Dia tidak ingin hari ini berakhir

674 59 31
                                    

Kementerian mengirimkan surat berisi hal-hal yang harus kubawa ketika aku mulai pelatihan selama dua bulan dan menginap di sana.

Barangnya sangat banyak, uangku terkuras dalam waktu singkat. Dan itu   baru hari pertama aku berbelanja. Aku tidak bisa membawa banyak bawaan sekaligus dan aku tidak ingin mengganggu Elle yang sedang sangat sibuk kesana kemari mencari pekerjaan.

Elle bisa dibilang teman terdekatku dan akan selalu begitu. Dia selalu memberitahuku tentang masalahnya dan selalu membantuku ketika aku berada dalam masalah. Dia juga suka memberontak sekolah bersamaku. Tidak seperti yang kau pikir, kami hanya suka membolos pelajaran, mengatakan ingin ke toilet padahal nyatanya kami berkeliling sekolah lalu mencuri cemilan di dapur sekolah, duduk di tempat sepi, membicarakan segalanya. Ketika sekolah berakhir, kontak kami tidak putus. Dia masih suka berkirim pesan denganku. Saat malam hari dia sering meneleponku dan kami berbicara sampai berjam-jam, terkadang hanya diam sambil menggumamkan lagu, tapi dia selalu ada untukku, dan aku bersyukur atas kehadirannya.

Bukannya aku sudah hilang kontak dengan teman-teman lain, hanya saja Elle adalah 'orang itu' yang tidak akan kuragukan untuk berterus terang tentang segala hal. Suatu malam saat kami sedang bertelepon, aku memutuskan untuk memberitahunya tentang Draco dan dia tertawa, mengatakan bahwa dia sangat tidak menyangka.

Jadi begitulah.

Aku pulang berbelanja di sore hari, meletakkan barang-barang di atas meja dapur, mandi, berbaring sambil menonton televisi, dan membereskan barang-barang yang tadi kubeli.

Itu ketika ketukan di pintu mulai terdengar.

Elle?

Aku berdiri dari kumpulan barang di lantai dengan televisi yang masih menyala.

Membuka pintu tanpa melirik ke lubang intip adalah keputusan terburukku hari ini.

Draco berdiri sambil memegang ponsel yang layarnya masih menyala. Dia butuh sesuatu, kalau tidak maka tidak mungkin dia akan mampir ke apartemenku, ironis. Tapi setidaknya dia mengunjungi apartemenku! Atau hanya menghampiri.

"Bolehkah aku masuk?"

Ya, dia mengunjungiku.

"Dengan senang hati," aku menundukkan tubuhku ala pelayan, memberinya jalan masuk.

Dia melangkah masuk, "Terima kasih." bahkan bau gel rambutnya masih sama dan tercium.

Aku menutup pintu apartemen, "Jadi?"

"Boleh aku duduk?"

"Oh maaf, aku lupa, silahkan duduk dimanapun kau mau,"

Dia melihat cahaya televisi dan mengikutinya.

"Berantakan sekali, gila," katanya sambil dengan santainya melompat ke atas sofaku.

"Katakan saja apa maumu,"

"Oh iya, lupa, duduk dulu, bodoh,"

"Sabar, bodoh," dan aku duduk di ujung sofa yang satu lagi.

"Kau punya tidak buku tentang ramuan herbal untuk penyakit?"

"Memangnya aku perpustakaan?"

"Pada dasarnya iya."

Aku memberikannya tatapan 'kau menyebalkan sekali'ku.

"Ada tidak?" katanya mendesak.

"Sabar sedikit kenapa?" Aku berdiri namun terhenti, "Oh iya, untuk apa memangnya?"

"Pembimbing kami di St. Mungo memberiku bagian meramu."

"Oh,"

Aku berjalan ke kamar tidurku. Membuka pintu, menyalakan lampu, dan hendak menutup pintu ketika kulihat Draco mengikutiku.

That Unwanted Feeling (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang