Maaf

6 4 2
                                    

"Nggak bisa Ra, gue terlanjur tertarik sama lo." ~Devandra kent Arzcel.

***
"Gue pengen sendiri. Jangan ganggu gue lagi."

"Nggak bisa. Gue nggak bisa liat lo kaya gini Ra."

"Pergi."

"Gue ngga mau. Lo tau kan kenapa? Jangan buat gue ngulangin kata kata itu."

"Pernyataan konyol lo itu cuma obsesi Dev. Sekarang pergi, jangan ganggu gue lagi."

"Gue nggak akan nyerah. Sampe lo tau kalo itu bukan cuma obsesi Ra."

"Terserah. Jangan pernah atur atur gue untuk baik baik aja!!! Paham lo!! .  
Devandra, Benteng pertahanan gue ngga akan runtuh. Sampai kapan pun. '' ucap Tirani dingin tersenyum sinis melihat Dev.

Saat ini, yang ia rasakan hanyalah rasa benci. Setelah kejadian di perpustakaan, lalu Cika yang memakinya, ditambah lagi Dev yang membuat kepalanya benar benar pusing. Bagaimana bisa dia dengan santai mengakui perasaannya pada Tirani yang notabennya menolak mentah mentah cowok yang datang padanya.

***
Suara pintu terbuka di susul gadis cantik dengan tinggi semampai memasuki ruangan. Entah apa yang ia bawa, aura di ruangan kini terasa lebih hening dan sedikit menegangkan. Tak ada yang berani menatapnya. Semua mengalihkan pandangan pada kertas masing masing.

Setelah hampir 5 kali memutari gedung sekolah, kini amarahnya terlampiaskan pada soal soal yang kembali tertata rapi di mejanya. Tak ada lagi pensil yang berserakan, tak ada lagi kertas kertas berhamburan. Semua tersusun rapi di mejanya.

'Bunda, maafin Tirani. Tirani nggak akan marah kaya gitu lagi bunda, maafin Tirani'  Batin Tirani penuh perasaan. Berharap sang bunda yang telah tenang di sisiNya mendengar permintaan maafnya.

1 jam berlalu Tirani masih berkutat dengan soal soal olimpiade. Semua ia kerjakan dengan sangat cepat dan terperinci. Kali ini semua amarahnya benar benar terlampiaskan. Senakal nakalnya Tirani, ia tak pernah melampiaskan amarahnya untuk menyakiti orang lain. Justru kebalikannya, bagi Kirana yang sudah bersahabat dengan Tirani sejak SMP, cukup mudah mengetahui level kemarahan sahabatnya itu. Lihat saja tugas tugasnya, jika semua selesai dengan cara sangat terperinci, berarti memang Tirani sedang marah. Kadang kemarahannya itu bisa menguntungkan Kirana di saat saat tertentu. Namun masalahnya, sangat sulit membuat Tirani benar benar marah.

***
Kringggg!!!!!

Pukul 11.00

Bel istirahat berbunyi nyaring merambat di setiap spiker kelas membuat semua siswa berhamburan keluar mencari asupan energi, alias kantin.

Untuk hari ini, ada yang berbeda bagi peserta olimpiade. Seleksi siswa olimpiade antar provinsi akan dilakukan di daerah Solo untuk kemudian dinyatakan lolos dan berkesempatan maju ke tingkat nasional. Semua peserta diijinkan kembali ke rumah masing masing untuk menyiapkan keperluan yag dibutuhkan selama tiga hari berada di Solo. Setelahnya, peserta diharapkan kembali ke sekolah pukul 15.00 dan akan diberangkatkan ketika semua anggota Tim dari masing masing mata pelajaran yang diujikan dinyatakan telah berkumpul lengkap.

Segera setelah itu, semua keluar dari perpustakaan menuju kelas masing masing untuk berkemas. Termasuk Tirani.

Mama Zara.....

"Halo Ra? Kenapa sayang?"

"Halo ma. Bisa jemput Tira nggak?"

"Kenapa emang? Kamu bolos lagi?"

"Nggak ma. Bisa jemput nggak? Kalo ngga Tira naik angkot aja."

"Bisa bisa. Kamu dimana? Mama berangkat sekarang sekalian jemput Geo."

"Geo juga pulang cepet?"

"Iya katanya. Nggak tau itu."

"Yaudah ma. Aku tunggu di depan sekolah yaaaa..."

"Okey. Bye honey..."

"EHHHH MAMA TUNGGU JANGAN DIMATIIN DULU!!!"

"Ehhh! Yaampun Tira nggak usah teriak teriak juga kali. Bisa pecah gendang telinga mama."

"Mah. Jemput aku dulu yaaa...mama ke sekolah aku dulu. Baru ke SMP nya si Geo. Oke maaa????? Plis deh ma, satu kali ini aja."

"Kalo Geo marah lagi mama nggak tanggung jawab loh De."

"Udah. Itu mah gampang maaaa..good bye maaa.. muahhhhh.... aku tunggy di depan gerbang yaaaa mama cantik."

Tut..

Sambungan langsung diputus sepihak oleh Zara yang sudah malas dengan kelakuan Tirani. Bagaimana tidak? Hidupnya seakan hampa tanpa kemarahan Geo, adiknya. Ibarat ia lebih memilih dimarahi oleh Zara daripada tak mengganggu Geo sehari. Pasti ada saja masalah yang ia sengaja ciptakan untuk mengusili Geo.

23 menit berlalu menunggu di depan gerbang, sebuah mobil berwarna putih  terlihat di ujung belokan, berjalan mulus dan kini telah berhenti tepat di depannya. Jendela kacanya peelahan terbuka, muncul wajah Zara dibaliknya dengan senyum anggun dan rambut panjangnya yang langsung di sambut meriah oleh Tirani. Seakan akanerasa merdeka melihat Geo belum ada di mobilnya.

"Ayooo mah. Jemput Geo."

'' Geo marah mama ngga urusan Ra. Ati ati aja kamu diaduin ke papa. "

"Udahhh lah. Kayak nggak biasanya aja aku diaduin. Udah kebal mah."

"Terserah kamu lah."

Mobil putih meluncur membelah jalanan kota Jakarta. Tak lama kemudian, 15 menit tepatnya, kini mereka tiba di SMP tempat Geo bersekolah. Tanpa diberi aba aba, Tirani sudah turun dan dengan pedenya langsung melenggang masuk mencari Geo. Dan naas, Geo yang sedang duduk ramai ramai dengan teman se geng nya langsung dihampiri.

"Haii dekkk ayok pulang.. aku udah buatin pudding sama bubur kesukaan adek loh, aku juga udah beliin boneka tayo, gani, sama lani yang kemaren kamu pesen??? Oh iya, tapi teddy bear yang besar buat kamar kamu itu aku belom dapet. Ntar ya aku coba cari lagi.. " Ujar Tirani sambil memeluk tangan adiknya dengan senyum yang dibuat buat agar terlihat semanis mungkin.

"Kaaaaa! Jangan malu maluin gue!" Bentak Geo namun sambil berbisik.

"Oh iya! Aku udah siapin air anget juga buat mandi kamu ntar sore... ayok pulang, kaka kangen banget."

"Kaaaaa!!! Berhenti. Lo ngapain si di sini?! Malu maluin gue aja. Mau taruh mana muka gue nanti!!" Bentak Geo lagi sambil berusaha melepas paksa gandengan tangan Tira.

"Kadoin anak kucing lucu buat gue." Bisik Tira masih menggelayut di tangan Geo, sambil pura pura tersenyum manis.

"Ishhh!!! Ogahh gueee!! Alergi." Bisim Geo kesal.

"Geoooo.....aku juga udah cuciin baju tidur gambar ta! __________________" Ledek Tirani sengaja mengeraskan suaranya. Yang langsung mendapat bekapan sadis dari Geo.

"Iya! Gue beliin!" Bisik Geo pasrah.

"1 minggu oke?"

"Pergi lo!"

"Oke. Bye adek ganteng" Senyum Tirani mengembang puas diiringi kedipan sebelah matanya, ia meninggalkan adiknya yang kesal dengan melambaikan tangan kegirangan.

Setelahnya, ia mengubah gaya berjalan anggun dan cuek, dengan sedikit kibasan rambut yang membuat siapapun meliriknya.

"Gue cabut dulu ya bro!" Pamit Geo pada teman temannya.

"Ok. Ati ati." Balas teman teman Geo.

Geo berjalan menuju mobil dengan tatapan kesal. Tamat sudah nasib uang jajannya hanya untuk membeli kucing paksaan Tirani.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 16, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang