06. Skripsweet

406 24 11
                                    

         Aku berkutat dengan alat-alat dapur. Pagi yang cerah ini aku akan bereksperimen lagi. Masih tentang gulali, namun dengan bahan yang berbeda. Jika sebelumnya aku membuat gulali dengan tambahan perasa asam buatan. Kini, aku akan menggunakan bahan alami. Ada belimbing wuluh, asam Jawa dan stroberi. Tak hanya itu, aku juga akan membuat gulali ini dengan gula Jawa bukan gula putih seperti gulali pada umumnya.

Lihat saja nanti, dosen akan menerima langsung laporan skripsiku kali ini. Dan akan kubawakan juga hasil eksperimenku yang hebat ini.

"Pagi, Gis. Sedang apa?" sapaan akrab dari Arzen.

"Aku akan bereksperimen lagi," jawabku bersemangat.

"Baiklah. Ada yang bisa kubantu?" Arzen berdiri di sampingku yang sedang menyangrai tepung terigu.

"Tidak perlu, Arzen. Kamu bukannya akan pergi ke air terjun bersama ayah?"

"Paman Arka akan pergi ke salah satu tokonya, jadi kami tidak jadi berangkat. Katakan, apa yang harus kukerjakan?"

Aku berpikir sejenak. Pekerjaan apa yang cocok untuknya. "Yeah, tolong kamu cuci buah-buahan itu. Lalu, tolong kamu blender. Bisa?"

Arzen menganggukkan kepalanya dan menjawab, "gampang."

"Kamu yakin akan berhasil, Gis? Belimbing ini sangatlah asam." Arzen berseru disela kegiatan memblendernya.

"Yakin," jawabku mantap. Aku yakin ini akan berhasil. Harus.

Aku mencampurkan semua bahan. Seperti gula Jawa, air putih dan air perasan belimbing. Mengaduk-aduknya hingga matang dengan sempurna. Ketiga bahan asam akan kubuat semua. Dan akan kuseleksi mana yang rasanya unik dan menarik anak-anak. Tentunya juga sehat bagi kesehatan gigi anak-anak.

"Kata mama, wanita yang pandai memasak itu wanita yang sempurna." Aku mengalihkan pandangan dari adonan gulali. Menatap Arzen yang kini juga menatapku. Aku menyunggingkan senyum.

"Maksudmu sepertiku?" jawabku dengan percaya diri.

Arzen mengangkat satu alisnya. Seperti berpikir, lalu menjawab, "ya.. bisa jadi." Aku hanya tersenyum simpul mendengar jawabannya. Melanjutkan aktivitasku mengaduk adonan. Hampir jadi.

"Arzen, kemarilah! Coba ini." Aku mengambil sedikit adonan dengan sendok.

"Apa rasanya enak?" Arzen seperti meragukan kenikmatan rasa gulali buatanku.

"Aku ahli memasak, Arzen. Jangan meragukanku!" Aku memaksanya mencicipi gulali itu. Arzen mundur beberapa langkah dan aku terus maju kearahnya.

"Bukan begitu. Aku tidak begitu suka rasa asam, Giskaa.." dia menolak. Dan sekarang aku tau kelemahannya.

"Ayolah, sedikit saja. Ini pasti enak." Aku masih terus memaksanya. Memajukan sendok berisi adonan gulali itu kemulut Arzen.

Arzen berlari-larian mengelilingi dapur. Menutup wajahnya dengan wajan dan melakukan tingkah konyol lainnya yang membuatku tertawa terbahak. "Hahaha.."

"Baiklah, aku tidak akan memaksa lagi." Aku kembali pada adonan yang kini telah matang sempurna. Siap kuangkat dan dituangkan dalam loyang berisi tepung terigu yang tadi telah disangrai. Setelah itu, menarik-narik adonan itu agar seperti rambut nenek. Kalian taukan gulali rambut nenek?

Aku melirik Arzen yang masih berdiri di pojok dapur. Sedang fokus dengan ponsel di tangannya. Aku tersenyum jahil. Sebuah ide nakal terbesit dalam benakku. Aku mengambil sisa adonan gulali dari wajan. Lalu---

Salam Untuk Arzen [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang