Jalanan Kota Tokyo seperti biasa ramai dipadati oleh kendaraan yang hilir mudik mengakibatkan macet dibeberapa titik. Hujan turun dengan derasnya sejak pagi hingga malam ini. Belum terlihat tanda-tanda akan berhenti dalam waktu cepat"Kendaraan di depan kita sulit berjalan, Jessica-san. Terlalu padat. Sepertinya kita akan datang telat ke acara malam ini."
Suara dari Mr. Tanaka--supir pribadi keluarga Jung saat tinggal di Jepang--membangunkan Jessica dari lamunannya. Gadis cantik itu mengerjapkan mata lalu menatap Mr. Lee dari spion dalam seraya tersenyum tipis.
"Tidak apa-apa, Paman. Aku sudah bilang pada ibu akan datang telat malam ini. Beliau juga mungkin bisa memahami situasi. Tetap mengendarai dengan hati-hati." Dengan Bahasa Jepang yang fasih Jessica mengingatkan supirnya itu.
Mau bagaimana lagi, mereka tidak bisa memaksakan kehendak untuk menerobos lalu lintas, bukan? Selain membahayakan pengendara yang lain, lebih utamanya mencelakai diri sendiri. Jalanan licin akibat hujan bisa mengakibatkan ban tergelincir dan tak terkendali.
Mr. Tanaka mengangguk tanda memahami ucapan Jessica. Pandangannya kembali fokus ke jalanan. Mau tidak mau mereka harus bersabar agar bisa sampai ketujuan dengan selamat.
Jessica Jung kembali memalingkan wajahnya menatap jendela mobil yang basah oleh air hujan. Pikirannya menerawang, mengingat kembali kenangan akan seseorang. Seseorang yang pernah ia cintai. Seseorang yang selalu ada untuknya. Dan seseorang yang juga meninggalkannya.
Ya, kisah cintanya berakhir dengan cara yang cukup tragis. Orang yang dikasihinya meninggalkan gadis itu seorang diri.
"Maaf, aku sudah tidak bisa melanjutkan hubungan kita lagi. Sebaiknya kita akhiri sampai di sini saja."
Kata-kata yang lelaki itu lontarkan masih terngiang dengan jelas di telinga Jessica. Gadis itu tidak bisa menolak atau pun menahan keputusan yang kekasihnya sudah putuskan.
Tentu saja ia tidak bisa, bagaimana pun kesalahan berada di tangan gadis itu. Ia yang memulai semuanya, memulai permasalahan itu. Tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan kekasihnya, ia menuruti perkataan kedua orangtuanya menerima lamaran orang lain yang tidak ia kenal.
Belum sempat ia menjelaskan duduk perkara pada kekasihnya, lelaki itu telah mengetahui permasalahan ini dari pihak lain. Jelas saja dia kecewa bahwa Jessica menutupi sesuatu dari dirinya. Dan akhirnya setelah menghadapi perdebatan yang cukup besar, lelaki itu pun memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Bukan keinginan Jessica untuk menerima lamaran pria lain menikahi dirinya. Tentu ia mengidamkan menikah dengan seseorang yang ia cintai, bukan orang lain yang tiba-tiba dijodohkan dengannya.
Kalau saja bukan karena balas budi keluarganya, ia sudah bertekad bulat untuk menolak lamaran itu. Sayangnya keluarganya sudah membuat kesepakatan tanpa melibatkan dirinya terlebih dahulu. Tanpa membicarakan apa pun dengan dirinya duluan.
Tapi takdir berkata lain. Hubungan yang ia jalin beberapa tahun terakhir dengan orang yang ia cintai harus berakhir dengan cukup tragis. Jessica ditinggalkan dengan luka dan penyesalan yang ada di hatinya.
Tanggal pernikahannya semakin dekat, tinggal menghitung hari. Sebentar lagi ia akan menjadi istri dari orang lain. Calon suaminya itu sebenarnya orang yang sangat baik. Hanya saja Jessica belum bisa menerima kehadirannya.
Terlalu asing dan terlalu cepat untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan yang ada. Padahal luka hatinya masih terbuka sangat lebar, belum sempat ia obati.
Air mata yang sudah sekuat tenaga ia tahan agar tidak jatuh, tetap saja jatuh dari pelupuk matanya. Membasahi pipinya yang putih. Kesedihannya sudah tidak dapat dibendung lagi.
Kalau saja di dunia ini ada yang namanya mesin waktu, ia mungkin sudah menggunakan kesempatan itu untuk kembali ke masa lalu dan mengubah semuanya kembali seperti semula. Kembali lagi kepada keadaan dimana ia bisa bersama orang yang ia kasihi dan hidup bahagia bersama orang itu.
Ia akan meminta maaf dan berjanji untuk mengubah semuanya menjadi lebih baik lagi. Ia berjanji akan menjadi seseorang yang lebih bijak lagi dan berjanji tidak akan menyakitu orang yang ia sayangi.
Cukup dia saja yang merasakan betapa sakitnya dan tidak perlu orang lain juga ikut terluka karena sikapnya.
Air mata itu jatuh semakin deras. Bahu Jessica bergetar. Isakannya semakin keras. Ia menyadari tidak bisa mengulang waktu. Penyesalan selalu datang lebih lambat dan sulit lepas dari jiwa gadis itu.
Mengharapkan sesuatu seperti adanya mesin waktu adalah harapan yang mustahil. Nihil baginya mengharapkan sesuatu seperti itu.
Entah berapa lama Jessica harus menahan luka ini. Mungkin selamanya? Ia tidak tahu apa ia bisa bangkit kembali menjadi dirinya seperti dahulu. Rasanya untuk kembali tersenyum seperti sedia kala itu tidak terbayangkan.
Hujan menambah suasana sendu malam itu. Kalau saja hujan bisa menghapus semua rasa bersalah dan penyesalan, ia ingin hujan turun selamanya sehingga rasa penyesalannya ikut terbawa bersamaan dengan semakin deras hujan turun.
Ia ingin kembali bahagia. Ia ingin kembali kepelukan kekasihnya, berjalan bersama dan menikmati tiap kenangan yang mereka buat bersama.
Tapi itu tidak mungkin, bukan?
Semua sudah usai. Semua sudah berakhir. Tidak ada yang bisa diubah lagi.
Harapannya terkubur bersama dengan hujan yang turun semakin deras. Biar malam ini ia menangis sepuasnya. Biar air matanya terkuras malam ini, jangan ada yang berani menghentikannya. Ia hanya ingin menumpahkan segala emosinya lewat air mata yang terus jatuh membasahi pipinya.
Dadanya masih sesak. Segala rasa sedih, penyesalan, kekecewaan bercampur menjadi satu.
Ia ingin kembali. Ia ingin kembali seperti sedia kala. Kembali ke saat-saat menyenangkan bersama dengan kekasihnya yang dulu.
Ia membutuhkan mesin waktu.
- END OF JESSICA'S PART -
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME MACHINE
Fanfic(COMPLETED) "Jika saja aku memiliki mesin waktu, aku ingin memutar kembali waktu yang pernah kusia-siakan dan kembali kepadamu, memohon agar kau memaafkan aku." Cerita ini terinspirasi dari PV Girls' Generation - Time Machine. Tiap chapter akan men...