"Diminum dulu tehnya.." Nyonya Kim menaruh secangkir teh dihadapan Jihyo.
"Ah, terimakasih banyak loh. Maaf merepotkan.."
"Justru saya yang terimakasih loh Jihyo, sampai dibawakan oleh-oleh dari Jepang segala, tiap mampir kesini pasti bawa sesuatu."
"Saya cuma bisa bawa oleh-oleh, tapi jasa keluarga ini sudah terlalu banyak untuk keluarga saya. Sudah mau membantu menjaga Sana karna saya sibuk diluar kota."
"Itu sih sudah jadi kewajiban kami sebagai tetangga dan sahabat baik mendiang kakakmu, apalagi Sana sudah kami anggap seperti anak sendiri."
"Wah syukurlah.. Ngomong-ngomong Om Taehyung kemana? Kok nggak kelihatan?"
"Oh, dia lagi meeting sama produser film apa gitu tentang soundtrack nya."
"Wah weekend juga om kerja ya?"
"Yang namanya pekerja seni sepertinya memang gak punya hari libur.. Di rumah juga masih suka bekerja sampai mengurung diri di studio.." Nyonya Kim atau yang bisa kita sebut sebagai Jennie ini menghela nafasnya.
"Dahyun juga gak kelihatan, apa dia punya tugas kaya Sana? Sampai nggak bisa main padahal weekend?"
"Kalau Dahyun sih lagi keluar dulu, katanya mau beli kuota, bentar lagi juga pulang."
"Begitu ya..."
"Ngomong-ngomong soal Dahyun dan Sana.. Rasanya mereka menghindari satu sama lain, akhir-akhir ini Sana nggak mau main kemari kalau ada Dahyun, dan Dahyun juga gak pernah ngobrol soal Sana lagi.
Dahyun kalau ditanya soal Sana malah suka ngambek sekarang. Kan bikin penasaran, apalagi waktu itu ada teman perempuan Dahyun datang kemari.
Dahyun bilang sih mereka cuma teman, tapi kalau melihat sifat Dahyun, dan seumur-umur teman perempuan yang dibawa kemari cuma Sana, rasanya janggal.
Apa Sana menceritakan sesuatu? Apa mereka bermusuhan? Saya jadi khawatir.." Jennie menceritakan semua kekhawatiran nya tentang Sana dan Dahyun pada Jihyo.
Jihyo menghela nafasnya.
"Tidak perlu khawatir, namanya juga masih remaja, kalaupun mereka bermusuhan, pasti lama-lama juga baikan."
...
Tap! Tap! Tap!
Dahyun berjalan memasuki pekarangan rumahnya, tetapi fokusnya tersita pada handphonenya.
"Lama!" Suara ketus nan sinis mengagetkan Dahyun yang masih fokus dengan handphone nya.
"Katanya cuma beli kuota. Beli kuota dimana? Di Hongkong?"
Dahyun memasukkan handphonenya kedalam saku celananya.
"Eh, Tante Jihyo, kapan dateng?"
Jihyo menatap tajam Dahyun lalu tersenyum.
"Hmm? Lo bilang apa tadi?"
Jihyo mencubit pinggang Dahyun sekuat tenaganya.
"Kakak maksudnya kakaaakk.... Ampuuuun....."
Jihyo melepaskan cubitannya.
"Anterin ke depan komplek yuk? Kayaknya ada cafe yang baru buka, sekalian ngobrol."