Beberapa hari berlalu..
Hari ini hari kepulangan bagi Ariel dan Erika. Ariel sengaja pulang lebih lama sembari menunggu kesehatan Erika pulih kembali. Dengan kepulangan mereka semua, itu artinya Boby dan Michelle berada berduaan di kamar inap. Michelle menghela napas kasar saat mereka semua berpamitan dari kamar itu."Yahhh... bakalan banyak waktu kosongnya, temen ngobrol cuma satu. Itupun lebih sering tidur daripada bangun" Keluh Michelle kemudian menutup pintu masuk ke kamar itu. "Sayang"
"Ya?"
Michelle berjalan kemudian duduk di dekat Boby, ia mengetuk ketuk dagunya. "Tanggal pernikahan yang bagus kapan?"
"Gak nunggu aku sembuh dulu?"
"Yang kemaren udah gagal!! Aku gamau lama lama jadi omongan tetangga gara gara udah sebar undangan tapi nikahannya malah dibatalin!!"
Boby tertawa melihat wajah kesal Michelle, ia mengacak rambut Michelle gemas. "Anin gimana Bob?" Michelle menatap Boby dengan wajah penuh tanya. "Mau dibarengin aja?"
"Bisa gitu?"
"Ya dibisain aja hahaha, tapi bakalan jadi omongan banget sih"
"Ntar aja deh nunggu anak kita lahir sekalian" Boby yang mendengar omongan Michelle meliriknya sinis. "Trus pas anak kita lahir aku nikahin orang gitu? Ngurus anak dulu kali"
"Hahaha! Kan biar aku punya temen. Biar kamu gak minta jatah juga sama aku pas nyusuin dede" Michelle meremas penis Boby dari luar. Boby menyentil dahi Michelle. "Aku lagi gamau cape capek"
Michelle mengabaikan Boby, ia menarik turun celana Boby. Michelle tersenyum kearah Boby, tangannya bergerak meremas remas penis milik Boby. "Ehhh udahhhh Syelll"
"Diem deh. Aku udah kangen banget tau" Michelle membuka celana dalam milik Boby, penis Boby masih belum tegang sempurna itu membuat Michelle gemas. Michelle berdiri, tubuhnya ia bungkukkan membuat kepalanya kini berada di atas penis Boby.
Lidahnya ia keluarkan dan mulai menjilati inchi demi inchi penis milik Boby. "Oke kamu yang mulai duluan ya" Ucap Boby yang membuat Michelle tersenyum menang.
******
Sudah 3 jam berlalu semenjak kepergian mereka dari rumah sakit itu. Kini, mereka semua tengah menanti kedatangan pesawat yang akan mengantar mereka kembali ke tempat orang orang yang telah merindukan mereka semua. "Cang" Panggilan dari Eril itu membuat Erika menoleh. Cang, atau Erikacang plesetan dari Erika-Chan merupakan panggilan Erika semenjak ia kecil. Erika pun sudah terbiasa bahkan ia sendiri yang memperkenalkan ke orang orang tentang panggilan itu.
"Kenapa ril?"
"Inget apa yang kita lakuin terakhir di pesawat?"
"Kenapa? Lu masih kepo? Atau lu mau lagi nyicipin bibir gw?" Erika tertawa, sementara itu Eril menjadi salah tingkah. "Ga begitu" Erika menghentikan tawanya kemudian memicingkan matanya menatap wajah Eril, berusaha menerawang apa yang ada di pikiran Eril.
Eril yang ditatap seperti itu tentu merasa tak sanggup lagi. Ia menjauhkan wajah Erika dengan tangannya kemudian duduk dan menutup wajahnya dengan bantal leher yang ia punya.
Eve, Nanda dan Yuri baru saja kembali membeli makanan. "Ci" Eve memberikan makanan ringan pada Eril sambil tersenyum. Eril menjauhkan bantal leher dari wajahnya dan menatap heran adiknya itu. "Lu jadi baik banget gini deh ip, seneng banget gw"
"Baik salah, nyebelin makin salah. Salah trus aja aku, padahal cewe"
"Kenapa emang kalo cewe"
"CEWE KAN GA PERNAH SALAH ARIELLA!!" Eril menutup telinganya. "Buset dah ip!! Telinga gw!! Baru sedetik dibilang baik, udah bikin ulah aja lu ya!" Eve menjulurkan lidahnya, sementara Eril menggeram kesal dan melempar bantal leher miliknya ke wajah Eve.
"Di lempar beginian buat apa? Mending lempar gw duit ci!"
Erika, Yuri dan Nanda hanya tertawa melihat kelakuan kedua kakak beradik itu yang tak pernah berhenti untuk saling bertengkar. Sampai akhirnya terdengar suara pesawat yang mengarah ke Singapura berada di bandara. Nanda yang memang akan ke Singapura itu pamit. "Ka Erika, Ka Yuri, Ci Eril aku pamit duluan ya"
"Aku ga dipamitin?"
"Iya ipp iyaaa. Duluan ya" Nanda menyentil kening Eve lalu menarik koper kecilnya pergi. "Salam buat Fadly!!"
"Iya!"
"Kamu kenal Yur?" Yuri mengangguk. "Gausah nagih cerita. Panjang banget soalnya ya" Erika mencubit lengan Yuri kesal.
"Aduh aduh" Yuri mengelus lengannya. "Cukup beberapa aja yang tau. Aib" Yuriva tertawa kemudian berusaha mencari topik lain untuk mereka bicarakan.
******
Anin tersenyum menatap beberapa tamu undangan yang hadir di acara pernikahan Bundanya itu. Beberapa kali teman dari Bundanya itu datang mengobrol dengannya. Veranda, Shania, Ayah serta Ibu Boby juga datang ke acara tersebut.
"Anin!!"
"Okta!!" Anin tersenyum memeluk Okta kemudian melepasnya. "Ci Desy sama Sisca mana?" Okta menunjuk ke arah Desy dan Sisca yang tengah berada di antrean untuk makan. Anin mengangguk mengerti. "Gimana kabar Nin?"
"Baik kok baik. Kalian bertiga gimana?"
"Ya sama sih" Mereka berdua mulai membicarakan mengenai kondisi mereka, hal hal yang terjadi beberapa waktu terakhir hingga Desy dan Sisca menghampiri mereka. "Aninnn!!!" Sapa Sisca yang datang dengan makanan yang terbilang cukup banyak. "Yaudah pada makan dulu. Aku mau ngurusin 2 anak yang kayaknya udah gabetah di depan itu"
Desy melihat arah yang ditunjuk Anin. "Widih dah cocok banget jadi kakak ya" Anin hanya tertawa kemudian melambaikan tangannya pamit ke tempat tujuannya.
ANIN POV
Setelah pamit dari mereka, aku berjalan menuju adik adikku yang tengah duduk di dekat Bunda dan Papi Dyo, ah iya aku sedang berusaha membiasakan diri. Berbeda dengan Kyla dan Zara yang sudah sangat terbiasa memanggil Bundaku dengan sebutan Bunda juga.
Ya...
Bunda sudah sejak lama memaksa banyak orang untuk memanggilnya Bunda, bahkan Boby juga. Aku tak mengerti sebenarnya hhhh.
Aku yang sudah berada di depan mereka mengkode mereka untuk turun mengikutiku. Mereka mengangguk setuju kemudian berjalan cepat turun dari panggung. "Gerah banget kak"
"Yaudah ke kamar duluan sana. Aku mau nitipin ke Kak Cindy dulu" Cindy? Dia kakak kelasku waktu SMA. Kebetulan juga dia pengurus pernikahan Bunda. Dunia memang sempit.
"Ka Cindy"
"Eh kenapa Nin?"
"Aku istirahat duluan ya Kak!"
"Eh? Ngapain pake izin segala? Hahaha yaudah sana sana" Ia tertawa kemudian mengambil HT yang aku gunakan sebelumnya. Aku tersenyum kemudian berlalu meninggalkannya menuju kamarku di lantai 2.
Saat aku membuka pintu kamarku, terlihat Zara dan Kyla melepas kebaya mereka, tubuh mereka terlihat berkeringat. Aku menelan ludahku susah payah. Kakak adik dihadapanku ini begitu menggoda tapi akan seberapa marahnya Ci Shani kepadaku, atau seberapa marahnya Papi Dyo dan Bunda jika aku mengusik mereka?
Aku menggeleng kemudian berjalan menuju balkon kamar, menatap keramaian pernikahan Bunda dari atas. Melihat tingkah laku Sisca dan Ci Desy yang lucu.
Aku melepaskan pandanganku dari bawah, kepalaku mulai menatap ke langit biru. Aku menghirup udara berusaha menenangkan diri, aku tak tahu kenapa tiba tiba muncul air mata dari kedua sisi mataku.
"Ka Anin?"
"Ka Anin????" Panggilan kedua itu baru membuatku sadar. Aku mengusap air mata yang keluar dari mataku. "Ka Anin nangis?"
"Ah enggak kok Zar"
"Kak Boby ya?" Aku menggeleng. "Gak tau, kayaknya cuma kelilipan" Ucapku disertai tawa kecil. Zara ikut bersandar di sampingku. "Kak Boby kan disana baik baik aja? Bentar lagi juga pulang"
"Semoga..."
Tbc
Lama ga update. Gaada anu pula
Ckck nerbener u thor
KAMU SEDANG MEMBACA
Trip 2
Fanfiction[18+] "Kecerobohan yang menyebabkan semua ini terjadi!" -Anin "Maafkan aku, aku tau aku salah" -Boby "Aku butuh tanggung jawabmu Boby, Ini anakmu Boby!" -Michelle