i. a noun called wreckage

156 15 4
                                    

JUNE 22th, 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


JUNE 22th, 2019

Sora tak biasanya mereka cipta air mata untuk memeluk romannya. Beriringan dengan binar rawi yang setengahnya lagi lenyap di balik gedung-gedung pencakar langit di Seoul, segelas air hangat dengan daun mint, kepatihannya menanti anak adam yang ia jadikan sandaran dalam hidup.


Balkon dibuka, deru angin membawa rambut-rambut tubuh Sora berdiri tegak kala ia tak bernaung di bawah selimut. Sekonyong-konyong suara pintu yang terbuka membuatnya nanap dari transisi ruangan yang begitu sepi, kini penuh dengan suara satu orang yang Sora rindukan.


"Jangan berdiam di sana. Ada aku di sini, Sora."


Jeon Jungkook, pria manis itu baru saja kembali dari bekerja di perusahaan ayahnya. Ini adalah rutinitas harian Sora untuk bertemu dan menghabiskan setiap harinya di apartemen sang kekasih.



"I got a bad day today," ujar Sora.


"Tumpahkan tehmu di sini."



Jungkook duduk di samping Sora yang kini meminum air hangat dengan mint dari gelas hitam. Tatapannya lembut, seolah memeluk seluruh lekuk tubuh Sora dengan mata berwarna kecokelatan itu.



"Apakah baik untuk menjadi egois demi melindungi harga diri, bahkan di depan orang tua sekalipun?"



"Aku tidak bisa menjawab itu. Namun, orang tua hanyalah outsider daripada duniamu--dunia seorang anak gadis yang mencari dukungan. Walau kamu dan mereka terikat sebuah hubungan darah, mereka tidak benar-benar bisa mengenalmu seutuhnya."


Seiring dengan matahari yang semakin menghilang, atap langit merubah ronanya menjadi gelap. Percakapan mereka berubah menjadi sebuah debat yang mengindikasikan, bahwa Sora adalah sebuah kata benda yang bernama 'kerusakan'.


Bukan dia yang merusak, tetapi ia yang dirusak oleh ayahnya sendiri.



"Aku pikir aku akan dendam dengan semua laki-laki di dunia ini jika semuanya seperti ayahku. Tidak menghargai wanita dan kasar."



"Lantas, kamu menganggapku seperti ayahmu juga?"



"Tidak mungkin. Aku selalu menganggapmu sebagai pengganti ayahku. Seseorang yang benar-benar aku cari."



Jungkook mengernyitkan dahi.



"Namun, jika aku menyakitimu tanpa sengaja, akankah aku menjadi seperti ayahmu yang tidak menghargai wanita dan kasar?"



Drrtt.



Getaran ponsel Jungkook seolah ikut menggetarkan hati Sora. Ia melirik ponsel Jungkook dan menemukan sebuah nama yang menjadi ancaman besar bagi hubungan ini.



"Halo? Ah ... aku sedang berada di apartemen Jimin. Apa? Jangan. Apartemenku masih berantakan. Baiklah. Beri aku waktu sedikit untuk membersihkannya selagi Papa perjalanan kemari. Dah!"



Tut.



Sora menatap Jungkook nanar. Air matanya hendak keluar sekarang. Sekeras apa pun anak dara itu menahan, ia tak akan bisa.



"Papamu, ya?"



"Sora, Sayang. Maaf, tetapi kau harus segera kembali ke rumahmu sekarang. Ayahku sedang dalam perjalanan kemari."



Sora menggertakkan gigi, merasa bahwa semua yang mereka lalui adalah sesuatu yang tak seharusnya ada.



Hubungan ini tak seharusnya ada.



"Bisakah aku menelponmu? Aku punya firasat kalau ayahku akan melakukan sesuatu kepadaku."



"Kamu nggak perlu izin untuk menelpon. Kamu punya semua ijin untuk mengakses setiap bagian diriku."



Jungkook mengikis jarak antara mereka, kemudian menarik Sora dalam peluknya. Hangat yang segar seakan air hangat dengan mint yang diminum Sora.



"Aku terlalu rapuh untuk mencintai. Dan aku terlalu rapuh untuk dicintai. Aku rusak."



Kuping Jungkook terasa panas, maka ia menunduk dan mendaratkan kecupan manis si bibir sang gadis untuk menenangkannya.



"Siapa bilang?"



"Aku."



"Hanya kamu 'kan? Nyatanya, aku tidak beranggapan seperti itu terhadapmu." Jungkook tersenyum sesudahnya. Senyuman lelaki itu adalah apa yang ia cari, pelipur lara paling ampuh.



Anak dara itu terlalu takut untuk kembali pada realitas, bahwa ia dihadapkan kembali dengan padang gurun dengan badai pasir yang dahsyat.



Jadilah Sora kembali ke rumah dengan iringan angin petang yang menusuk tulang. Ia hanya mengenakan pakaian seperti yang dikenakan oleh para pekerja paruh waktu di minimarket. Bau keringatnya menjadi lebih tajam kala ia merasakan kegundahan.




"Seharusnya aku sudah lari ke mana pun aku bisa. Aku punya uang yang cukup di bank, aku juga punya Jungkook. Namun aneh. Mengapa aku tetap kembali padanya, Si Tua tak bermoral itu?"



Semua karena hubungan yang tak pernah diketahui oleh orang lain. Cinta yang berada di bawah tanah, mengendap, menunggu orang yang tepat untuk menggalinya ke permukaan. [S]

remarking twingeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang