2016
"Biru langit!", kata-kata Fe masih membekas diingatanku. Ah bagaimana bisa, padahal itu hanya judul puisi saja yang sebenarnya biasa. Tapi entah kenapa ketika Fe yang bilang, aku jadi merasa aneh ya? Ah sudahlah!
Hari itu menjadi hari yang melelahkan bagiku, kuliah demi kuliah kujalani dari pagi hingga sore hari. "Astaghfirullah, sampe lupa makan siang", ujarku. Sore itu pun aku bergegas untuk pergi ke warteg dan segera memberi asupan nutrisi untuk perutku. "Alhamdulillah, lega kalo dah makan", ucapku usai makan.
"Mbak, saya pesen nasi bungkusnya sepuluh ya", suara yang sungguh tidak asing bagiku.
"Lho Fe? Ngapain kamu disini?", kataku basa basi, "laper ato gimana? Makan banyak amat".
"Eh kamu lagi Lang. Kenapa sih ketemunya kamu terus? Dah gitu pake ngeledek pula! Aku tuh beli banyak, buat makan malem nanti bareng anak-anak pas rapat di kampus nanti". sanggah Fe
"Oooh kirain itu makanan kamu sendiri yang makan. Oh iya, betewe puisimu bagus, barusan aku baca sampe tuntas. Judulnya juga keren. Biru-Langit", ujarku
"Alhamdulillah ada yang bilang bagus. Padahal aku ragu bisa tembus ato engga. Eh ternyata tembus juga", ujar Fe dengan senyum yang tersimpul.
Senyuman yang indah, entah kenapa kalau dia yang tersenyum ada energi tersendiri untukku
"Yaudah deh, aku duluan ya. Udah ditungguin temen-temen di kampus. Assalamualaikum!" pamit Fe padaku.
"Eh iya, wa'alaikumussalam Fe", jawabku
Tak terasa senyum tersimpul dibibirku, dan suasana terasa hangat.
Sederhana, namun bermakna
***
April2020
This thing called love, I just can't handle it!
Terdengar ponselku berdering
"Wah nomer siapa nih? Kok baru ya. Hallo assalamualaikum, siapa ya?", tanyaku.
"Wa'alaikumussalam. Hai Langit, apa kabar?", suara yang sangat tidak asing bagiku
"Haura?! Eh.. aku alhamdulillah baik-baik aja. Kamu gimana kabarnya?", ucapku yang terkejut terheran-heran plus salah tingkah.
"Alhamdulillah aku baik-baik aja kok Lang, maaf aku pake nomer hape baru. Oh iya Lang, ada beberapa hal yang mau aku bicarakan soal kita", ujar Haura dengan nada bicara yang serius
Duarrrrr. Layaknya petir di siang yang terik, membuat hatiku tak karuan. Antara senang dan juga kaget.
"Eh anu Hau, emmm.... Iya begitu kira-kira Hau", jawabku sekenanya
"Apa deh Lang, aku belom ngomong apa-apa padahal. Aku cuma mau bilang, Ayah ngundang kamu ke rumah. Ada hal penting yang harus diobrolin. Maaf ya Lang kalo bikin kamu kaget", lanjut Haura masih dengan nada bicara serius.
"Ah iya Hau. Kapan kira kira? Biar aku bisa agendakan", jawabku.
"Sabtu pekan depan ya Lang, lepas Ashar. Ayah berharap kamu datang", ujar Haura
"Baik Hau. In syaa Allah aku kesana", tegasku.
"Siapa yang telpon Lang?", tanya Bunda
"Ah, itu tadi Haura, Bun. Nanya kabar", jawabku
"Ooh alhamdulillah kalo gitu. Gimana kabarnya? Kapan kalian mau ketemu lagi?", bunda bertanya layaknya interogator FBI di film-film
"Alhamdulillah Haura baik, Bun, in syaa Allah ketemu lagi pekan depan. Ada yang harus dibicarakan dengan Ayahnya", jawabku penuh dengan kehati-hatian
KAMU SEDANG MEMBACA
FAITH
RomansaTentang aku dan masa laluku yang belum usai, atau bahkan tentang takdirku yang belum juga ku temukan, ini kisahku. [FAITH] ーーーーーーーーーーーーーーーー Aku bergeming menatap tumpukan kertas kerja dan mengeryutkan bibir mengingat bibir tipisnya dengan suara sedi...