- Satu -

9 1 0
                                    

Aku tersenyum, mengingat kembali apa yang pernah terjadi, dan kutemukan diriku kembali pada ribuan hari di belakang sana, terlena menikmati euforia rasa yang terasa menyenangkan.

Terjadi lagi, aku tidak bisa menghentikan bibirku jika ingatanku kembali pada sosoknya. Dia yang jadi milikku!

Namanya Eko Paraslianto, lahir 20 mai, ngakunya tahun 1994 tapi di ktp tersurat 1995.

Tingginya sekitar 5 atau 7 cm di atasku, aku lupa, karena yang aku ingat mata kami tak sejajar saat dia menatapku. Matanya adalah salah satu dari 2 orang sebaya yang berhasil mengintimidasiku, masih kuingat gugup yang kurasa ketika mata tajam itu menatapku lekat.

Dia tidak memiliki berat badan ideal, begitu juga aku, terlihat chubbi dengan lesung di pipi kiri, dan aku juga menyukai poninya yang mulai panjang, terasa menyenangkan saat jari-jariku menelusuri dan membantunya menata semua itu, tak punya keinginan untuk memotongnya pendek meski sudah puluhan kali kuingatkan.

Aku bukan gadis nakal yang punya segudang mantan pacar, tapi juga bukan gadis polos yang tidak mengerti hubungan seperti itu. Hanya saja, Eko memasuki kehidupanku dengan terlalu mulus, tanpa hambatan.

Saat itu, aku menggunakan Eko untuk meyakinkan keluargaku bahwa aku sudah lepas dari jerat Naruto. Bukan si bintang animasi itu, hanya saja aku lebih nyaman memanggilnya begitu.

Naruto bisa di bilang mantan pacarku, kami kenal karena aku cukup aktif dalam salah satu grup penulisan online di sosial media, kemudian berkembang menjadi pacar karena aku menyukai emotikon yang digunakannya saat kami berkirim pesan. Aku tak mengira, setelah sekian tahun berbicara tanpa tatap muka dia melalui ribuan kilo untuk bisa menemuiku, dan seperti kisah klasik lainnya keluargamu tidak menyukainya, dan akupun sepertinya begitu. Meski menikmati setiap perhatiannya tapi jika kau sebut itu cinta aku akan menyangkalnya.

Seminggu sebelum Naruto datang Eko mulai mencoba menarik perhatianku, kami terlibat dalam beberapa organisasi kampus yang sama, hanya saja keberadaan Naruto cukup membuat aku tak mengindahkan keberadaan Eko, kemudian setelah Naruto pergi aku mulai menikmati setiap keterlibatan Eko dalam kegiatanku.

Seperti kataku, aku memanfaatkannya untuk meyakinkan keluargaku, agar mereka percaya bahwa Naruto bukan lagi siapa-siapa, karena memang faktanya aku menarik diri, terlalu jauh, hingga mungkin menyakiti satu hati.

Hanya butuh satu minggu, keberadaan Eko makin kuat dalam keseharianku. Dia menjadi sosok penyelamat dan super hero yang siap sedia membantuku, ditambah dukungan yang kudapat dari kakak dan saudari sepupu, Mia. Eko memasuki cerita remajaku begitu saja, menghapus jejak Naruto yang sudah menemaniku belasan bulan sebelumnya.

Eko selalu bersedia jika aku membutuhkan motornya, bahkan lengkap dengan tang yang terisi penuh, bersedia mengantar dan menjemputku ke kostan jika memang aku butuh. Bolak balik memberiku semangat saat sedang memimpin sidang resmi organisasi untuk pertama kali. Masih kuingat saat dia keluar masuk ruang sidang dengan tas hitam besar di punggungnya, terlalu mencolok hingga menarik perhatian peserta lain begutupun aku. Kemudian saat fokusku beralih padanya, dia tersenyum menenangkan kemudian keluar lagi untuk melakukan entah apa, tapi efeknya luar biasa. Membuatku bisa menjalankan hal berat itu, tanpa kusadari.

