.
.Magic is all around, you just have to believe.
.
.Kaki kecilnya melangkah perlahan menembus padang rumput luas yang tak pernah ia lihat seumur hidupnya.
Matanya membelalak lebar, mulutnya terbuka, seolah tak mempercayai pemandangan indah yang kini terpampang nyata di hadapannya.
Semilir angin berhembus cukup kuat hingga ia harus menggunakan tangan mungilnya untuk memegangi topi jerami kebesaran yang melindungi kepalanya dari terik sinar matahari saat ini.
Ia terus bergerak, berjalan dengan hati-hati menuju suatu titik yang sedari tadi mencuri perhatiannya. Ya, danau luas yang berada di ujung hamparan rerumputan yang mulai menguning itu.
Ia merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, kemudian memejamkan matanya, menikmati sensasi nyaman dari angin hangat serta bunyi desisan rerumputan yang saling bergesekan dan bergerak kesana kemari.
"Ah, nyamannya. Aku tidak menyangka jika bagian dunia seperti ini benar-benar ada. Perasaan ini, sensasi angin yang menerpa tubuhku, semuanya terasa sangat nyata." ucapnya senang, ia bermonolog, berbicara kepada dirinya sendiri.
Tiba-tiba, ia membuka kedua matanya dan menatap sendu danau di hadapannya, "Tapi ayah pasti akan mencariku cepat atau lambat. Ia pasti akan menyadari bahwa aku menghilang dan tidak memperbolehkanku pergi jauh-jauh lagi."
"Tapi aku akan menikmati waktuku yang sedikit ini. Aku akan memanfaatkannya sebaik mungkin hingga ayah datang menjemputku." ucap anak lelaki kecil itu sembari mulai duduk di atas rerumputan. Ia menggoyangkan kakinya yang di alasi oleh sepasang sandal jepit sambil bersenandung kecil.
"Hei," tegur sebuah suara lainnya, membuat anak itu sontak berbalik dan menatap ke arah sumber suara.
Ia tersenyum kecil ketika menemukan seorang anak lelaki lain yang sedang berdiri di belakangnya. Anak itu memakai kaus tanpa lengan dan celana pendek selutut, kakinya di balut oleh sepatu boots berwarna cokelat muda. Band-aid menempel manis di pipi kiri dan dahinya. Ia juga memakai topi baseball terbalik yang cocok sekali dengannya.
"Apa kau sedang sendirian?" tanya anak lelaki itu pada bocah lain yang sedang duduk tenang di sana.
"Ya, aku memang sendirian. Apa kau mau menemaniku disini?" jawabnya dengan senyum manis tersungging di bibirnya. Pipinya yang berlemak bayi membuat parasnya semakin manis dan menarik untuk di pandang mata.
Anak bertopi baseball berlari kecil hingga ia sampai tepat di samping anak bertopi jerami itu. Ia pun ikut mendudukkan diri disana. "Apa yang sedang kau lakukan?" tanyanya lagi.
Si topi jerami menolehkan pandangannya ke samping, menatap lawan bicaranya, "Aku sedang menikmati hari terakhirku disini. Aku ingin melihat pemandangan indah ini sebelum pulang." jawabnya senang.
"Apa kau sedang berlibur?" tanya si topi baseball penasaran. Matanya terus menatap anak itu penuh minat.
"Mungkin tidak bisa di sebut sebagai liburan juga. Tapi, ayahku memang mempunyai sedikit pekerjaan disini."
Si bocah bertopi baseball menganggukkan kepalanya pelan. "Aku Joonie. Siapa namamu? Apa aku boleh mengetahuinya?"
Anak manis itu tersenyum sambil membetulkan letak topi jeraminya yang tertiup angin dari arah danau, "Aku Jinnie. Senang bertemu denganmu. Nama kita terdengar mirip, ya?"
Joonie, si anak bertopi baseball tersenyum kecil, lesung pipinya yang dalam muncul ketika ia melakukan hal itu. Ia mengangguk lagi, "Iya. Joonie dan Jinnie."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hocus Pocus - NamJin
Fanfiction"Do you believe in magic?" "I believe in you, don't I?" I used to believe in fairytales, but the whole world's hardship got the best of me and made me the one who I am today. Magic and all of that odd stuff. Are they freaking real? Keep on your mind...