Chapter 4 : Sad

674 43 2
                                    

"Seandainya Cahaya itu selalu ada dan kegelapan itu tidak ada pasti banyak orang akan selalu merasakan kebahagiaan di bandingkan kesengsaraan"
~ Anatasya Kathleen Horison ~

🌹🌹🌹

Kring.. Kring..

Bunyi bel pun berbunyi bertandakan semua murid untuk pulang. Murid berhamburan keluar.

"Sya, gue pulang duluan ya soalnya mau nganterin mama belanja" ujar Inka sambil merapikan buku-bukunya.

"Iya" jawab Tasya. Lalu Inka langsung pergi keluar dengan cepat.

Kelas kini sudah sangat sepi cepat sekali. Tasya berniat untuk tidak pulang lebih awal Ia masih ingin duduk di kelas ini sendiri aman dan tentram. Ia malas pulang ke rumah. Karena rumah sudah bukan menjadi tempat kebahagiaan nya.

Tasya duduk menatap keluar jendela sehingga cahaya matahari masuk menusuk matanya yang coklat indah. Ia tersenyum menatap cahaya tersebut.

"Seandainya cahaya terus bersinar tanpa adanya kegelapan. Pasti banyak orang akan selalu bahagia" katanya pada dirinya sendiri.

Tanpa Ia sadari ada yang mengamati nya dari pintu kelas nya. Yaps, itu Vano sedang berdiri di ambang pintu memperhatikan Tasya. Baru pertama kali ini Ia melihat Tasya tersenyum se bahagia itu.

Tasya melihat ke arah pintu. Ia terkejut akan kehadiran Vano disana. Vano pun melangkah masuk ke dalam kelas lalu duduk di sebelah Tasya.

"Bahagia banget lihat cahaya" ujar Vano sambil menatap Cahaya matahari

"Aku suka cahaya di bandingkan gelap" kata Tasya namun pandangannya tetap fokus keluar.

"Gue suka hujan" balas Vano

"Kenapa?" tanya Tasya

"Karena hujan selalu membuat gue tenang. gue pernah bahagia banget karena hujan" ujar Vano. Tasya hanya diam dia tak ingin bertanya kenapa, biarkan Vano menceritakan sendiri kisahnya.

"Dulu waktu gue masih kecil gue sering main hujan sama Ayah gue waktu beliau masih hidup. setiap hujan ada dia selalu manggil gue buat keluar lalu mandi hujan bersamanya" kata Vano.

"Kata Ayah hujan itu puisi Tuhan yang dijatuhkan antara usaha kita untuk tetap bertahan. Dalam rintik-rintik yang membasahi jarak, dalam rintih-rintih yang melepaskan sesak" sambungnya

Tasya terkesima dengan kata-kata ayah Vano. kata-kata yang diutarakan sangat indah.

"Maaf gue jadi curhat deh" kata Vano sambil menggaruk kepalanya yang sebenarnya tak gatal. Tasya hanya tersenyum melihat Vano ternyata Vano juga memiliki kisah yang sedih

"Terus kalo lo kenapa suka Cahaya?" tanya nya lagi.

"Sebelum kamu bisa melihat Cahaya, Kamu harus melewati kegelapan.
Tak ada yang muncul setelah kegelapan selain cahaya, tak ada yang muncul setelah kesedihan selain kebahagiaan." ujar Tasya.

"Kok nuansanya jadi lain gini ya" ujar Vano, Tasya hanya tersenyum.

"Sekolah udah sepi nih, balik yuk" ajak Vano. Tanpa menjawab Tasya langsung berdiri diikuti Vano dan mereka keluar kelas dengan bersamaan.

Benar saja sudah tak ada siapapun di sekolah ini. sepi sekali bagai tak ada penghuni. Mereka hanya melihat satu orang yang masih ada disini. Yaps, itu adalah satpam yang sering menjaga sekolah.

Tasya dan Vano menuju parkiran. Sampai di parkiran Tasya selalu mengingat apa yang kurang ya.

"Astaga, aku lupa sepeda aku kan ada sama kamu" ujar Tasya sambil menepuk jidatnya.

°MY UGLY GIRL°Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang