1. Gadis Yang Di Benci

11 0 0
                                    

Juli, seluruh sekolah yang ada di bumi pertiwi mulai kegiatan mengajar dan belajarnya. Semester ganjil dikelas dua ini, aku tidak pernah tahu sekelas dengan siapa. Karena sistemnya diacak oleh kebijakan sekolah. Tapi asal tidak sekelas lagi dengan geng cewek narsis -itu yang aku pikirkan dengan tiga orang gadis, anak orang kaya di kota ini. Tapi aku tidak akan membahasnya kali ini mungkin nanti.
Aku sudah berada di papan pengumuman yang sedikit penuh, atau bisa dibilang ramai. Aku melihat dari atas hingga ke bawah. Hal yang paling aku syukuri dalam hidup adalah karena aku sedikit tinggi dari teman sebayaku.
"117, Wano Winardi," Ucapku pelan, lalu melihat lagi baris ke atas. "Kelas XI B."
Setelah aku mengetahui kelasku, aku beranjak menuju tangga. Ya, kelas XI B berada di lantai dua, aku tahu itu. Dekat dengan perpustakaan sekolah dan disebelahnya ada Lab. IPA.
Lantai dua tampak lebih ramai, para siswa saling mengobrol diluar kelasnya. Sahabat kelas satu, tidak menyatu lagi, mereka terpisah kelas masing-masing. Aku menatap seseorang yang berjalan tergopoh-gopoh. Kacamatanya tebalnya, seperti asisten Lab. IPA. Ada tumpukan buku yang ia bawa dengan pelan. Namun ia tiba-tiba saja jatuh. Yang paling heran, tidak ada yang membantu dirinya bangun. Rambutnya sebahu, terlihat kusut, bajunya lusuh seperti pekerja keras.
Aku dengan cepat membantunya. Kenapa siswa-siswa menatapnya seperti benda yang menjijikkan. Dengan cepat aku merapikan bukunya. Lalu tanpa terima kasih ia mengambilnya kemudian pergi, menuruni tangga.
Ketika aku berjalan terdengar suara berbisik di koridor.
"Lelaki itu berurusan dengan Si Pembawa Sial. Aku yakin, segala kehidupan masa sekolahnya tidak lebih di timpa masalah."
Untuk aku yang tidak terlalu peduli dengan omongan orang lain. Aku hanya fokus masuk ke kelas. Calon teman sekelasku menatapku cemberut dan bermuka masam. Seakan ada hal yang tidak pantas aku lakukan. Aku melihat kondisi badanku secara menyeluruh. Tidak ada yang salah. Lalu aku melihat kebelakangku dengan terkejut aku hampir saja meloncat.
"Kamu, ikut aku." Kata perempuan yang dikatakan pembawa sial. Pantas saja teman sekelasku diam dan menunjuk ketidaksukaan. Aku menghela napas. Apa hidupku akan benar-benar seperti bisikan anak-anak tadi yaitu akan timbul banyak masalah atau selalu sial.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 24, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

FWhere stories live. Discover now