[+]

1.1K 134 39
                                    

fyi, it's not the continuation(?) of the previous part. sebutlah ini part tambahan, atau apalah. and i hope you'll enjoy and read it till end; (read the note at the end too!)

.

"Taehyung, sepertinya aku ingin bunuh diri lagi."


Mendengar perkataan kawannya, Taehyung mengernyit. "Apa?"

"Aku ingin bu─"

"Bukan, bukan. Aku mendengar perkataanmu. Maksudku, apa-apaan?" Taehyung menatap Jimin marah─namun tersirat khawatir di celahnya. "Apa yang terjadi?"

"Tidak ada," melihat Taehyung semakin kebingungan Jimin melanjutkan, "maksudku, ya, aku tidak tahu. Hanya ingin."

Taehyung menghela, tapi bukan berarti ia merasa lega. "Tanganmu─"

"Sudah diobati, yang terakhir kali. Tidak ada yang baru."

"Bagaimana dengan─"

"Sudah ku bilang aku tidak menyayat kakiku lagi, bedebah Kim. Itu menghambat pergerakanku."

"Baguslah," Taehyung menegak minuman kaleng yang sedari tadi berada di genggamannya. "Jangan bunuh diri."

Jimin terkekeh. "Ya, aku tahu kau akan kesepian tanpaku."

"Tepat," Taehyung berujar datar. "Jadi jangan mati."

"Kau melarangku lagi, Taehyung." Sindir Jimin─ia tahu prinsip Taehyung perihal 'tidak memaksakan kehendak' atau apalah itu. 

"Kau memang tidak boleh mati."

Melihat Taehyung yang sepertinya kelewat serius menanggapi ucapannya, Jimin terdiam sejenak. "Oke," Ia menjeda. "Aku tidak akan mati, tenang saja."

Kali ini, keduanya terdiam. Taehyung kembali menegak minumannya, dan Jimin hanya memandang lurus ke depan. Tak lama kemudian, Taehyung tiba-tiba beranjak dari sandarannya pada dinding pembatas yang membatasi setiap tepi atap gedung ini. Dan tiba-tiba (lagi), ia melempar kaleng digenggamannya sambil berteriak marah.

Jimin terkesiap, terkejut bukan main. Ia memandang Taehyung heran. Bibirnya nyaris terbuka untuk bertanya, tapi Taehyung lebih dulu bicara.

"Ini menyebalkan," desisnya sambil mengusak asal rambutnya. "Sudah nyaris sepuluh tahun tapi aku tidak melakukan apa-apa." Ia menghempaskan tubuh di lantai, lalu kembali bersandar di dinding pembatas. "Aku tidak bisa menyelamatkanmu."

Jimin hanya terdiam. Ia masih berdiri, menjadikan dinding pembatas sebagai sandaran sekaligus tumpuan bagi tubuhnya. 

"Seharusnya aku bisa menyelamatkanmu. Seharusnya aku memarahimu saat kau menunjukkannya padaku, bukan berteriak panik seperti orang bodoh."

"Saat itu kau─kita masih delapan tahun, Taehyung." akhirnya ia bersuara.

Kali ini Taehyung yang terdiam. Ia meremat surainya, lalu mengusaknya lagi sambil mengerang kacau. "Maafkan aku,"

"Taehyung, kau menggelikan." Jimin tertawa sumbang. Ia tahu ini tidak lucu, tapi ia ingin mencairkan suasana. Melihat Taehyung seperti ini bukan hal yang ingin ia pilih. Dalam hati ia menyumpah, seharusnya ia tidak bicara seperti tadi─bahwa ia ingin bunuh diri. Tapi lagi pula meski ia tidak bicara, Taehyung akan selalu tahu. Dan sepertinya itu bukan masalah pokoknya, karena seingatnya ia sering mengatakan hal tadi belakangan ini.

"Padahal aku sudah bersumpah untuk melindungimu. Tapi aku tidak melakukan apa-apa." Taehyung tak mengindahkan perkataan Jimin. Pandangannya kosong, seolah ia baru saja kehilangan alasan untuk hidup. "Aku benar-benar minta maaf, Jim."

"Taehyung, kau sudah melindungiku. Ingat? Kau yang bilang sendiri. Kau menghajar orang-orang agar tidak mencaciku saat aku tidak bisa melindungi diriku sendiri, kau mengorbankan 'nama baik'mu untuk melindungiku. Kau bahkan tak pernah absen untuk memeriksa lenganku karena sampai hari ini aku masih saja tidak bisa mengobatinya sendiri."

"Bukan itu maksudku.." Taehyung berujar lemah sekali. "Bukan itu, Jimin-ah. Bukan itu. Aku tidak bisa melindungimu, aku benar-benar tidak bisa."

"Taehyung, berhentilah bicara tak jelas dan katakan maksudmu yang sebenarnya." Ia sudah tidak tahan lagi. Taehyung yang seperti ini benar-benar dibencinya. "Kau mau melindungiku seperti apa lagi, bedebah? Kau mau aku berdiri di belakangmu lagi? Kau mau aku menjadi pengecut lagi?" Dan rupanya ia ikut tersulut emosi.

Taehyung, masih dengan pandangan dan ekspresi yang sama menjawab, "bukan seperti itu. Aku tidak bisa melindungimu karena aku tidak bisa membuatmu berhenti ingin mengakhiri hidupmu sendiri."

Jimin masih terdiam dengan emosi yang menguasainya. Tangannya mengepal, sudah siap melayangkannya ke wajah Taehyung.

"Ku pikir selama ini aku melakukan hal yang benar. Aku tidak melarangmu, aku mengobati lukamu meskipun kadang aku merasa salah─jika lukanya menghilang, kau tidak bisa menahan dirimu untuk membuat yang lain bukan? Aku mencoba menyelamatkanmu, mencegahmu mengakhiri hidupmu sendiri selama beberapa tahun ini tapi aku baru saja sadar, Park Jimin." Taehyung mendongak, menatap langit sebelum melanjutkan, "itu bukan menyelamatkanmu. Itu hanya keperluan bodoh untuk menutupi gemetarku. Aku tidak bisa menyelamatkanmu─aku tidak bisa menjadi alasanmu untuk hidup seperti ibumu yang menjadi alasanmu untuk hidup saat itu, bahkan saat ini. Aku hanya menjadikanmu alat untuk menutupi diriku yang sebenarnya─yang pengecut, brengsek. Aku benar-benar tidak berguna."

Berangsur-angsur, emosi Jimin mulai mereda. Bukan lagi emosi, kini dadanya dipenuhi sesak yang menyeruak─memenuhi rongganya. 

"Kau tahu, Jim? Aku harus menghukum diriku sendiri," Taehyung terkekeh. "Aku harus."

"Taehyung, apa maksudmu?"

Bukannya menjawab pertanyaannya, Taehyung malah melontarkan pertanyaan. "Hei, Jim. Kau tidak bisa menghilangkan keinginanmu untuk bunuh diri, kan?" Ia memandang Jimin sejenak. "Kalau kau mau bunuh diri, ayo bunuh diri bersama."





Dan Jimin benar-benar tidak menyangka kalimat seperti itu bisa terlontar dengan serius dari bibir kawannya yang selalu terlihat baik-baik saja.


. ─ . ─ .


In this part, I just want y'all to know, how influential your pain to your closest person. how your closest person feels when they saw you getting hurt─by someone else, apalagi oleh dirimu sendiri.

Ini picisan, barang kali menggelikan, tapi ada yang bilang 'sakitmu itu sakitku'. Yes, that sounds super cheesy, cringe tapi untuk beberapa kondisi itu bener. Tapi itu bukan salahmu karena kamu bilang/cerita ke orang terdekatmu (kalau) kamu ngerasa sakit atau apa. Bukan salah siapa-siapa, karena yang namanya orang terdekat (entah itu keluarga, sahabat, atau siapapun) pasti ga bisa sebiasa-biasa aja meskipun keliatannya biasa aja kalau liat kamu sakit, kan? 

That's all. 


Uhuhuhu sori banget kalau aku jadi aneh begini...







Sebenernya aku cuma buntu aja part selanjutnya mau dikonflikin lagi atau disantai2kan, jadi aku bikin ini dulu sambil berpikir hehehehehe. Dan mungkin bakalan ada part-part tambahan gini kalau aku lagi buntu sama jalan ceritanya─yang padahal ga ada jalannya. Menurut kalian mending dipost begini atau simpen di draft?
Tolong bantu aku yang labil ini untuk memilih, kawan




Oh iya, akhirnya aku terlepas dari ujian!! ((merayakan hari kebebasan ini))


Kangen aku gak? Apa kangen anxiety aja?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 21, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

❛anxiety❜ ─ pjm.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang