35. DIA dan ILUSIKU - EPILOG -

2.9K 167 27
                                    

Author Note : Vote sebelum membaca yaa♡ Btw, ini part terakhir, beri kesannya ya pas baca cerita ini dari awal sampai akhir.








35.

Ponsel di saku celana kainku bergetar. Kulihat sekilas lalu menutupnya, memasukkannya lagi dalam saku celana. Sebelumnya kukira itu pesan chat dari Nando, tahunya cuma ocehan grup kelas yang tidak penting. Masa iya, hari minggu harus membahas PR.

Menginjak setahun lebih lebih kami berpacaran, dari yang katanya together'an sampai yang orang bilang LDR'an, sejak Nando lulus dan mengambil kuliah kedokteran di Universitas ternama, Banjarmasin. Sebenarnya agak kurang setuju kalau dibilang LDR, karena jarak Kapuas dengan Banjarmasin tidak terlalu jauh. Pun, kami selalu bertemu setiap hari sabtu dan minggu. Mungkin karena rindunya itu, jadinya berasa jauh.

Semilir angin memelukku, duduk di atas pohon mangga jadi mood tersendiri karena kebetulan tahun ini mangga di depan rumahku berbuah. Yah, lumayan' kan, makan mangga tidak perlu beli mahal di pasar. Kalau kata Bagas, aku tuh tupainya kompleks. Kesal sih, tapi ada benarnya juga, jadinya mau marah pun susah juga.

"Tari, jalan yuk! Gabut nih gue!" Tuh, baru dibicarakan sudah teriak-teriak aja orangnya. "Jalan yuk, gue traktir makan bakso."

"Seriusan? Dua porsi tapi ya, satu mau gue bungkus buat makan di rumah." tinggal dihangatkan, jadi bisa dimakan malam-malam.

"Bebas, mau tiga porsi juga gue iyain. Buruan turun! Lama di situ lo jadi makin mirip tupai."

Sore-sore, naik motor jadulnya yang tak pernah mau diganti dengan yang baru. Bagas mengajakku makan di pinggir jalan, di tempat Bakso yang lagi happening karena namanya yang unik "Bakso Tikus" rada jijik sih, tapi itu cuma nama. Aslinya bakso ini halal, dari daging sapi. Tidak tahu juga kenapa diberi nama "Bakso Tikus" mungkin supaya beda dari yang lain saja, ah entahlah, kenapa aku repot.

"Mang, baksonya dua, plus satu dibungkus." Kami saling melempar tatap, setelah tak sengaja berucap secara bersamaan pada pedagang bakso.

"Ngapain ngikutin gue?" protesnya, membuatku tidak terima.

"Najisun amat gue ngikut-ngikutin lo. Kurang kerjaan!"

"Halah, ngaku aja Tar, lo tahu kan gue mau ngomong gitu jadi lo ikut-ikutin biar kita dikata couple. Hah, ngenes banget lo."

Kontan saja kupukul lengannya. "Sembarangan! Ogah gue dikata couple sama lo." amit-amit punya pacar macam dia. Bisa gila sehari aku sama tingkahnya yang absurd.

"Haduh, ini kenapa malah berantem? Jadi pesan nggak kalian?"

"Jadi." lagi-lagi secara bersamaan.

"Tuh kan, lo yang ngikutin gue, Tar."

"Bodo!" kutarik kursi plastik, duduk di sana, melihat ponselku yang sepi bak kuburan. Tidak ada satu pun pesan yang Nando kirimkan. Whatsapp-nya aktif tiga menit yang lalu, membuat hatiku tak karuan entah dengan siapa dia chating hingga melupakanku.

Apa iya, dia bosan? Seperti teman-temanku bilang kalau cowok tidak akan bisa bertahan dengan satu cewek, apalagi terpisah jarak. Apa mungkin, di sana dia bertemu gadis yang berhasil menarik perhatiannya. Yang lebih baik, begitu?

Dia dan Ilusiku [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang