Chapter 6

773 44 2
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaa

~•~

Suasana rumah itu sangat gelap, barang barang berantakan tak karuan. Awalnya terasa sunyi tapi tiba-tiba terdengar teriakan dari arah kamar itu.

Kamar dengan nuansa merah muda yang sesisinya pun berantakan. Anak perempuan berumur 9 tahun menangis tersedu-sedu saat seorang lelaki membentak-bentaknya.

Sedangkan seorang wanita menahan lelaki itu lalu berlari dan memeluk anak perempuan tersebut saat lelaki itu hendak memukul anak itu dengan hanger baju.

"Stop mas!!" teriak wanita berambut pendek itu.

Anak itu menjerit takut saat lelaki berjas itu membanting hanger sampai terpental entah kemana.

Lelaki yang seperti kerasukan itu pergi dengan napas memburu emosi, melenggang entah kemana namun anak perempuan ini akhirnya merasa lebih tenang.

Wanita kantoran itu meringankan pelukannya dan menatap anak semata wayangnya sambil mengelus tengkuknya.

"Kamu gak kenapa-napa kan? Gak kena pukul kan?" tanyanya mencecar khawatir.

Anak itu mengangguk. "Aku tadi cuma mau digendong papa, aku emang maksa soalnya aku kangen," tuturnya polos sambil sesegukan.

Wanita itu penutup matanya perih dan menahan air matanya. "Papa lagi sibuk kerja, makanya marah-marah gitu," balas Evelyn sambil mengelus kepala anaknya.

Gadis itu malah menangis pedih. "Tapi aku cuma kangen ma~," ujarnya sambil mengusap air matanya dengan kasar.

Evelyn meraih tangan gadis itu dan memeluknya erat-erat.

"Mama juga kenapa ke kantor terus? Cuma mama yang sayang aku!!" kata gadis itu sebelum akhirnya menangis tersedu-sedu.

Dia mengangguk lalu menenangkan gadis kecil itu seraya mengelus punggungnya.

Hatinya hancur saat puteri satu-satunya menangis. Anak itu pun terus sesegukan sambil mengenggelamkan wajahnya ke pelukan ibunya.

.
.

"Akh!! Hah hah hah!" tiba-tiba gadis itu terbangun dengan napas memburu, dan tubuh yang basah kuyup oleh keringat.

Matanya menyipit, menyernyit lalu mengusap wajahnya kasar dan menyisir rambutnya sambil menghela napas.

"Ish! Kenapa gue harus mimpi itu sih!?" gerutu gadis itu sebelum akhirnya bangkit dan berdiri sambil sempoyongan.

Dia melangkah gontai menuju kamar mandi yang khusus ada di kamarnya sendiri. Jadi tak butuh waktu lama dia pun masuk dan menggebrak pintu kencang walau tak bermaksud begitu.

Setelah selesai melakukan ritual paginya, dia meraih tas hitam lalu menggendongnya di sebelah bahu.

Dia membuka pintu lalu berjalan turun ke lantai bawah. Terlihat Evelyn, ibunya sedang menyiapkan makanan pagi sederhana yang biasa disantapnya.

"Mama!" panggilnya ceria seraya berseri dan berlari kecil ketika dirinya hampir sampai di meja makan.

"Puput, anak kesayangan mama udah siap," sahut Evelyn berseri-seri.

Putri pun tanpa ragu duduk diikuti Evelyn juga yang menatap makanan buatannya dengan bangga.

Gadis itu menatap ke sekeliling lalu menatap ibunya dengan tatapan tanya. Evelyn tahu apa yang akan dikatakan anak satu-satunya itu.

"Papa, udah berangkat tadi buru-buru, katanya sih ada acara dadakan dikantor," tutur Evelyn sambil mengambil satu piring dan menyendokkan nasi goreng ke dalamnya.

Putri menoleh cepat dengan alis terangkat. "Ooh gitu," jawabnya dengan wajah cerianya, tanpa menunjukan rasa sedih.

Evelyn tersenyum. "Nih udah siap, makan yang lahap ya prinsses mama," tuturnya sambil tertawa renyah.

Gadis berambut panjang itu terkekeh dan mengangguk mantap. "Siap ratu!"

Evelyn tersenyum melihat puterinya yang tampak beranjak dewasa. Dia kadang bingung, kenapa anak ini selalu terlihat ceria. Walau tahu ayahnya selalu mengacuhkannya dan bahkan terang-terangan mengatakan bahwa dia menganggu, tapi gadis ini selalu tersenyum dan tidak pernah marah sedikitpun. Paling parah hanya menangis sebentar lalu lupa, seakan tidak ada yang terjadi.

"Ih ma, tambah enak banget nasi gorengnya!" ujar Putri sambil menyuapkan satu sendok penuh ke mulutnya.

Evelyn tertawa senang. "Hahaha iya dong! Nih nih tambah lagi telur baladonya," katanya sambil menyedok satu telur lagi ke piring puterinya itu.

Gadis itu mengangguk cepat dengan mulut yang masih penuh, sedangkan Evelyn tampak bahagia meladeni anak kesayangannya ini.

~•~

"Eeeeekh, haduh kenyang banget gue," tutur gadis itu bersendawa sambil bersender malas di mejanya.

Beberapa orang di kelas menoleh kearahnya lalu kembali acuh karena sudah terbiasa.

Seli menoleh ke kanan dan Mira menoleh kebelakang sambil menganga terkejut sambil melotot. Seli meringis sambil menutup hidungnya dan sebelah tangannya mengipas-ngipas kebauan.

"Ih abis makan apa sih lo, Put?" protes Meri sambil menggeleng miris.

Seri mengangguk masih dengan hidungnya yang tertutup. "Iya nih, bau banget telor!" tuturnya sebal.

Putri menyengir jahil setengah tertawa. "Haha, hari ini masakan mama gue enak banget. Gue jadi nambah terus deh," sahutnya dengan wajah ngantuk.

"Ih, nih orang dari dulu gak berubah perutnya," tukas Seli sebelum akhirnya membuka hidungnya.

Meri tertawa. "Hahaha, masalah perut mah jangan diganggu gugat ya, Put?" ejeknya sambil menyengir.

Putri mengangkat alisnya sekejap. "Yoi."

Seli pada akhirnya terkekeh melihat sahabat-sahabatnya yang gila ini. Mereka bertiga tertawa renyah sampai akhirnya tiba-tiba pintu kelasnya didobrak menggelegar.

BRAK!!

Seisi kelas menoleh ke arah pintu terkejut bukan main dan melotot saat tahu siapa yang datang.

"Yang namanya Putri mana?!"






























TO BE CONTINUE

Menurut kalian siapa nih yang dateng kaga ada akhlak begini?

MATSA [ Tamat ] 𝗿𝗲𝗸𝗼𝗺𝗲𝗻𝗱𝗮𝘀𝗶Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang