kehidupan ke dua untuk putrinya, Cika. Ia juga tidak menyangka, bahwa Tirani adalah putri dari Dinastri, orang yang pernah memberikan masa depan untuknya hingga sesukses ini.
Ya, dulunya Pak Gen terancam putus sekolah karena masalah biaya. Namun dengan ringan Dinastri mengulurkan tangan untuknya. Memberitahu ayahnya, bahwa temannya butuh bantuan. Saat itu juga semua tagihan biaya sekolah dibayar lunas oleh keluarga Dinastri, tidak tanggung tanggung Dinastri membiayai pendidikannya dari kelas 11 hingga perguruan tinggi, dengan syarat ia tak boleh memberi tahu kepada siapapun.
~maafkan saya,saya telah menyakiti putrimu.~ gumam pak Gen dalam hati.
***
Tirani hampir tiba di kelas. Namun ketika melewati pintu kamar mandi, tiba tiba seseorang menahannya. Orang itu adalah Cika, yang sekarang menjabat sebagai ketua Osis SMA Dandelion. Orang yang pernah ia bebaskan dari maut."Eh pembuat masalah?! Buat masalah apa lagi lo?! Bukannya ini udah jam masuk!? Masuk kelas?!" Bentak Cika menyuruh nyuruh Tirani.
"Jangan ngomong sama gue." Ucap Tirani dingin. Bahkan sangat dingin.
"Wahh wah wahh ada yang belum kapok juga nih. Udah dipertahanin sama bokap gue. Masih aja kelakuan kaya gini. Dasar cewe ngga tau diri emang ya lo, untung pinter."
Plak!
Satu tamparan berhasil mendarat mulus di pipi Cika. Belum selesai ia memahami apa yang terjadi, kerah bajunya sudah ditarik paksa oleh Tirani. Membuatnya menjinjit dan ketakutan.
"Mulut lo Chika! Gue udah sabar ngadepin kelakuan lo!! Tapi apa? Lo tetep kaya gini!! Lo tuh cewe ngga punya hati tau nggak si Cik!? Cuma modal jabatan! Jangan kikis kesabaran gue, atau suatu saat gue bakal tampar sekakian mulut lo yang kelewat licin itu! Paham lo!!!!!"
Gertakan Tirani yang super dingin dan tajam berhasil membuat Cika kalang kabut. Sebelum sempat menjawab, kerahnya sudah dilepas dengan kasar membuat punggungnya sedikit membentur tembok. Dan setelah meluapkan kekesalannya, Tirani segera berbalik dan meninggalkan Cika yang masih membeku kesakitan di tempatnya.
Namun, baru beberapa langkah ia berjalan, seseorang memanggilnya. Seseorang yang sedari tadi telah menyaksikan kejadian itu. Dev.
"Tunggu! Tirani berhenti! Lo apain Cika? Lo kayaknya agak kelewatan deh Ra. Anak orang nih." Ucap Dev sangat hati hati takut membuat Tirani semakin marah.
"Lo tanya aja sama si rese itu. Gue cabut." Balas Tirani tanpa berbalik dan menoleh. Nada suaranya masih sama dinginnya dengan sebelumnya.
"Lo diapain sama dia?" Tanya Dev dingin kepada Cika. Cika yang melihat perubahan sikap Dev kepadanya sontak saja bingung bagaimana tadi ia bisa berkata santai terhadap Tirani? Beberapa detik berikitnya ia agak merasa sakit hati karena sebenarnya ia tertarik dengan pesona Dev yang memang tidak perlu diragukan. Berulang kali Cika berusaha menarik perhatian Dev dengan embel embel dia bersikap disiplin, bijak, dan selalu menunjukkan kewibawaannya sebagai ketua osis kepada Dev. Namun nihil, semua sia sia. Tak ada yang pernah digubris oleh Dev.
"Bisu?"
"Ehh nggg ngg nggak kok. Tirani nggak ngala ngapain gue..."
"Punggung lo kebentur kan tadi? Lo diapain sama itu anak?"
"Mm.. iya sih ini sebenernya sakit banget. Tapi nggapapa lah nanti juga sembuh sendiri."
"Lo ditampar kan?"
"Eh iyaa iya bener emang ngeselin banget tuh anak. Sukanya buat masalah. Nggak bisa apa anteng dikit."
"Gue udah tau."
"Kok bisa?"
"Ayo gue anterin dulu ke uks."
"Ehhh... uks?? Ooh iya uks... ayok"
Sepanjang koridor Cika terus mengoceh tentang jabatan, pencapaian Osis dibawah pimpinanya, dan jasa jasanya bagi sekolah itu. Sedangkan Dev hanya diam malas menanggapi Cika.
"Udah sampe. Gue balik dulu."
"Tapi Dev disini ngga ada guru jaga. Gue takut. Temenin gue Dev.."
"Gue sibuk. Gue cabut dulu, lanjut bimbingan."
Tanpa menunggu jawaban dari Cika Dev langsung pergi. Sebenarnya niatnya pergi bukan untuk bimbingan olimpiade. Tapi untuk mencari Tirani. Entah keanehan apalagi yang akan ia temukan si dalam diri Tirani, ia pun benar benar tidak bisa menerkanya.
Kali ini ia mencoba mencari di kelas Tirani, namun setelah melongok dari jendela kelas Tirani ia tidak menemukannya. Lalu berlanjut ke aula, perpustakaan, laboratorium, dan semuanya sama. Ia tidak tau dimana Tirani.
Kali ini Dev menyerah. Ia memutuskan pergi ke kantin sebentar untuk membeli minuman. Setelahnya, ia berlanjut menuju perpustakaan melanjutkan bimbingan plimpiadenya.
Berjalan menyusuri koridor sekolah samar samar ia mendengar alunan alunan melody yang sangat indah dan menenangkan. Tanpa berpikir panjang segera ia melangkahkan kakinya ke asal suara.
Suara itu kini telah mengantarnya menuju Roof toop sekolah. Terlihat disana Tirani sedang bernyanyi dengan earphone yang menempel di telinganya. Dengan tatapan lurus ke depan, menyiratkan sebuah kesedihan mendalam, namun permainannya benar benar indah. Mampu membuat seorang yang mendengarnya tersentuh hatinya.
Begitupun Dev. Ia tidak menyangka Tirani, seorang berandalan sekolah bisa se mellow itu sekarang. Sikap Tirani yang sering berubah drastis 180 derajat membuatnya semakin penasaran.
"Pergi. Ngapain di sini?" Tirani menghentikan permainannya, dengan tatapan masih lurus ke depan.
"Nyari angin"
".............." Tirani tidak menjawab.
"Nyari lo Ra."
"Lain kali nggak usah cari cari gue lagi."
"Nggak bisa Ra."
"Jangan buat gue ngulangin kata kata gue lagi."
"Apa? Nggak denger Ra. Yang keras napa."
".............."
"Nggak bisa Ra, gue terlanjur tertarik sama lo."
***
Gimana temen temen??? Kurang seru yaaaa: ( maaf ya kalo kurang seru, aku masih bingung cara menuangkan ide ke dalam tulisan: (: (
Tetep ikutin kisah kelanjutan Tirani dan Dev yaaaaa...aku bakal berusaha gimana caranya biar bahasanya enak dibaca:) Terima kasih:)
Jangan lupa vote and comment^^
~Love you reader*
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Novela JuvenilDan lagi, angin datang di sela sela sepi yang kian menyayat, membawa keping keping kemungkinan yang takterterka. Hingga waktu menjadi penanamnya, menjadikannya 'kita' Dan lagi, angin kembali datang membawa masing masing dari kita. Namun aku tak pern...