Setelah tugasku selesai, tak berapa lama dia menghampiri, duduk tepat di sebelahku, dan tersenyum. Berkata bahwa aku sudah melakukan yang terbaik dengan upaya sendiri.
Aku yang lelah membalas senyumannya, kemudian bersandar pada kursi yang membuat posisiku menjadi setengah baring, yang dia ikuti, terlalu dekat sambil menatap mataku lekat.

Dia lanjut bercerita, aku tak ingat bagaimana detilnya hanya saja saat itu dia bercerita tentang apa yang dilakukan pemuda untuk melindungi gadis yang mereka cintai. Eko berhasil merebut seluruh fokusku kala itu, membuatku mengabaikan semua yang ada di sana ataupun pembahasan berbelit yang mereka debatkan, aku hanya memperhatikannya, hanya dia meski beberapa orang menegur karena merasa terganggu akibat suara kami, hingga waktu istirahat menyadarkan kami kembali.

Saat sidang panjang itu di mulai lagi, aku menukar posisi dudukku, dan kulihat raut kecewanya saat mendapati kepindahanku, meski dia tetap masuk dan mengisi bangku kosong di sebelahku, barisan tengah bukan pojok depan seperti beberapa saat lalu.

Aku yang pada dasarnya memang mengagumi golongan pintar mempercayai setiap wawasan yang dia jabarkan, kagumku bahkan bertambah saat kulihat Eko mulai terlibat serius dalam sidang itu meski mendapat sedikit intimidasi dari para senior pendiri organisasi. Hingga sidang itu berakhir dengan damai.

Dia tidak menungguku, bahkan tak ingin repot mengantarkan ku pulang seperti mereka yang tengah pdkt kebanyakan, membuatku tidak yakin jika dia memang tertarik padaku, meski Mia dan sahabatku Ayu mulai mencurigai gelagat Eko. Tapi seperti tidak ada yang terjadi, pemuda itu bersikap dan terlihat biasa saja tak seperti menyukaiku.

Kemudian liburan berlalu tanpa ada cerita baru...

Kedekatanku dan Eko berlanjut saat aku berhasil menjauhi Naruto, kesibukanku sebagai calon presiden mahasiswa melibatkan Eko yang saat itu menjabat sebagai Ketua panitia pemilihan umum.

Awalnya hanya murni karena status jabatan kami, kemudian berlanjut. Dia tipe orang yang suka di andalkan tapi aku juga bukan orang  yang dengan mudah meminta bantuan. Pernah dia kecewa karena aku menolaknya yang bermaksud mengantarkan pulang, alasannya aku memang bawa motor sendiri, meski hari sebelumnya aku terpaksa harus menungguinya untuk di antar pulang, tapi itu karena ada teman yang akan menginap di kostan aku dan Minyuk baca Mia.

Meski tidak ada ikatan, prilaku Eko yang menjadikanku terlihat spesial saat bersama membuatku mulai kebingungan. Bayangkan, saat bertemu dia seperti sangat memujaku tapi jika tidak dia juga tak pernah menghubungiku, tidak seperti pemuda yang pendekatan kebanyakan.

Aku pernah terusik melihat kedekatan Eko dengan Novi, mereka bercerita, tertawa lebar, bahkan aku menyaksikan sendiri bagaimana dia merangkul dan menggendong Novi dan menikmati cemberut di wajahku, padahal saat itu Novi akan menjadi wakilku di pemilihan nanti.

Aku tidak menyukai jika mata elang itu menatap gadis lain, meski dia terlihat biasa tapi tetap saja aku tidak suka. Ketidak sukaanku membuatnya makin bertingkah menyebalkan, padahal setelah itu aku tau bahwa Eko dan Novi ternyata tidak sedekat itu. Dari kejadian itu aku sadar jika Eko mulai menjeratku lebih dalam.

Masih banyak yang ingin aku ceritakan, tapi sepertinya mata dan otakku tak bisa lagi di paksa bekerja, mungkin nanti aku akan ceritakan kembali kenangan itu.

- Usang -Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang