"Ren," panggil seseorang dari belakang. Membuat Reni terpaksa menoleh, padahal sedang ada ulangan."Kenapa?" tanya Reni setengah berbisik ke arah lawan bicaranya.
Shintya memperagakan dua jarinya. "Nomor dua.." ucapnya ikut berbisik.
Reni menghembus napas pelan. "Belum.." jawabnya.
Ah, bohong. Shintya tak percaya itu. Perasaan Reni lancar-lancar aja? Mustahil baginya, kalau sahabatnya itu belum sampai di nomor yang ia maksud. Shintya kembali melirik lembar jawaban Reni dari belakang. Ah, ditutup lagi! Gerutunya.
"Ren.." panggilnya lagi. Kali ini dengan menggoyangkan kursi sahabatnya itu.
Reni membalikkan tubuhnya dan memberikan selembar kertas yang sudah dilipatnya pada Shintya.
Mata Shintya berbinar. Tanpa pikir panjang, langsung saja diambilnya kertas itu."Thank you, Ren.." ucapnya.
Ya, begitulah Reni. Selalu luluh. Ia tak akan pernah tega menolak permintaan teman-temannya. Apalagi Shintya, yang merupakan sahabatnya itu.
Usai bel tanda istirahat berbunyi, Shintya mengajak Reni untuk ikut dengannya menuju kantin yang saat ini pasti sudah ramai dengan pengunjungnya. Mereka memilih berhenti tepat di depan kantin. Sembari menunggu keramaian berangsur hilang.
"Sekarang kan udah kelas enam, emangnya Bang Zian gak ada niat untuk jadian sama kamu apa?" tiba-tiba Shintya teringat sesuatu.
Beberapa hari yang lalu sahabatnya itu bercerita tentang hubungannya dengan Zian, seorang anak SMP dan juga merupakan salah satu laki-laki yang menjadi sorotan di TPQ mereka. Hari itu Reni mengaku bahwa hubungannya dengan laki-laki itu sudah retak akibat Zian yang tiba-tiba menjauh darinya. Lebih tepatnya, ingin putus. Karena katanya, laki-laki itu tidak mau berpacaran dengan anak SD seperti Reni. Sakit kan? Namun sehari setelahnya, Zian langsung meminta maaf. Sudah begitu saja.
Shintya paham, perkataan Zian tentu membuat Reni sakit hati dan merasa dipermainkan selama ini. Apalagi jika mengingat awal mula kedekatan mereka. Mulai dari Zian yang meminta WhatsApp Reni darinya, kirim salam dan masih banyak lagi. Dan itu semua Zian yang memulainya.
Ah, mungkin bagi Reni semua itu sangat menyakitkan untuk diingat kembali. Terlebih setelah ia mendengar ungkapan laki-laki itu.
"Gak tahu ah," jawab Reni malas.
"Kenapa? Bukannya kalian udah baikan?" tanya Shintya lagi.
Kali ini Reni hanya diam. Benar-benar malas untuk membahas laki-laki itu. Sekarang nama Zian tak menyenangkan lagi baginya. Semua yang didapatnya selama ini hanya kebohongan belaka. Yang dianggapnya indah, ternyata buruk.
Kini Zian lebih memilih perempuan lain. Yang tentunya lebih dewasa dari pada dirinya.
"Kenapa?" tanya Shintya lagi. Ia melihat Reni yang tiba-tiba murung.
Sebenarnya Reni ingin sekali menceritakan semuanya pada Shintya. Karena terlalu sakit rasanya dipendam sendiri. Tapi ia malu dengan sahabatnya itu. Sebab, ia begitu bodoh karena sudah mau didekati oleh laki-laki bernama Zian itu.
Shintya mengajaknya untuk masuk ke kantin. Berhubung pengunjungnya sudah mulai sepi. Ia mengambil posisi di tempat biasa, sementara Reni duduk di sebelahnya.
"Bi, lontong sayurnya satu ya!" seru Shintya.
Ia melirik Reni yang mendadak jadi pendiam. "Pesan apa?" tanyanya.
"Mi rebus aja," jawab Reni tak bersemangat.
"Bi, mi rebusnya satu ya.." Shintya kembali berseru.
KAMU SEDANG MEMBACA
It Sweets Like Oreo ( ON GOING )
Fiction généraleSukses di dunia Youtube dengan usia dini, membuat Renika dikenal oleh banyak orang. Termasuk artis-artis ternama di tanah air. Hal itu tentu saja menambah kepopularitasannya sebagai seorang Youtuber. Hidup berkecukupan dan dikelilingi orang-orang he...