“Hanya Tuhan dan semesta yang tahu betapa besar rasa ini untukmu.”
—————
Xalova menghampiri kelas XI IPS 1, kelas dimana Shevo mendalami materi pembelajaran sekolah di setiap harinya.
Kemudian gadis itu mengetuk pintu kelas XI IPS 1 dengan sopan, karena ia tahu jika kelas itu tetaplah kelas para kakak kelasnya. Ia pun juga sedikit menahan emosinya agar ucapan sarkas ataupun tidak sopan keluar dari bibir mungilnya jika ia berbicara dengan kakak kelasnya.“Ada apa, Dek?” Seorang laki-laki jangkung membukakan pintu untuk adik kelasnya tersebut.
“Aku mau cari Kak Shevo. Dia ada dikelasnya gak, Kak?” Tanya Xalova dengan hati-hati.
“Dia gak ada. Lagi nongkrong di kantin sama temen-temennya mungkin.”
“Ohh.. Yaudah makasih ya, Kak.” Ucapan terimakasih yang keluar dari mulut Xalova berbalas dengan senyuman manis dari laki-laki yang ada hadapannya.
***
Xalova menghampiri 6 siswa yang sedang tertawa lepas di kantin.
“Hai Lope lopeku.. Mau nyari Aa Jerga yaa? Mau ngapain ci..” Goda Rajerga ketika Xalova sudah berdiri disamping kanan meja kantin yang ditempati oleh mereka.
“Gue nyari Shevo, Kak.” Jawabnya.
“Tuh rasain, goda-godain perempuan mulu sih kamu. Saya bingung lama-lama sama kamu, Jer.” Sahut Recky. Laki-laki yang memakai peci hitam itu terkekeh pelan. Dan mereka pun menertawai perkataan Recky.
“Udah woi, kasihan si Lova. Gue tinggal dulu yok,” Ujar Shevo pada kelima temannya, lalu menghampiri Xalova yang masih berdiri terdiam.
“Va, lo mau ngomong apa? Disana aja ya,” Lembut Shevo, dan mengajak Xalova duduk di meja makan kantin yang agak jauh dari keberadaan teman-temannya.
“Lo bilang apa sama temen-temen gue?” Ketus Xalova sesudah mereka berdua menempati kursi pilihan Shevo.
“Hah? Emang gue bilang apa?”
“Lo bilang ke mereka kan tentang masalah keluarga gue? Tentang Nyokap gue yang bersikap kasar ke gue?”
“Ya—Iya gue bilang ke mereka dengan cara ngebuat grup yang isinya kita bertiga. Soalnya biar mereka tahu masalah lo, karena lo itu kan temen deket mereka. Dan biar mereka bisa ngehibur—” Omongan Shevo terputus saat Xalova menggebrak meja kantin. Walau terdengar kecil, tetap saja membuat Shevo terkejut. Karena gadis itu hampir tidak pernah bertingkah seperti itu. Xalova adalah gadis paling manis dan sopan dari segi perlakuannya. Namun sekarang gadis yang berambut sepunggung itu sedang emosi.
“Gue tahu maksud lo baik, Vo. Cuma belum waktunya mereka tahu semua masalah ini. Gue bakal bilang ke mereka kok, tanpa lo bocorin. Gue sewaktu-waktu bakal bilang pake mulut gue sendiri. Lo gak bisa gue percaya ternyata. Lo ngecewain gue dengan cara bocorin semua cerita gue. Gue udah bilang sama lo, kalau jangan ceritain itu kemana pun,” Mata Xalova berkaca-kaca. Laki-laki yang ada didepannya tak bisa berkutik.
“Gue begini bukannya lebay. Tapi gue kesel sama lo yang udah bocorin cerita-cerita gue, padahal gue udah percaya sepenuhnya sama lo. Gue kecewa sama lo.” Lanjut Xalova. Ia pun bergegas pergi meninggalkan Shevo yang masih duduk terpaku di kursi kantin. Beberapa detik kemudian, Shevo berlari untuk berusaha mengejar gadis mungil yang berstatus sebagai sahabatnya itu.
Shevo yang berlarian dikoridor kelas X, telah membuat beberapa siswi histeris karena melihat ketampanan Shevo yang semakin menjadi-jadi dikarenakan rambutnya menjadi terangkat ke atas dengan buliran keringat yang turun ke dahi mulusnya. Shevo pun mengabaikan bisikan-bisikan siswi yang terus saja membahas tentang ketampanannya. Ia terus fokus pada kelas X IPA 3. Saat ia sudah sampai didepan pintu kelas Xalova dan ingin memasukinya, tiba-tiba bel masuk berbunyi dengan nyaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Missing
Teen FictionIni adalah sebuah kisah tentang kehilangan. Kehilangan seseorang yang selama ini telah hadir sebagai obat pemulih luka lama. Namun, seseorang itu pun pergi. Menghilang, karena sebuah keegoisan hati. Marilah merayakan kehilangan, dengan berjuta luka...